Friday, July 31, 2020

Warisan Permainan untuk Anis

Picture by Pinterest

Bocah dan mainan, sudah menjadi paket komplit, bukan? Bahkan, bisa dibilang, bagi mereka bermain adalah dunianya. Jadi, jika kita melarangnya bermain berarti kita telah merenggut haknya hihi.

Bermain dan permainan bagi anak-anak sendiri memiliki arti luas. Bukan sekedar berkutat dengan mobil-mobilan, boneka, masak-masakan, atau mainan secara fisik lainnya. Segala sesuatu yang menyenangkan dapat bermakna mainan. Seperti membantu ibu memasak, membantu ayah mencuci mobil, menyiram tanaman, membuat kue, apapun kegiatannya asalkan dikemas dengan menyenangkan akan menjadi aktivitas bermain bagi mereka.

Dengan definisi sederhana tersebut, maka saya pun memiliki konsep sederhana mengenai mainan dan bermain, apapun dapat diberdayakan. Jadi, saya tidak berpikir untuk mewariskan sebuah boneka atau balok-balokan atau lego, bagi Anis, karena mainan saya zaman kecil sudah entah kemana, turun-temurun ke adik-adik saya yang super banyak haha. Justru, saya lebih condong mewariskan "konsep permainan" tersebut bagi Anis. Bahwa bermain itu sederhana, bermain itu mudah, bermain itu dapat dilakukan di mana saja dengan apa pun, bermain itu tentang kreativitas.

"Anis, ini ada batu-batuan bagus, kita main bangun rumah, yuk!"

"Sini kita main bubble busa sambil nyuci baju, Nak!"

"Eh, jadi detektif yuk, Nis! Kita cari barang berdebu, kalau ketemu kita tepuk tangan terus kita bersihin pake kain ini."

Dan masih banyak ide bermain lainnya yang hanya bermodalkan daya kreativitas. 

Sebaliknya, walaupun banyak disediakan mainan toko untuk mereka, jika kita tidak pantik imajinasi dan kreativitasnya, dalam hitungan minggu pun mainan tersebut akan ditinggalkan. Alasannya, bosan.

Sehingga, untuk saya pribadi, bukan mainannya yang akan saya wariskan, tetapi, cara memaknai permainan itu yang ingin saya tanamkan pada Anis, berkenaan dengan konsep bermain itu sendiri dan kreativitas.

Bonusnya adalah bonding yang lebih lekat. Karena, permainan dengan konsep ini lebih banyak membutuhkan kebersamaan yang sudah pasti akan menumbuhkan kelekatan. 

Bonus lainnya adalah momen dan memori. Semakin unik permainan yang kita kenalkan pada anak, semakin meninggalkan kesan istimewa bagi mereka, bahkan hingga tua. Terbukti oleh saya, saat mama mengajak bermain masak-masakan dengan bermodal wadah plastik dan potongan kayu juga tanah saat beliau bertanam, hingga saat ini masih saya ingat dengan jelas πŸ’™

Wednesday, July 29, 2020

CERPEN : Hidangan Penutup Istimewa

Matahari pagi ini terlalu terik. Hal pertama yang kulakukan saat membuka tirai jendela adalah memastikan para hehijauan tetap rimbun dan segar, tak terganggu panasnya. Seharusnya aku bergegas menyiraminya sebelum ultraviolet semakin menyedot sisa-sisa dihidrogen monoksida yang terkandung bersama unsur hara di dalam tanah. Tetapi, aku terlalu malas.

Pukul 7.23 AM, saat kubuka ponsel hanya untuk mengecek jam juga cuaca hari ini. Ahh, pantas saja terik. Rupanya, aku bangun terlalu siang. Kebiasaan kurang baik saat jadwal bulanan datang secara rutin, tidak perlu bangun pagi untuk melaksanakan ibadah fajar, shalat subuh. 

Alih-alih menyirami tanaman yang semakin merunduk sebab angin pun berdesir sangat kencang, aku menuju dapur untuk bersiap memberi jatah cacing-cacing perutku terlebih dahulu. Bagiku, sarapan adalah keharusan yang tidak bisa dinegosiasi. Sarapan seperti penentu sukses tidaknya hari. Karena biasanya, tanpa sarapan, kestabilan emosiku tak baik, ada yang senasib?

Dua lembar roti gandum yang dibakar sedikit gosong, orak-arik telur setengah matang, dengan salad yogurt timun dan tomat, sangat cukup untuk dijadikan menu pembuka. Tak lupa secangkir kopi tentunya. Kunikmati dengan ditemani aplikasi YouTube melalui ponsel, yang memutar seorang selebTube sedang membahas mengenai cara menggunakan celak mata dengan baik dan benar, sambil diterangkan perkakas lenongnya yang harga-harganya cukup membuatku berpikir sesaat untuk menjual salah sati ginjalku saja, sangat mewah dan mahal.

Piring kosong, kopi menunggu untuk diseruput hingga tetes terakhir, tayangan YouTube pun kuusaikan. Aku sedikit menyesal, mengapa tidak diputar saja siaran berita terbaru, yang kurasa,  akan lebih berfaedah. Sayangnya, otakku seelit itu.

Perut telah dikondisikan, artinya hari sudah semakin siap untuk dijalani. Baiklah. Mari buka buku agenda, melihat daftar rencana yang biasanya tetap hanya akan jadi rencana meski telah dituliskan. Hmm, menemui Gustinus salah satu agendanya. Yup, dia adalah kekasihku. Lelaki super sibuk yang bahkan perlu membuat jadwal khusus hanya untuk makan siang bersama sebagai kedok pelepas rindu. 

Segera kubereskan pekerjaan domestik juga beberapa surat permohonan yang masuk lewat surelku. Mungkin beberapa yang telah kurespon akan segera ku follow-up sore ini, setelah waktuku dengan Gus, panggilan manis untuk Gustinus. Lebih baik daripada harus kembali ke apartemen dan merutukki singkatnya waktu kebersamaan dengan Gus, memang selalu seperti itu runutannya. Walaupun, segala rutukan itu adalah bentuk rasa sayang yang besar, yang membuatku ingin sekali terus bersamanya. Sayang sekali, kami hidup di dunia nyata, bukan dunia dongeng. Kami butuh kerja.

Sengaja kupilih rok putih tulang sebetis yang dipadukan dengan atasan kemeja lengan panjang bermotif bunga-bunga kecil berwarna kuning cerah, menggambarkan cerahnya mentari di hari ini dan harapan bahwa hariku pun akan secerah itu. Kubiarkan rambut bergelombangku terurai menutupi bahu, hanya kutambahkan jepit mutiara sebagai pemanis. Polesan tabir surya, pelembab, bedak tipis, serta sedikit pewarna bibir kejinggaan menjadi topeng yang siap kugunakan kali ini. Tiga semprot Jasmin Noir Bvlgari untuk masing-masing pada nadi kedua tanganku dan juga disalah satu kerah kemeja, sangat cukup. Tas pundak coklat muda kesayanganku sebagai pelengkap, dan sang pecinta ini siap untuk menemui pujaan hatinya.

Kafe Halaman, tempat kali ini kami bertemu. Konsep natural dan alam sangat kental, mengingatkanku pada ruang makan luar di rumah nenek. Dua kursi berukiran sangat cantik dengan meja bulat tak terlalu besar, diletakkan tepat di tengah hamparan rumput hijau. Menyegarkan. Namun, ada yang aneh. Mengapa terlalu sepi di waktu makan siang seperti ini. Tak ada pengunjung lain, hanya kami.

Buku menu datang, aku hanya memesan fish and chips seperti biasa, dengan minuman teh panas tanpa gula. Gus, yang hari ini terlihat sangat rapi dan tampan, memesan sirloin steak dengan cola, sungguh bukan menu sehat pikirku. Sembari menunggu pesanan datang, kami berbincang. Tak butuh waktu terlalu lama, makanan kami datang. Sambil melanjutkan percakapan ringan, kami menikmati panganan hingga habis dan pelayan membersihkannya. 

Tiba-tiba, satu piring cantik disajikan kembali di meja kami, dengan 2 scoop es krim vanilla dan stroberi dihiasi potongan buah stroberi segar dan daun mint. Aku rasa, aku tak memesannya. Kukirimkan kode pada Gus, jika memang dia memesannya, tetapi, dia hanya tersenyum dan memberi umpan balik kode untukku menikmatinya saja. Baiklah, es krim selalu kusuka.

Sendok kecil berwarna perak dengan sedikit aksen keramik motif bunga berwarna merah muda, kuayunkan ke dalam es krim vanila. Ada sesuatu yang keras. Aku sedikit aduk untuk memastikan apakah benda keras itu. Rupanya.... Cincin cantik dengan kilau permata kecil di tengahnya, tertanam di dalam sajian penutup tersebut. Aku tak mampu berkata. Hanya kutangkap senyum sangat menawan Gus sambil berucap, "Let's build our home together, honey!". Dan kupastikan tak akan ada rutukan pasca makan siang di hari ini. Aku terlalu bahagia.

Tuesday, July 28, 2020

Komunikasi Efektif dalam Pernikahan

When Silence in Marriage is Deadly (With images) | Communication in marriage,  Communication relationship, Marriage life
Picture by Pinterest

Kata orang, menikah itu artinya menyatukan dua keluarga, bukan hanya sekedar dua kepala. Artinya, perlu menyelami lebih dalam masing-masing keluarga dan berusaha untuk mengharmonisasikan keduanya. Terdengar mudah, walau pada kenyataannya sungguh jauh dari bayangan.
Tentang isi kepala manusia, sangat beragam dan unik. Jangankan yang berbeda ikatan darah, bahkan, yang masih satu garis keturunan pun tidak akan menjamin memiliki pemikiran yang sama terhadap suatu perkara. Menyelaraskan otak suami - istri pun kadang masih membutuhkan usaha lebih. Tak jarang diselingi bumbu adu argumen dan sedikit drama "pertikaian". Bagaimana dengan membangun keselarasan dengan keluarganya? 

Agak menarik bahasan di salah satu grup whatsapp saya sore ini. Diawali dari salah seorang member yang bertanya mengenai rasa kurang menerima ketika suami meminta izin keluar rumah untuk menjalankan hobinya, akhirnya melahirkan banyak sekali sub-bahasan yang sangat relate dengan kehidupan pernikahan.

Dari sekian banyak problematika yang diangkat di forum bebas tersebut, saya mendapati satu benang merah. Semua berkaitan dengan KOMUNIKASI.

Dilansir dari laman Wikipedia, komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain.

Informasi ini yang akan menghasilkan timbal balik berupa tanggapan yang akan membuka informasi baru.

Dalam hubungan suami - istri, yang terdapat dua kepala berbeda berikut isinya, maka proses ini memang memegang peran penting. Karena, masing-masing dari kita, baik sebagai istri atau pun suami, bukanlah seorang cenayang atau ahli telepati, yang mampu mengkomunikasikan sesuatu hanya melalui pikiran, tanpa pengungkapan. Media komunikasi kita sebagai pasangan normal adalah kata, baik lisan ataupun tulisan.

Jika komunikasi dengan pasangan telah baik, maka, membuka jalan komunikasi dengan keluarganya pun akan lebih mudah. Karena, kita bisa menggunakan pasangan kita sebagai pembawa informasi awal mengenai keluarganya untuk kita, sebelum akhirnya kita akan terjun sendiri secara langsung untuk melakukan komunikasi interpersonal dengan mereka.

Lalu, bagaimana cara membangun komunikasi yang efektif dengan pasangan?
Bagi sebagian orang mungkin akan berbeda. Setidaknya bagi saya, komunikasi efektif dengan pasangan dapat tercipta, bila :

1. Berusaha bersikap terbuka
Membiasakan untuk membahasakan setiap emosi yang dirasakan oleh kita, baik itu mengenai pasangan ataupun hal lainnya. Bukan hanya emosi negatif saja, emosi positif pun, seperti bahagia, terharu, bangga, perlu diungkapkan pada pasangan agar pondasi komunikasi dapat terbentuk kokoh.

2. Selalu berlandaskan kejujuran
Saya pribadi merupakan penganut "lebih baik pahit tetapi kebenaran". Bagi saya, white lies  itu jauh lebih berbahaya dari pada pertikaian buah dari mengungkapkan kebenaran. Kebohongan atau sesuatu yang ditutupi akan ada masanya. Setelah masa itu habis, maka akan terungkap juga. Namun, suasana akan jauh berbeda jika hal tersebut sengaja diungkapkan di awal ketimbang harus diketahui secara "paksa dan tidak sengaja" oleh kita. Setidaknya, dengan berkata jujur. maka, suatu permasalahan mampu diselesaikan lebih dini sebelum akhirnya semakin runyam dan kompleks. Ingat, satu kebohongan akan membuka kebohongan-kebohongan lainnya. 

3. Menjaga bonding dan keintiman
Salah satu hal penting dalam komunikasi pasangan adalah keintiman. Bonding  yang terbentuk akan mempengaruhi kwalitas komunikasi di atara keduanya. Banyak cara untuk terus menjaga keintiman dan mempererat bonding tersebut, salah satunya adalah pillow talk. Terutama bagi pasangan yang memiliki waktu kebersamaan sangat singkat, pillow talk sangat efektif dan mudah untuk dilakukan. 

4. Mampu menjadi pendengar yang baik
Jika suami - istri mampu saling mendengarkan, maka, kesalahpahaman akan lebih mudah diredam, selain didukung oleh sikap terbuka pastinya.

5. Perdebatan dihalalkan, tetapi dengan syarat tertentu
Untuk saya dan suami sepakat, segala bentuk perdebatan tidak boleh dibawa hingga pergantian hari. Sehingga, kami akan mengusahakan untuk meng-clear-kan masalah yang memicu perdebatan sampai batas waktu tidur. Jangan sampai, perdebatan masih berlanjut keesokan harinya, sehingga akan mengganggu mood seharian. Apalagi bagi yang sudah memiliki anak. Kondisi perdebatan yang berkepanjangan sangat tidak disarankan. Khawatir anak akan melihat dan juga merasakannya.

 Masih banyak cara untuk membangun komunikasi efektif di dalam berpasangan. Walaupun secara teori terdengar mudah, tetapi, pengaplikasiannya akan membutuhkan effort besar. Untuk itu, kita harus terus melatihnya, membiasakannya, tanpa patokan waktu. Bukankah menikah artinya bersedia untuk belajar sepanjang hayat? Karena menikah merupakan bentuk ibadah yang durasi ritualnya sangat panjang, yaitu semenjak ijab qabul dilaksanakan hingga maut memisahkan,

Allahu'alam bi shawab.

Monday, July 27, 2020

CERPEN : Di Ujung Cerita Hanya Ada Hampa

Seperti ombak yang merindu tepian, di sana kelak asa kan melabuh. 
Jika saja, masa itu tetap kan ada, akan ku serahkan segalanya.
***
Panas ini seolah mampu melelehkan isi kepalaku yang penuh sesak oleh target penjualan bulan ini. Merosot tajam. Si makhluk kasat mata telah berhasil memorak-porandakan perekonomian dunia, jelas sudah berimbas pada segala bidang, termasuk gerai sepatu kulit milikku. Dalan kondisi seperti ini, rasanya, membeli sepatu dengan harga yang lumayan merogoh kocek bukanlah suatu pilihan tepat. Huft.

Kuhempaskan untaian sumsum tulang belakangku pada sofa berwarna salem dengan motif bunga matahari. Kucoba pejamkan mata sejenak, bukan untuk tidur, hanya menerawang kegelapan yang pasti hadir bersamanya. Seperti harapku saat ini, menghilang dalam gelap dan tak perlu banyak menguras otakku yang kurasa kian menyusut volumenya, akibat beban kerja terlalu berat. Namun, terawangan tak berbuah ketenangan. 

Kusibukkan jemari dengan gawai.

Apa kabarmu hari ini? Aku sedikit kacau. Tapi, tetap kuharapkan hari yang indah untukmu. Jangan lupa makan dan selalu mencintaiku, okey?!

Kuletakkan gawai keluaran terbaru itu di atas dada dan kembali kuterawang kegelapan yang ternyata membawaku pada alam lain. Aku tertidur.
***

Namaku Salman. Sejak resign dari suatu perusahaan tersohor di Indonesia dalam bidang Teknologi Informasi, aku memutuskan untuk berbisnis. Semua kumulai dari nol, tanpa ada kesiapan sama sekali. Namun, saat itu aku merasa harus mengambil langkah ini. Tanpa berpikir lama dan panjang kuajukan surat pengundurandiriku. Tentu saja, pihak kepegawaian terkejut. Aku yang terkenal memiliki etos kerja yang baik dan pencapaian yang gemilang, secara tiba-tiba mengambil langkah tak terduga. Pak Respati, kepala kepegawaian, bahkan mengajakku untuk bernegosiasi, bilamana ini perihal gaji, mereka siap menaikkannya. Tapi, sungguh bukan itu. Bulat sudah keputusanku. Ada sesuatu yang sama sekali tak bisa tertebus oleh uang, oleh materi apapun.
***

Selamat pagi, terkasih! Setelah sekian lama, akhirnya hujan turun juga. Kamu selalu suka dengan wangi tanah saat hujan turun, kan? Dan kamu tahu pasti bahwa yang kusuka hanya kamu. Anyway, aku rindu….”

Pesan terkirim dan aku lebih siap untuk memulai hari. Sepotong roti gandum sisa kemarin, aku panaskan di dalam pemanggang. Kubalut dengan sehelai tisu dan tak lupa kuseruput tetesan-tetesan terakhir kopi tanpa gula yang mulai mendingin, sebelum akhirnya kubergegas menuju gerai sepatu, sebelum kemacetan ibu kota kian menjebak. Sesaat di ambang pintu, kutengok kembali ruangan di belakangku. Sangat berantakan. 

Kutarik napas panjang dan akhirnya kutinggalkan ia dengan iringan bunyi klik tanda kunci telah terpaut. Kulajukan mobil di tengah hujan tanpa suara apapun lagi menemani, hanya suara rintikannya saja, rintikan hujan.
***

Hari ini kuputuskan untuk menutup gerai lebih awal. Tertanggal 24 Maret 2020, hari jadi kami ke-tiga. Sedikit kejutan perayaan aku rasa akan menjadi ide yang baik. Aku akan pulang ke rumah, membersihkan badan, memilih kemeja biru laut bergaris putih yang merupakan favoritnya, menyisir rapi rambutku yang cepak dan juga beberapa semprotan Hugo Boss yang sangat dia sukai. Kutatap bayanganku di cermin berbingkai kayu jati, sempurna. Kunci mobil yang telah siap di tangan kanan dan juga sekuntum mawar putih merekah berpita emas di tangan lainnya, kini waktu yang tepat untuk pergi.

Gedung itu sangat megah dengan gaya kolonialnya yang masih kental. Kuparkir sedan hitam di bawah rindangnya pohon meranti besar. Aku rasa, usia pohon ini bahkan lebih tua dariku, terlihat jelas dari batangnya yang lebar dan juga akarnya yang sudah merambat ke permukaan tanah. Namun, sisi ini sangat kusukai untuk memarkir mobil. Terik matahari seperti tak dapat menembus kerindangannya, sehingga si roda empat pun terhindar dari panasnya.

Sekali lagi kuyakinkan bahwa penampilanku telah sempurna. Seperti pemuda yang hendak mengencani wanitanya untuk pertama kali, aku hanya ingin terlihat paling istimewa di hadapannya. Kusisir rambut yang masih sangat rapi itu dengan jemari. Kerah baju yang sangat jelas garis lipatnya, kugerak-gerakkan, untuk memastikan semua baik dan sesuai. “Aku siap menemuimu, sayang!” bisikku yang diikuti rekahan senyum di antara kedua sudut bibir.
***

Langit-langit kamarku hanya berwarna putih, tetapi, kebahagiaan yang membuncah membuatnya seolah berwarna-warni. Pertemuan dengan yang terkasih selalu membawa nuansa baik, setidaknya bagiku. Meski sesaat, hari ini penuh makna.

Terima kasih untuk hari ini. Sangat luar biasa. Apakah kau juga bahagia? Happy anniversary sekali lagi, sayang! Aku hanya punya kamu dan rindu. Love you.

Malam kian larut seiring bergantinya hari. Bulu mata beradu, merekat, diikuti dengkuran halus juga gumaman dalam tidur yang selalu seperti itu, beberapa bulan terakhir.
***

“Salman, kapan kau pulang, nak? Rasanya sudah lama sekali Ibu tidak bertemu.” Aku hanya bisa terdiam, bukan berpikir, tetapi, keengganan untuk menjawab mungkin alasannya. Di seberang sambungan telepon pun akhirnya diam. Saling tak bertutur, terbaca kecanggungan di sana.

Dia ibuku, ya, aku tahu. Sosok yang padanya aku berhutang nyawa. Tentang dilahirkan ke dunia, tentang dibesarkan. Aku menghormatinya, tak ada keraguan. Hanya saja….

“Bu, maaf, ada beberapa pembeli datang. Aku harus melayaninya dulu. Nanti Salman telepon lagi. Assalamu’alaykum.” Membuat alasan yang tidak sepenuhnya hanya alasan, memang terlihat dua orang wanita masuk ke gerai dan mulai melihat-lihat etalase sepatu pria. Terima kasih pada mereka, kecanggunganku dengan ibu dapat terhenti sementara waktu.

Kuhampiri kedua wanita tersebut dan mulai melayani mereka sepenuh hati hingga akhirnya sepasang sepatu terbungkus rapi, siap diadopsi sang pembeli. Terakhir wanita berbaju hitam yang tampak lebih tua di antara mereka, memberitahu bahwa sepatu pantofel hitam bertali tersebut akan digunakan oleh calon menantunya, calon suami dari anaknya, pada acara pernikahan mereka yang akan digelar di awal bulan April 2020. 

Aku turut bahagia mendengar beritanya. Betapa beruntungnya sang calon mempelai pria, memiliki seorang mertua yang begitu sangat menyayanginya, terlihat jelas dari pancaran mata wanita tua berbaju hitam saat berkisah tentang calon menantunya tersebut. Semoga kebahagiaan dan keberuntungan meliputi kedua mempelai. Ya, benar, keberuntungan.
***

Rumah ini terlalu besar untukku. Mungkin tepatnya, terlalu kosong. Halaman yang luas, untuknya yang gemar bertanam. Dapur yang bergaya modern lengkap dengan segala perangkatnya, sangat sesuai dengan seleranya, diharapkan akan membuatnya semakin betah mempersiapkan hidangan kegemaranku. Ruang makan bernuansa putih, warna yang sangat disukainya. Di sinilah kiranya kami akan menikmati sarapan atau makan malam bersama sambil sesekali bertukar cerita dan canda.

Kutatap kembali setiap ruangan. Berakhir pada kamar tidur yang sangat lapang, dengan dipan berkelambu. Meja rias dilengkapi cermin oval terletak di satu sudut ruangan, beserta lemari pakaian besar dengan empat pintu di sudut lainnya. Terpasang satu lukisan berukuran sepanjang tempat tidur, pemandangan taman bunga dengan mawar putih mendominasi, juga seorang gadis yang juga berbaju putih dan bertopi lebar di tengahnya, seolah tenggelam di antara hamparan mawar di sekelilingnya. Gadis itu adalah dirinya.

Aku terlalu rindu, sayang. Besok aku akan kembali menemuimu. Tunggu aku.
***

Gedung bergaya kolonial, pohon beringin tua. Kita bertemu lagi. Bukankah selalu bertemu beberapa bulan ini? Itu karena rindu yang tak kunjung terbayarkan.

Kususuri koridor dari gedung tua tersebut dengan sekuntum mawar putih berpita emas di tangan, membawaku pada sisi barat dari bangunan megah tempo dulu tampatku berpijak kini. Terus kususuri, hingga terdiamlah ku di depan pintu besi kokoh berwarna putih. Betul, warna kesukaanmu, walau hampir semua pintu di gedung ini berwarna serupa.

Terdapat jendela kecil tepat di tengah pintu tersebut. Jendela yang tak bisa dibuka, terbuat dari kaca tembus pandang. Melaluinya, kudapat melihat apa yang sedang terjadi di dalamnya. Sesosok gadis berparas cantik duduk di bangku sederhana menatap dinding. Tatapannya kosong. Sesekali matanya berkedip, gerakan yang sangat lamban. Tangan kanannya meremas ujung baju, tak ingin dilepas. Tangan lainnya menggenggam sesuatu dengan erat, cincin bermata satu dengan ukiran “Latifa & Salman” di sisi bagian dalamnya.
***

Namanya Latifa. Dia tunanganku. Tiga tahun sejak aku menyatakan cintaku padanya. Seharusnya awal April 2020 nanti menjadi hari besar bagi kami. Tanggal di mana kami akan mengikrarkan janji suci di hadapan Tuhan. Bila saja ibuku tidak secara diam-diam menekannya terus menerus untuk meninggalkanku, hanya karena dia hanya gadis biasa, tanpa garis keturunan khusus seperti dalam keluargaku. Bila saja di tengah tekanan itu, ayahnya tak meninggal dunia dan membuatnya menjadi gadis yatim piatu. Bila saja saat keterpurukan itu terjadi padanya, aku yang terlalu sibuk dengan kantor dan perusahaan, juga prestis diri untuk dicap sebagai karyawan teladan, dapat meluangkan lebih banyak waktu untuknya, memberi dukungan moral padanya. Bila saja waktu itu ada, aku hanya ingin melakukan segala yang kubisa baginya. Hingga tak perlu ia berada di ruangan ini, menatap kosong dinding berwarna putih, tanpa kata, tanpa suara. Meninggalkan kerinduan dan kehampaan pada sisi ruang batinku yang entah sampai kapan akan berlalu. Hanya mampu terus mengirim pesan tanpa balasan dari waktu ke waktu. Maafkan aku, sayangku. Aku cinta kamu.

Sunday, July 26, 2020

Ngalor Ngidul tentang Kopi

 
Sangat pahit dan hitam. Terkadang rasa asam tak mampu ditutupi, kentara sekali kelat di lidah. Untuk yang baru saja mencoba, tak sedikit yang merasakan sensasi berdebar di jantungnya. Kaget, tentu saja. Bahkan, beberapa mungkin urung untuk kembali menikmatinya. Trauma, mereka menyebutnya. Apalagi jika kemudian komplikasi panas ulu hati turut serta. Cukup sudah, mereka menyerah.

Sebentar. Mari ku tambahkan sedikit gula. Gula semut, gula pasir, gula aren, gula bubuk ataupun gula jagung. Apapun yang memberi kesan manis, biar ku padankan. Hmmm, ini enak. Manisnya mampu sedikit membiaskan rasa pahit utama. Namun, hanya sementara. Tak selang berapa lama, pahit itu kembali mendominasi. Bahkan, ku rasa, dengan adanya manis ini, sensasi kelat di akhir kian muncul di pangkal lidah. Ahh, aneh. Apa yang salah?

Ohh, ku ambil bubuk putih bertuliskan "krimer" di wadahnya. Dua sendok meja, baiklah, mari kita larutkan. Paradoks warna terlihat jelas, putih dan hitam perlahan berbaur bersama. Hitamnya kini memudar. Tak sepekat di awal. Cantik? Tidak juga. Hanya memberi sedikit pengharapan baru akan rasa. Jikalau pahitnya pun akan sedikit sirna, baiknya dicoba saja. Seteguk, dua teguk. Slurrpp. Gurih. Ya, ada rasa baru yang terkecap. Kini gurih, manis dan pahit, berkolaborasi bersama. Sepertinya, rasa baru perlahan-lahan mulai menarik perhatianku. Sepertinya juga, aku mulai suka.

***

853 Best Coffee Quotes images | Coffee quotes, Coffee, Coffee humor
Picture by Pinterest
Yup, aku bercerita tentang kopi dan juga setitik analogi kehidupan. Meski hitam dan pahit, dia sangat disukai. Setidaknya, bagi mereka para penggemarnya. Aku termasuk di dalamnya.

Tentang waktu, aku juga ragu kapan tepatnya ku mulai gandrung padanya. Dulu, bahkan, teh adalah pilihanku dan selalu terbingung-bingung pada setiap orang yang mampu menenggelamkan jiwanya pada minuman berasa pahit berwarna tak indah itu, kopi. 

Menyegarkan badan, menghilangkan kantuk, alasan yang dapat kuterima. Jelas saja, kandungan kafein memainkan perannya. Aha, mungkin itulah penyebab ia tetap memiliki banyak penikmat terlepas dari rasa dan rupanya. 

Dan lalu aku pun mulai bergantung padanya. Tak ada pagi yang aman tanpa kopi, begitu mindset-ku. Sehari satu. Tunggu. Kini, setidaknya dua kali dalam sehari. Resistensi kafein, istilah ilmiahnya. Tidak apa, bukan persoalan. Bahkan kini, tanpa atau dengan gula, tanpa atau dengan krimer, juga susu dan penyempurna lainnya, aku tetap dapat menikmatinya. Seruput demi seruput, ku angkat cangkirku. Bersulang!

Kopi bagiku bukan sekedar minuman. Kadangkala, saat butuh sejenak pelepas lelah dan runyam, kopi tempatku bersandar meski tanpa sandaran. Ya, aku tahu. Dia tak ada raga tuk benar bersandar atau suara untuk saling melempar kata. Namun, percayalah, kadang sesuatu dalam kebisuan lebih mampu menggali dalamnya rasa seseorang. Yang memahami tak selalu mereka dengan kata-kata bijak nan indah juga nasihat-nasihat yang baiknya dijadikan antologi saja. Terkadang seperti itu suasana hati.

Aku dan kopi mampu dengan caranya sendiri saling memadu romansa bersama. Itu sebabnya, setiap hari harus ku teguk. Selayaknya kekasih, tanpa temu akan menjadi rindu. Rindu itu berat, baiknya kembali ku seduh dan ku aduk saja, lalu angkat kembali cangkirmu, Nadya! Hempaskan rindumu bersamanya.

Begitulah kisah tentang aku, kopi dan kenyataan. Jika terdengar tak masuk akal, berarti kamu belum berjodoh dengan kopi juga kenikmatannya. Mudah-mudahan segera dipertemukan dengan jodoh kalian masing-masing, secepatnya. Salam bittersweet of life

Friday, July 24, 2020

Anak adalah Senyatanya Pengingat

Picture by Pinterest

Berbicara tentang anak, hampir semua setuju bahwa mereka adalah anugerah. Berkah yang Allah berikan pada kita sebagai orang tuanya.

Para ibu pun banyak yang mengelukannya sebagai sumber kebahagiaan, seolah-olah, bagi mereka yang belum dan bahkan tidak bisa memiliki keturunan, kebahagiaan itu sebatas cerita.

Terbukti, saat memiliki anak, segala topik pembicaraan dan tema kehidupan akan tertuju pada persoalan anak. Pertanyaan tak lagi seputar, "Eh, apa kabar? Lagi sibuk apa, nih?" Tetapi, tanpa basa basi, "Gimana kabar? Si kakak sudah bisa apa sekarang?"

Atau lain kasus, betapa banyak pula orang tua yang terus saja meninggi-ninggikan anaknya. Tidak bermaksud sombong, tetapi, orang lain secara implisit dapat menangkap kesombongan itu sendiri.

Apa itu semua salah, Nad?

Tentu saja tidak. 

Rasa sayang, rasa bangga, kepada anak  adalah naluriah. Dia akan tumbuh secara alami di hati setiap orang tua. 

Tak perlu ditampik. Saya pun begitu. Ada satu sisi ego diri yang sangat "memuja" anak. Melihat perkembangannya dari hari ke hari, terbersit, "masyaAllah, pintar ya anakku." Apalagi kalau si anak baru saja bisa atau mendapatkan skill baru, rasa bangga itu ADA. Tetapi.......

Ketika saya menatap kembali wajahnya saat tertidur, saya seperti disadarkan bahwa anakmu ini hanya titipan Tuhan. Layaknya suatu titipan, suatu saat kita harus rela untuk mengembalikan lagi ke Sang Pemilik. Kembali ini tentu bukan hanya sebatas konteks meninggalkan dunia. Namun, ketika masa itu datang, di mana mereka harus mulai menjalankan peran sebagai manusia dewasa seutuhnya, bekerja atau menikah misalnya, kita harus dengan ikhlas melepaskannya.

Child is the real reminder.

Bagi saya, seperti itu. Kehadirannya seperti membuka pikiran saya lebih luas, lebih dalam, lebih realistis. Ya, seperti membangunkan tidur panjang. 

Ketika saya terlalu asyik dengan dunia saya, dia hadir ke dunia dan mengingatkan saya akan fitrah diri sebagai wanita. Kembali untuk lebih fokus pada suami, dia (anak) dan rumah.

Ketika saya terlalu "ditundukkan" oleh rasa sayang yang luar biasa pada "anak", mereka sendiri juga yang mengingatkan bahwa mereka hanya titipan. Tak perlu terlalu posesif dan overprotective, justru bantu lah untuk menjadi sosok mandiri yang siap menghadapi kehidupan di masa akan datang, dunia mau pun akhiratnya. 

Ketika saya hendak berbuat hal yang tidak baik, anak yang mengingatkan bahwa dia butuh contoh yang baik dari orang tuanya. Seolah menjadi rem dalam bertindak dan bertingkah-laku.

Ketika saya sedang berselisih paham dengan suami, anak yang menjadi penengah walau tanpa laku atau ucap. Dia mengingatkan bahwa dia ada di antara kami, dia butuh kedamaian dari kedua orang tuanya.

Dia mengingatkan juga untuk saya terus belajar, mencari ilmu, tentang kepengasuhan, tentang menjadi orang tua yang lebih baik, istri yang lebih baik. Demi aura ketenangan di dalam rumah tercipta, untuknya, untuk saya, untuk semua.

Bahkan, ketika saya merasa bahwa jalan yang telah saya ambil ini salah, mulai terasa hawa "penyesalan", hari mulai dipenuhi "andai dan andai", ya, dia, anak, yang mengingatkan saya lagi bahwa sosok kecil ini lah yang akan menjadi tanggungan saya sebenarnya, di dunia juga di hadapan Tuhan kelak. Jika, saya mampu mengajaknya untuk baik, maka kebaikan juga bagi kami orang tuanya. Sebaliknya, jika, keburukan padanya terjadi atas kelalaian kita, orang tua, dalam mendidik, maka siaplah mempertanggungjawabkannya di akhirat nanti. 

Secara tak langsung, anak juga lah akhirnya yang mengingatkan diri ini untuk bukan hanya mengingat dunia, tetapi, kehidupan setelahnya. Dengan maksud membangun keluarga yang kelak dipertemukan kembali, sehidup, sesurga. Aammiin. πŸ’™πŸ’™πŸ’™

Monday, July 20, 2020

Dealing with Cyber Crime (Based on Experience)

Cyber crime. Sebagian orang mungkin sudah mengenal dengan baik istilah tersebut. Berkenaan dengan segala bentuk kriminalitas yang terjadi di dan atau melalui dunia maya. 

Seiring terus berkembangnya teknologi, juga semakin mudahnya akses internet, membuat makhluk bernama manusia semakin kreatif. Sayangnya, kreativitas yang berkembang ini bukan hanya dalam hal positif saja, tetapi juga, dalam hal negatif, yang tidak jarang mengarah pada kriminalitas.

Saya bukan bermaksud membuat kuliah umum mengenai cyber crime ini, juga tidak ada niatan untuk mengulas tuntas definisi dan berbagai macam teorinya. NoJustru, saya ingin sedikit berbagi (dengan sedikit unsur curhat juga) tentang pengalaman pribadi yang sepertinya masih berbau cyber crime.

Hari ini berjalan dengan cukup tenang. Tidak ada drama berlebihan tentang bocah, suami, semua berjalan sangat normal dan menyenangkan. Ketika, tiba-tiba pesan whatsapp masuk. Tertulis di layar gawai, pengirim pesan adalah Tante Ninuk. Yup, beliau adalah istri dari paman saya, adik kandung dari papa. Sejujurnya, bukan hal lumrah kami berkomunikasi lewat chat, kami tidak sedekat itu. Datangnya sebuah pesan darinya tentu saja membuat saya agak bingung juga kaget.

Singkat cerita, tante saya itu tiba-tiba dihubungi oleh seseorang yang mencari suami saya, katanya suami saya berhutang dan harap segera dilunaskan.

Ada hal yang agak mengganjal bagi saya:
1. Saat ini kami sedang tidak terikat hutang piutang dengan orang luar manapun. Bahkan, tidak lagi ada kartu kredit yang aktif sama sekali.
2. Peneror tersebut menyebut-nyebut nama suami saya Muhammad Ali, sedangkan nama suami saya hanya Ali tanpa ada panjangan apapun.
3. Masih gagal paham tentang pemilihan orang yang dikejar-kejar akibat utang yang tersangkut. Jelas tante saya itu tidak begitu banyak komunikasi dengan saya, apalagi dengan suami. Bahkan, suami saya pun baru memiliki nomer HP beliau saat ada kejadian ini, melalui saya. Tetapi, mengapa orang yang ditagihnya adalah beliau, bukan saya dulu misalnya, sebagai istrinya, dan jelas-jelas nomor HP saya tidak pernah berubah sejak tahun 2003. 

Akhirnya, saya konfirmasi suami saya saat itu. Kaget, karena merasa tidak enak juga ke keluarga saya, jika mereka akhirnya berpikiran bahwa benar kami ada masalah hutang piutang.

Suami pun sama kagetnya dengan saya. Dia pun akhirnya mencoba menghubungi kembali nomor peneror, berkali-kali, melalui panggilan telepon dan juga pesan teks, tetapi, selalu di-reject. Bahkan, akhirnya nomor suami saya seperti di-block oleh peneror tersebut.

Saya sempat menanyakan kepada suami perihal foto yang disebarkan oleh peneror. Foto suami berpose seperti sedang tahap verifikasi data via online. Dia menjelaskan bahwa seingatnya, pose tersebut diambil dan dikirim ketika akan verifikasi data untuk pemasangan layanan internet. Saya langsung berasumsi bahwa foto verifikasi yang sering diminta di hampir semua aplikasi yang memiliki akses dengan pendanaan, berstatus tidak aman. Mungkin tidak semua, tetapi, kejadian bocor data dan akhirnya disalahgunakan pun masih marak.

Rasa penasaran saya masih cukup tinggi, sehingga saya pun mencoba untuk profiling pemilik nomor tersebut melalui laman Google dan juga aplikasi pelacak nomor. Nomor tersebut tertulis nama Lubis di aplikasi whatsapp, tetapi, ketika saya lacak lebih luas, hasilnya adalah nihil.
Profiling melalui laman Google.
Profiling melalui aplikasi truecaller.

Saya kurang yakin mengenai alasan tidak terdaftarnya nomor tersebut. Apakah tersinyalir pada tindak murni penipuan atau bisa saja mungkin benar nomor tersebut adalah nomor debt collector yang bekerja untuk suatu perusahaan fintech ilegal, dengan kasus, terjadi kebocoran data suami saya, sehingga dapat disalahgunakan oleh pihak ke-tiga untuk meminjam uang pada salah satu perusahaan fintech ilegal tersebut. Semua masih berupa asumsi, mengingat kami tidak pernah merasa meminjam uang ataupun berhutang pada suatu badan atau pun perseorangan manapun. Angka yang mereka sebut pun agak rancu bagi kami, Rp 1.605.000,-. Tanpa bermaksud sombong atau apapun, tetapi, Alhamdulillaaah untuk nominal tersebut saya kira kami masih cukup mampu meng-cover-nya tanpa harus meminjam dari pihak lain.

Ada suatu kekhawatiran lain sejujurnya untuk suami saya. Jika, peneror meretas kontak teleponnya, artinya, ada kemungkinan SMS blasting ini pun akan dikirimkan secara acak ke nomor-nomor lain di daftar kontak tersebut. Sedangkan, tak sedikit mereka adalah para client dan rekanan suami. Ditakutkan imbas jangka panjangnya akan mempengaruhi alur bisnis dan pekerjaan juga. Alih-alih uang sejumlah dua juta kurang, kredibilitas perusahaan menjadi taruhannya. 

Kami berharap, semua itu hanyalah bentuk kekhawatiran kami saja. Tidak akan ada lagi kelanjutan dari teror seperti ini. Saya pribadi sudah berencana untuk mengangkat kasus ini pada pihak berwajib bidang cyber crime. Bila kejadian terulang, tak ada cara lain selain menempuh jalur hukum dan saya sangat siap dengan prosesnya. Karena, ketenangan hidup itu harus diupayakan, bukan? Terlebih sangat berhubungan dengan keamanan, betul?

Mungkinkah ada yang memiliki pengalaman serupa?

Sunday, July 19, 2020

Kencan Pertama Pasca Pandemi

Setelah sekian purnama, akhirnya bisa nge-date juga. Uhuy. Menurut kalian, seberapa penting sih memiliki waktu "berdua saja" dengan pasangan setelah punya anak? Kalau saya pribadi merasa penting sekali. Dengan waktu "berdua saja" ini, banyak manfaat yang dapat saya dan pak Suami rasakan. Salah satunya, membangun komunikasi efektif.

Terkadang, sejenak keluar dari rutinitas dan lingkungan sehari-hari, dengan pasangan, mampu membentuk kembali kehangatan dalam hubungan. Bukan bermaksud egois dan menelantarkan anak, tetapi, moment hanya berdua ini seolah memberi ruang pada masing-masing, suami dan istri, untuk dapat lebih saling memiliki. 

Keseharian, suami yang mungkin mayoritas fokusnya pada pekerjaan, sedangkan istri fokus utama pada rumah dan anak, ketika memiliki waktu "berdua saja", seperti memberi waktu khusus untuk lebih fokus hanya pada satu sama lain, dan ini sangat penting. Dengan mencurahkan perhatian lebih, meski pada saat tertentu, kelanggengan dalam suatu hubungan dapat terjaga, insyaAllah.

Kali ini, kami menyempatkan diri untuk dinner berdua di suatu resto dengan suasana tenang dan nyaman di daerah Cipanas-Cianjur. Kebetulan, Anis sudah tidur di rumah orang tua dan saya bisa menitipkan pada adik saya yang tinggal serumah dengan mereka.

Ini kali pertama kami dine-in di kafe pasca pandemi. Sengaja saya memilih waktu malam hari dan mendekati last order time, sehingga suasana kafe sudah sepi. Sayang sekali, protokol Covid-19 tidak diterapkan seutuhnya di kafe ini, entah karena saya memang datang sudah mendekati waktu tutup operasional atau memang mereka tak menerapkan itu sejak awal, tetapi, ketika memasuki resto tersebut kami tidak menemukan ritual pengecekan suhu. Meskipun, beberapa hand sanitizer tetap mereka sediakan di dekat mesin kasir.

Para petugas di kafe tersebut pun tidak semua menggunakan makser. Begitu juga penjarakan pada kursi dan meja, saya tidak melihat ada pengaturan khusus, masih tetap senormalnya tata ruang kafe. Padahal, kafe tersebut termasuk kafe kelas atas dan cukup terkenal di situ.

Bahagia rasanya dapat sejenak keluar dari rutinitas, sambil berbicara dari hati ke hati mengenai isu-isu internal maupun eksternal rumah tangga. Dengan diselingi kisah-kisah masa silam, romansa pada zamannya hihi.

Suasananya yang sedikit vintage dengan ornamen modern di beberapa sudut, menambah suasana semakin hangat dan rilex. Kami memilih lantai dua dengan display interior yang sederhana, hanya terdapat jendela besar yang langsung menghadap ke jalan. Sebenarnya, lantai tiga adalah spot terbaik, karena terdapat bagian outdoor dengan konsep roofpark sederhana. Namun, karena lebih banyak pengunjung di sana, saya lebih memilih lantai ini yang cenderung kosong.

Alhamdulillaaah, hanya sekitar satu jam kami di sana, menikmati sajian dan suasana, saling bertukar cerita. Namun, rasanya cukup sebagai upaya memenuhi kembali "bejana kebutuhan" kami sebagai pasangan suami-istri.

Alhamdulillaaah 'ala kulli haal πŸ’™

Tak sabar rasanya, ingin pandemi segera berakhir. Sehingga, kami dapat memiliki waktu "berdua saja" ini dengan lebih rutin dan tenang, tanpa rasa was-was, aaammmiin. 

Friday, July 17, 2020

CERPEN : Apakah Cinta (Bagian 1)

Mata sipit namun tajam, seperti berkarakter. Wajah putih yang siap merona setiap paparan sinar mentari mengelus kedua pipinya dengan manja. Dagu lancip sangat sempurna menopang bibir mungil berwarna merah jambu yang selalu terlihat basah. Semuanya terbingkai indah dengan helaian rambut sebahu sangat lurus berwarna hitam. Tetapi, bukan itu yang membuatku sangat menginginkannya. Melainkan, kursi roda yang selalu menemaninya kemanapun dia berpindah.
***

Well, hay, gue Birru. Bukan karena gue suka warna itu, tetapi, ulah nyokap bokap yang terinspirasi oleh salah satu anak selebgram di zamannya. Whatever, gue tetap suka hitam. Sangat mencerminkan pribadi gue yang, yaaa, bisa dibilang "kelam".

Sehari-hari gue dinas di lapangan, alias di luar kantor, mencari para crazy rich untuk gue santap. Eits, please, bro, jangan salah sangka. Gue memang mengincar mereka untuk bersedia menjadi nasabah prioritas di tempat gue bekerja. Yup, gue adalah seorang funding officer di suatu bank kelas atas Indonesia. Meski dulu gue menghabiskan empat tahun perkuliahan berkutat dengan biologi dan tetek bengeknya, tetapi, ke-encer-an otak gue lumayan terpakai juga di dunia perbankan, thanks for logic skill i got from college, anyway.

Ada kebiasaan di kantor gue, dan sepertinya hampir setiap perusahaan perbankan juga begitu, setiap tahunnya diadakan acara outing sebagai salah satu bentuk resfreshing para pekerja yang telah menjadi bagian anggaran tetap dari laba perusahaan. Maklum, kerja kami lumayan hectic. Gaji kami mungkin lebih tinggi dibanding beberapa bidang usaha lain, tetapi, sangat berbanding lurus dengan jam kerja. Kalau kata mas Arga, rekan satu bagian gue, "Kita gaji boleh lah gede, tapi, secara ga langsung waktu kita dibeli sama perusahaan. Kapan pun perusahaan butuh, kita harus siap sedia, walau pun itu tanggal merah atau bahkan lagi lemes demam karena flu berat misalnya." Dan itu bukan pernyataan salah menurut gue. Begitulah keadaannya.

Tahun ini, tempat tujuan outing kami adalah Singapura. Tak berlebihan, toh bahkan, tahun lalu kami semua digratiskan ke Thailand. Sebenarnya, jika dihitung, semua biaya perjalanan kami tak ada apa-apanya dibandingkan dengan laba yang berhasil kami peroleh selama setahun bagi perusahaan. So, enjoy, man!
***

Bandara Changi hari itu sangat ramai. Memang selalu ramai kukira. Kami satu rombongan siap dijemput oleh agensi perjalanan untuk diantar ke penginapan di daerah Bugis. Dua buah bus dengan kondisi sangat prima telah menunggu kami di pelataran Terminal 4. Ada enaknya juga mengikuti agen perjalanan seperti ini, tidak perlu memikirkan moda transportasi, bersusah-susah menuju Terminal 2 hanya untuk mengejar jadwal MRT menuju downtown dan sebagainya. Setelah melewati proses imigrasi yang lumayan ketat, akhirnya kami semua berhasil lolos dan melaju untuk melanjutkan perjalanan.
***

"Birr, malem ini free schedule, kan? Gito ngajak cuci mata ke Geylang. Gabung, yok?!" Ajakan Lexi cukup menggiurkan.

Hal yang biasa dalam pergaulan kami. Bukan memukul rata, tetapi, 
hampir semua seperti ini. Karena kami punya uang, kami punya prestis, terkadang kami terlalu bebas dan lupa diri.

Geylang Road adalah red district yang terkenal di negara ini. Terdiri dari beberapa gang/jalan kecil yang digambarkan dengan angka. Jangan membayangkan gang yang sangat sempit dan kumuh seperti di Jakarta. Menurut gue, kondisinya sangat rapi untuk kelas gang. Tapi, sangat tidak disarankan untuk anak di bawah umur berkeliaran di area ini. Sangat TIDAK disarankan.
***

Berempat kami menjelajahi malam "kebebasan" bersama; gue, Gito, Lexi dan Rio. Yang lain pun memiliki agenda masing-masing, tersebar di bagian pusat negara Singapura yang tidak begitu sulit dikuasai. Gue pun, bukan hanya kami berempat yang memilih "bermain" ke Geylang Road itu, karena beberapa kali kami berpapasan dengan sesama rekan saat menuju area tersebut. Tetapi, kami hanya berpura-pura saling tidak mengerti tujuan satu sama lain.

Gito memutuskan untuk naik MRT dari stasiun Bugis, yang kebetulan hanya walking distance dari hotel kami. Tak sulit menuju tempat tujuan kami, hanya perlu melewati beberapa stasiun, dan kami pilih stasiun Aljunaid sebagai persinggahan. Sebenarnya, bisa saja kami turun di stasiun Kallang atau Paya Besar, tetapi, kami memilih Aljunaid karena merupakan stasiun akhir sebelum intersection MRT yang masih melingkupi Geylang Road. Artinya, kami dapat lebih leluasa menjelajah daerah tersebut, walau kaki pegal-pegal akan jadi barterannya.

Gue berjalan di belakang, bersama Lexi. Gito dan Rio, sebagai dedengkot daerah sini, memimpin di depan. 

"Git, jangan lupa matiin dulu hape deh sebelum Rosa ngontakin," canda Rio kepada Gito. Yup, benar, Gito bukanlah bujangan. Rosa yang cantik dan anggun adalah istrinya, yang telah melahirkan seorang anak cantik dan lucu luar biasa. Jika ditanya, "Yaelah, bro! Lo udah punya bini cantik, anak lucu, masih aja demen "jajan", apa yang lo cari, sih?" Jawaban klise, "Ini cuma buat kesenangan, man! Selingan diantara tumpukan laporan target harian, mingguan, bulanan, tahunan," yang dilanjutkan tawa puas terbahak-bahak.

Namun, Gito bukan satu-satunya. Rio pun berstatus ayah dari dua jagoan yang sudah mulai beranjak dewasa. 

Lagi-lagi gue tekankan, begini lah pergaulan kami, bukan semua, tetapi, hampir semua.

Walau gue dan Lexi masih aman, karena bujang. Gue sadar, kok, bahwa itu bukan jadi alasan cukup untuk membenarkan kelakuan gue. Tapi, jawaban sama seperti Gito dan Rio, "Ini hanya untuk kesenangan!"
***

Foto-foto terpajang, berjejer rapi di jendela atau etalase sederhana bangunan-bangunan dengan temaram lampu berwarna-warni. Gemerlap, namun, remang. 

Berbagai macam wanita dari beragam etnis berpose dengan gaya yang dibuat sensual. Berusaha menarik perhatian melalui gambar dua dimensi, para pejalan kaki yang mungkin saja akan menjadi pelanggannya. 

Beberapa bahkan berdiri manis di depan pintu bangunan tersebut, sembari menghisap rokoknya, sesekali melemparkan tatapan, dan bahkan, sapaan genit pada lelaki yang melintasinya. 

Lelaki hidung belang, gue mungkin salah satunya, banyak berkeliaran. Sebagian dalam kondisi mabuk, terlihat dari cara berjalan dan menatap. Satu atau dua orang wanita cantik bermanja-manja menemaninya. Semua terjadi di tengah jalan, sejauh mata memandang.

Disekitarnya, berjejer hotel dengan tarif murah berdiri. Yang anehnya, terlihat sepi di siang hari, namun, sangat ricuh dan ramai di malamnya. Didapati banyak pasangan keluar masuk dengan bebas dan cuek, sangat kentara untuk tujuan one stand night semata. 

Gue selalu takjub setiap melintasi area ini. Antara kesenangan dan keprihatinan yang gue tangkap, menurut kaca mata gue pribadi. Di balik senyum nakal, rayuan gombal dan gestur-gestur manja, ada tatapan kosong yang bisa gue terka. Seperti bentuk kelemahan yang berusaha ditutupi. Atau luapan persoalan hidup yang dijerat. Semuanya sangat apik terbungkus dempulan kosmetik juga pakaian menarik. Tak lupa, sedikit bumbu senyum kepalsuan.

Dan di pojok gedung itu. Gedung tua berlantai tiga, tidak terlalu luas. Dengan lampu berwarna lembayung seperti berusaha menyamarkan keberadaannya. Terduduk seorang wanita dengan tampilan tak jauh beda dengan yang lainnya, hanya saja, dia berkursi roda.
***

"Free?"
"Ya, $50."
"Hm, ok, deal!"

***
Gue gila, iya, gue paham. Hanya untuk wanita berkursi roda, gue deal dengan cepat, dengan tarif yang terlalu tinggi. Jangan ditanya, mata Lexi seperti siap keluar dari tulangnya, melongo melihat kebodohan yang gue buat. 
"Gila lo, Birr! Kayak ga ada pilihan lain aja!"
Gue pun bingung dengan yang baru saja gue lakukan. Kenapa semudah itu gue tarik ini cewek? Kenapa? Alasan yang berusaha gue telisik, tetapi, gagal untuk menyimpulkan. Dan berjalanlah gue, mendorong kursi roda yang telah lapuk itu, menuju salah satu hotel kelas menengah terdekat. Meninggalkan Lexi, Gito, Rio yang hanya bisa terkaget-kaget yang tidak bisa disembunyikan.

Thursday, July 16, 2020

Yuk, Kita Menjelajah Lagi

Saat itu udara Jakarta sangat panas. Sedari pagi, bahkan sebelum fajar. Mungkin karena kami terbiasa dengan cuaca Bandung yang cenderung lebih dingin sehari-hari.

Hari itu, tanggal 19 Desember 2019, saya dan Anis "menemani" ayah Anis meeting di Jakarta. Sebenarnya, tidak ada yang spesial dengan meeting dan ibu kota bagi kami. Namun, ternyata, perjalanan kali ini mengukir satu kenangan dan pengalaman yang tak terlupakan.

Tertanggal 20 Desember 2019, hari ke-dua kami berada di ibu kota. Sejak pagi ayah Anis sudah berangkat untuk bertemu beberapa rekan bisnisnya. Saya dan Anis, yang saat itu memilih untuk sekalian staycation, tidak menginap di rumah nenek seperti biasa. Kami menikmati fasilitas hotel dan kemudian leyeh-leyeh hingga hampir pukul 10 pagi saat itu.

Lama-kelamaan, saya keidean untuk sedikit menjelajahi Jakarta, hanya berdua dengan bocah. Saat itu, kami menginap di daerah Cilandak, saya teringat dengan kebun binatang Ragunan yang tidak jauh dari lokasi kami. Dengan suasana dadakan, tanpa pikir panjang, saya langsung berkata pada Anis, "Nis, mau lihat orang utan sama giraffe ga?" Anis yang suka sekali dengan kedua hewan tersebut langsung antusias tentunya. Langsung kami berganti kostum, packing seadanya (baju ganti Anis, diaper, minum dan cemilan, payung dll) dan menuju lobi. 

Sesampainya di lobi, galau bagian dua pun terjadi. "Wah, naik apa ya enaknya? Bawa mobil atau mencoba kendaraan umum, ya?" Setelah mempertimbangkan keadaan lalu lintas yang "kurang bersahabat" bagi saya, akhirnya diputuskanlah menggunakan kendaraan umum. Awalnya, saya ingin mencoba mengajak Anis menjelajah dengan Trans Jakarta atau KRL atau MRT, tapi, saya urungkan. Melihat udara yang panas sekali saat itu, juga waktu yang semakin cepat berjalan menuju siang, akhirnya saya memutuskan pesan mobil dari aplikasi ojek online saja, hehe.
Setibanya di lokasi, saya agak kaget sendiri. Ternyata, areanya sangat luas, di luar bayangan. "Dulu rasanya ga se-luas ini, deh!" pikir saya. Atau mungkin sebenarnya hanya perasaan saja? Haha. Saya yang kala itu tidak membawa stroller, agak jiper. Maju mundur untuk membeli tiket dan masuk. Tapi, kemudian saya putuskan untuk tetap melanjutkan penjelajahan, hanya kami, saya dan Anis, dan ini adalah kali pertama bagi kami berpetualang ke tempat wisata luas tanpa ayah.

Kesan perjalanan kali ini, LUAR BIASA. Semua rasa kami dapat. Senang, antusias, lelah. Kami nikmati saja. Tapi, rasa yang paling membekas adalah rasa bangga karena bisa mengajak Anis mengenal macam-macam binatang secara riil dan dengan santai karena kebetulan hari itu adalah hari Jumat, kebun binatang Ragunan terbilang sangat sepi.
Melihat ekspresi Anis saat pertama kali melihat orang utan, berbinar-binar. Sebelumnya, saya pernah mengajaknya ke kebun binatang Bandung. Tetapi, kondisi hewan-hewan di sana cukup memprihatinkan, termasuk si orang utan. Juga, saat itu Anis belum terlalu paham tentang binatang.

Di Ragunan, dia seperti menceritakan semua yang pernah dia dapat dari buku. Membandingkan juga bertanya ini itu. "Waaaaah, masyaAllah ibuuu, giraffe itu tinggi sekali, yaaaa. Anisnya jadi kecil ga keliatan sama giraffe." "Ibuuu, itu belalai, ya? Itu gading, ya? Wow, bener kata buku telinganya lebaaar!" Dan ketakjuban lainnya yang sangat berharga bagi saya. 

Belum cukup dengan para binatang, Anis pun dipuaskan dengan arena bermain outdoor yang luas. Bertemu dengan kawan-kawan baru, belajar berinteraksi. Saya biarkan dia bermain hingga merasa cukup dan akhirnya dia meminta untuk pulang dengan sendirinya. Anis puas, ibu lemas, haha.
Sebelum pulang, kami membuka bekal makan yang telah dibeli di luar kawasan Ragunan. Sambil duduk di kursi santai yang banyak tersedia, terutama di kawasan taman, kami menikmati makan siang dengan lahap.
Setelah kenyang, saatnya benar-benar pulang. Tapi, eits, kita abadikan moment dulu, ya. Jadi, saat pertama masuk gerbang, banyak fotografer mengambil gambar para pengunjung yang kemudian hasilnya bisa ditebus saat keluar atau saat pulang. Untuk saya, pasti tak akan dilewati hal ini πŸ’™

Sesampai di hotel, kami membersihkan diri. Beristirahat sejenak sambil menyantap makan malam yang terlalu cepat (lelah berbuah mudah lapar). Tak lama dari itu, Anis tidur dengan tenang. Sebelum ritual doa, dia tetiba mencium pipi saya dan berbisik, "Makasih, ibu, udah ajak Anis ke kebun binatang. Sayang ibu". Ahhhh, segala lelah pergi entah kemana. Bahagia karena selalu menjadi orang pertama yang menyaksikan mata berbinar-binarnya saat menemukan dan mengukir pengalaman-pengalaman pertama. insyaAllah, setelah pandemi Covid-19 mereda, kita buat pengalaman seru lainnya ya, nak! πŸ’™πŸ’™πŸ’™

Tuesday, July 14, 2020

Ongoing yang Kaya akan Manfaat

Picture by BlackCatsSVG

Annyeong! 
Apa kabar, chingu-deul?
Juga para warga Republik Kokoriyaan, damang
From Korean to Sundanese ceritanya πŸ˜†

Jika sapaan sudah ke-koreakorea-an begitu, sudah barang tentu bahasan kali ini sangat erat kaitannya dengan dunia para oppa dan eonni 🀭

Nah, sedikit cerita dulu yaa. Dulu, awal-awal saya menyukai KDrama, selain mengikuti serial di televisi, juga membeli kaset DVD (bajakan tentunya, Astagfirullaah 😣). Di zamannya, download atau streaming melalui web penyedia tontonan bukanlah hal yang lumrah. Selain harga quota internet yang masih lumayan mahal, akses internet yang belum semudah saat ini, juga rasanya belum banyak penyedia jasa tontonan. Sehingga, KDrama ongoing belum terlalu populer, apalagi yang merujuk langsung jadwal rilis di negara asalnya (kecuali bagi pelanggan tv cable). KDrama yang sudah tamat (completed) tentu menjadi pilihan, karena saya membeli kaset DVD satu judul berisi sekitar tiga hingga empat keping untuk episode awal hingga akhir.

Seiring berjalannya waktu, teknologi internet makin canggih dan umum. Penyedia tontonan pun menjamur, dari bentuk aplikasi yang legal hingga web ilegal. Akses untuk menikmati tontonan ongoing yang realtime dengan negara produsernya menjadi semakin mudah, tak harus berlangganan tv cable juga semacamnya. Hingga akhirnya, KDrama ongoing pun semakin digemari.

Manfaat Menikmati Tontonan Ongoing :

1. Melatih kesabaran
KDrama tidak seperti sinetron di Indonesia yang bisa tayang setiap hari selama seminggu. Pada umumnya, serial KDrama akan rilis sebanyak dua kali dalam seminggu dengan jadwal yang tetap. Terdapat jeda beberapa hari untuk dapat mengetahui kelanjutan dari judul yang sedang kita nikmati, bukan? Penantian ini yang secara tidak langsung melatih kita untuk bersabar.

2. Mengembangkan daya imajinasi
Selama jeda penantian episode terakhir menuju episode selanjutnya, tak sedikit dari kita yang akhirnya mengira-ngira lanjutan jalan cerita. Sambil berbincang dengan kawan yang sama-sama mengikuti judul tersebut, saling mengutarakan imajinasi masing-masing akan plot yang mungkin akan terjadi. Jelaslah, daya imajinasi pun terasah karenanya.

3. Lebih mendalami film juga hal-hal yang berkaitan dengannya
Dengan adanya jeda, artinya, waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu judul pun akan semakin lama. Katakanlah, satu minggu tayang dua episode. Jika, satu judul berisi enam belas episode, maka setidaknya delapan minggu kita baru dapat menamatkan judul tersebut. Selama kurun waktu itu, juga selama jeda penantian, kebanyakan dari pengikut judul tersebut akan mencari informasi lebih mengenai film itu, seperti para tokohnya, original soundtrack-nya dan juga berita-berita viral yang berhubungan dengan tokoh pemain serta film tersebut. 

4. Melahirkan lebih banyak komunitas
Para penikmat KDrama ongoing ini akan banyak mencari tahu tentang segala hal yang berkaitan dengan film yang sedang diikuti. Salah satunya, melalui media sosial. Tak jarang yang berawal dari saling comment di kolom komentar, akhirnya bersatu dan membentuk komunitas baru dengan ketertarikan yang sama. Komunitas penggiat KDrama pun kian menjamur.

5. Terciptanya jiwa-jiwa "detektif"
Kisah lain dari mengikuti serial ongoing adalah mengenai spoiler. Untuk mereka yang anti-spoiler club, sudah pasti akan menutup telinga dan mata rapat-rapat sebelum akhirnya berkesempatan untuk menonton episode terakhir yang tayang. Tapi, banyak juga para spoiler club, di mana mereka akan mengulik, dari sumber apa pun, informasi mengenai boacoran cerita untuk episode selanjutnya. Akhirnya, para "detektif spoiler" pun merajalela.

Cukup banyak rupanya manfaat dari menikmati serial ongoing tersebut. Mungkin, chingu-deul memiliki tambahan manfaat lain?

Lalu, bagaimana dengan saya? Apakah serial ongoing yang paling dinanti? Hohoho, tentu saja tidak, Euis! Jelaslah saya akan lebih memilih KDrama completed ketimbang ongoing, dengan pertimbangan "saya tidak suka dibuat penasaran" haha. Tetapi, hal ini tentulah juga tidak mutlak. Jika ada judul ongoing yang ternyata nggregeti hingga akhirnya dirasa cukup untuk menjadi "worth the wait", tentu tidak menutup kemungkinan saya pun akan dengan setia dan sabar menanti hehe. Saya tak sesaklek itu, kok 🀭 Tidak sedikit juga serial KDrama ongoing yang sudah berhasil dan atau sedang saya pantengi πŸ˜†

Nah, para warga kokoriyaan lain pun bersuara tentang topik ini, nih! Seru, lho, menelisik opini mereka tentang serial ongoing dan completed! Kindly check them out, fellas!πŸ’™πŸ’™πŸ’™

Kak Rijo - Dear, Kang-chul
Teh Lala - You Complete Me
Mbak Ima - Dari Sebuah Cerita, Aku Butuh Kepastian
Teh Gita - Ongoing Makes Me Crazy
Mbak Rosy - Kenapa Ongoing Kalau Bisa Completed
Kak Lendy - Drama Ongoing : Once Again
Mbak Rani - Dari Ongoing ke Marathon
Mbak Dee - 7 Alasan KDrama Ongoing Lebih Asyik Ditonton
Mbak Asri - Semua Unik, Semua Asyik
Mbak Litha - King Maker The Change of Destiny
Kak Risna - Balada Nonton Drakor Ongoing

Monday, July 13, 2020

Indahnya Berkomunitas

Picture by Pinterest

Bismillaah.
Ide menulis yang terlahir mendekati jam-jam Cinderella. Sejujurnya, hari ini bahkan hampir saja saya berniat untuk skip menulis. Bukan kekurangan ide, tetapi, mental baja bernama "konsisten" itu masih kadang terasa asing bagi saya, mungkin butuh lebih banyak PDKT, hehe.

Lalu kemudian, terjadilah suatu peristiwa (jeng jeng jeng jeeeeng) yang akhirnya memaksa saya untuk menulis juga. 

Ting teng. Notifikasi whatsapp dari grup HIMA Matrikulasi muncul di layar handphone. Setelah saya cek, rupanya berupa pengumuman event.
Menarik, pikir saya. Akhirnya, saya pun bergabung dengan grup arahan event tersebut. 

Kondisi grup masih terkunci saat itu. Hanya admin yang mampu mem-post sesuatu di laman grup. Selepas maghrib, grup pun dibuka bersamaan dengan beberapa pengumuman terkait jalannya acara daring esok dan dilanjutkan dengan perkenalan. 

Sambil menemani Anis menuju tidur, sesekali saya tengok update-an grup. Muncul lah satu nama dengan nomor yang agak familiar bagi saya akhir-akhir ini. Beliau memperkenalkan diri, teh Rahmawati asal Bandung, tulisnya. Saya mengernyit dan berpikir, Rahmawati? Nama ini sering saya lihat beberapa hari terakhir, di mana ya

Jiwa kepo saya tak bisa tertahan kadang-kadang. Akhirnya, saya cek grup lain dan memastikan nomor dengan nama tersebut memang tergabung atau tidak. Terhentilah di salah satu grup yang sedang aktif membahas pemilihan ketua warga. Yup, grup komplek tempat saya tinggal rupanya. Saya memang warga baru di sini, belum banyak mengenal juga, tetapi, saya selalu pastikan mengikuti perkembangan berita warga melalui grup tersebut.

Saya pun ikut serta memperkenalkan diri di grup event,
Salam. Salam kenal, Nadya dari Bandung 😊 teh @⁨GCR Rahmawati⁩ , kayaknya kita tetanggaan ya? GCR betul?

Setelah itu, berlanjutlah kami pada perkenalan lebih mendalam lewat japri. Ternyata, teh Rahma bisa tergabung dengan event itu karena mengikuti komunitas yang sama dengan yang saya ikuti, yaitu Institut Ibu Profesional. Percakapan kami pun lebih personal mengenai perkenalan, sampai titik di mana diketahui bahwa kami berdua sama-sama berdarah Cianjur, haha. masyaAllah, luar biasa ya dampaknya berkomunitas.

Dulu, selepas resign, sempat berpikir, sepertinya agak sulit memiliki komunitas lagi, untuk sekedar berkomunikasi dan berbagi cerita atau informasi. Otak pesimis saya sangat berpengaruh saat itu.

Hingga akhirnya, saya menyadarkan diri saya sendiri bahwa saya adalah bagian dari makhluk sosial, saya butuh bersosialisasi. Mulai mencari-cari komunitas online apa yang sekiranya saya butuhkan dan mampu mendukung saya saat ini. Bertemu lah dengan Ibu Profesional dan juga KLIP. Meski hanya melalui layar dan ditengahi oleh quota internet, saya seperti menemukan kembali bagian "sosial" dari diri saya. Bejana "bersosialisasi" itu seolah lambat laut terpenuhi.

Terlebih, melalui berkomunitas ini, seperti dibukakan pintu untuk bertemu (walau secara online, pandemi salah satu alasannya) dengan teman-teman se-daerah, se-passion, se-pemikiran, yang bahkan, mampu mengaitkan dengan teman-teman lama lainnya. 

"Lho, kamu kenal si A, Nad? Aku kan se-SMA sama dia.... Bla bla bla....."
Akhirnya, saya pun seperti diingatkan untuk kembali merajut pertemanan yang sempat bias karena waktu dan kesibukan. Saya mulai menyapa teman-teman lama saya tersebut.

masyaAllah. Otak pesimis saya ternyata hanya mendoktrin kepesimisan saja. Pada praktiknya, bahkan, banyak cara untuk bisa memebuhi "bejana kebutuhan hidup" kita, seperi "sosialisasi", "pengakuan", "passion", dll, kita hanya dituntut untuk lebih berpikiran terbuka dan mau memulai saja. Selebihnya, diri kita sendiri yang akan menuntun jalannya. 

Saya sudah membuktikannya. Bahwa berkomunitas adalah salah satu cara untuk memperpanjang dan membuka pintu silaturahim dengan banyak individu menarik lainnya. Dan sesuai hadist :

Dari Anas bin Malik ra berkata: bahwa Rasulullah Saw. bersabda: ”Bagi siapa yang ingin dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menjalin hubungan silaturrahim.” (HR. Muttafaq Alaih)

Hal tersebut benar adanya. Dilapangkan rizki, bukan semata materi, tetapi, bertemu teman yang baik, mampu bertukar manfaat, juga terpenuhinya "bejana kebutuhan hidup" tersebut adalah bagian dari rizki yang lapang. 

Alhamdulillaaah 'ala kulli haal πŸ’™

Sunday, July 12, 2020

PUISI : Lantun Penikmat Malam

Purnamaku hilang tak terbilang
Sesaat, hanya sementara, ku tahu
Tetapi, merindu ternyata adanya
Tanpa sinar itu gelap
Walau ku yakin ia pun tak berpendar, hanya memantulkan

Malam berteman mendung
Apik membawa kelam
Namun, udara segar bersama angin mengetuk lamun
Terasa syahdu
Menjemput mimpi kepada bunga tidur nan indah

Purnama itu satu
Terkadang sedikit bersembunyi
Hanya mengharap dinanti
Nyatanya benar ku pun menanti
Pasti datang, fasenya nyata, tak usah cemas, kawan

Bila mendung akankah hujan
Ooh, tak selalu, kita semua tahu
Bahkan bukan sepadan pula dengan gerimis atau hanya rasa dingin
Aneh memang, begitu adanya
Suatu saat kan kau pahami bahwa bagiannya tak semenyatu itu

Bila sabit datang, indah, tempat berayun bidadari langit
Aku suka, tapi yang kurindu tetap purnama
Tapi, kemana ia malam ini?
Serta malam-malam kemarin
Tak kutemukan biasnya, aku kehilangan

Jika esok berhenti, maka matahari dalam andil
Cerah, panas, merutuki angin kemarau
Lalu kan merindu hujan, lagi-lagi yang tak kutemukan
Di mana mereka?
Tak usah lagi bermain petak umpet dengannya

Gerhana seperti bentuk pengecualin
Pertanda segala tak ada yang mutlak di dunia
Lalu, mau mu apa?
Ikat lah tali kekangmu, kendali akan pikiran juga hati
Di situ letak martabat tersembunyi

Purnama tanpa malam
Pernah kutemui
Tak membawa terang, terseok berlaga melawan mentari
Terlihat, namun, tak tegas
Tetapi ada, tetap pada singgasananya

Paduan sempurna kali ini adalah purnama, aku, kopi
Juga dengkuran lembut yang kadang sedikit mengagetkan
Mengintip malu-malu dibalik tirainya
Penikmat malam, di sini kami berada

Dengan kecamuk pikiran
Di ambang tenang juga kericuhan
Malam bersama purnama
Saksi akan kelemahan manusia di hadapan Sang Pencipta
Kami kecil, kami lemah, kami jauh dari daya

Purnama, kutemukan kembali, mungkin
Mesti hanya bayangannya, ku rengkuh erat
Seperti tak rela melepas lagi
Oleh pagi, oleh usia, oleh mendung
Oleh itikad kotor juga setumpuk sesal dalam kubangan dosa

Boleh sejenak menepi
Mari, kemari
Biar ku senandungkan harmoni tanpa arti
Dawai bergerak bersama melodi
Pejamkan mata, hanyutkan diri pada gelombang ketenangan baru
Kusebut ia pembuka babak

Selamat malam
Selamat menyelami sisa lelahmu
Ada esok, ingat, kawan
Berhenti sejenak
Cukup hari ini
Tak usah dipaksakan lagi

Saturday, July 11, 2020

Bentuk Keseruan Bersama Anak Tanpa Harus Mahal

Setiap hari adalah keseruan bagi kami, saya dan Anis, bocah menuju tiga tahun yang luar biasa bawel. Bentuk keseruan pun beragam, tetapi, hampir semua kegiatannya berkenaan dengan aktivitas sehari-hari dengan alat dan bahan yang sederhana terlebih dahulu. 

Bagi batita, bermain adalah dunianya. Bahkan, belajar pun dikemas dalam bentuk bermain. Jadi, sampai saat ini saya belum memaksakan Anis untuk mengikuti suatu kurikulum baku, seperti duduk dengan sengaja untuk belajar menulis, membaca. Pengenalan yang saya coba tanamkan padanya sejak lahir hingga kini adalah adab dan akhlak, dengan bentuk sederhana.

Saya yang hidup tanpa asisten rumah tangga, dituntut untuk dapat mengatasi semua pekerjaan rumah tangga beserta ini itunya sendiri. Jadi, aktivitas bermain bersama bocah pun kebanyakan dirapel dengan pekerjaan rumah, juga seringnya bersifat spontan, sehingga kadang tidak sempat diabadikan dalam bentuk gambar. Sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui, begitu kata peribahasa.

Dalam tulisan ini saya akan membagikan beberapa kegiatan seru yang dapat dilakukan disela aktivitas sehari-hari:

1. Bermain dengan kertas warna
Banyak aktivitas yang dapat dilakukan dengan bermodal kertas warna. Mengenal bentuk, belajar melipat dan menggunting, mencocokkan warna, belajar menempel dan masih banyak lagi. Untuk menyiapkan kegiatan dengan bahan ini pun cenderung tidak memakan waktu yang lama. Bahkan, dilakukan spontan pun masih memungkinkan. Antusiasme Anis dengan kertas warna ini pun cenderung tinggi. Warna yang cerah dengan berbagai macam ukuran menjadi pemikat bagi anak-anak.

2. Bereksperimen bersama di dapur
Ibu-ibu dan dapur sangat erat kaitannya. Alih-alih bersitegang dengan anak saat memasak, mengapa tidak kita ajak saja mereka untuk terlibat? Level stres ibu menurun, anak juga bahagia karena mendapat kegiatan baru. 
Saya pribadi senang melibatkan Anis dalam proses memasak ini, walaupun Anis seorang laki-laki. Karena menurut saya, banyak hal yang dapat di pelajari di dapur, ketimbang membiarkan anak bermain gadget atau menonton televisi terus menerus selama kita memasak. Saya pun bukan tipikal ibu yang saklek tidak sama sekali memberikan screen time untuk anak, yaa. Kadang saya biarkan Anis menonton saat saya sedang melakukan hal lain. Tetapi, dengan pembatasan waktu.
Ketika berkegiatan di dapur, saya membiarkan Anis mencoba hal yang saya lakukan. Menuang air, memasukkan bahan masakan ke dalam wadahnya, mematikan kompor, mengaduk masakan atau sekedar menyebutkan nama bahan-bahan dan bumbu di dapur. 
Karena Anis sudah menuju tiga tahun dan motorik tangannya pun saya sudah anggap stabil (berdasarkan pengamatan sehari-hari), aktivitas memotong dengan pisau, menggunting sayur/kemasan bumbu, saya sudah berikan izin, dengan pengawasan tentunya. 
Lebih seru lagi saat membuat kue atau makanan berbahan dasar adonan. Kita dapat mengenalkan struktur benda, macam rasa, perpaduan warna, membuat campuran, larutan, hingga membuat magic sederhana, seperti; es yang tiba-tiba menjadi air ketika dipanaskan, air dan minyak yang tidak bisa bersatu meski telah dikocok dengan kuat, membuat buih dari kocokan telur dan masih banyak lagi. Atau, setidaknya, bermain playdoh menggunakan adonan roti, cukup menarik perhatian bocah kecil, lho. 

3. Bermain dengan air
Aktivitas yang berhubungan dengan air selalu menarik perhatian anak-anak, termasuk Anis. Jadi, kegiatan mandi pun akan memfasilitasi kegiatan belajar anak dengan baik, mengingat air merupakan komponen kesukaan mereka.
Saat mandi, kita bisa membuat busa, membuat balon sabun, belajar menekan botol sabun cair/sampo, mengenal anggota tubuh, menciprat-cipratkan air, membuat gelombang air sederhana atau mengenalkan bebauan dari sampo, sabun dll. 
Selain mandi, bermain hujan, berenang, membantu mencuci piring dan atau pakaian, adalah bebarapa kegiatan menggunakan air yang dapat kita libatkan anak di dalamnya. Seru, sudah pasti, bukan?

4. Memanfaatkan mainan yang ada

Saya pernah membaca suatu artikel (maaf saya lupa detail artikelnya), di situ disebutkan bahwa anak kreatif cenderung memiliki mainan lebih sedikit. Mainan tidak perlu melimpah, tetapi, cukup dan memiliki fungsi. 
Dengan mainan seadanya, ternyata sangat mampu untuk dimodifikasi menjadi beberapa gaya permainan. Misalnya saja, melalui playdoh, secara umum digunakan anak untuk membuat sesuatu replika benda, kue, tetapi ternyata, dari mainan yang sama saya bisa gunakan untuk pengenalan huruf dan juga media tracing huruf, sebagai pre-writting program. Anis sangat bersemangat untuk tracing huruf dengan media ini, meskipun ujung-ujungnya dihancurkan juga. Tetapi, tak jadi masalah, bukan? Toh, cukup dibuat kembali dengan mudah, tanpa memakan waktu yang banyak.
Ide lainnya, membuat track mobil dan jembatan dari buku. Ide ini datang langsung dari Anis sebenarnya, saya hanya melihat dia dari kejauhan. 
Buku-buku disusun sehingga menyerupai jalan dan diberdirikan sebagian, sebagai jembatan, kemudian mobil-mobilan dia susun di atasnya (tempat parkir), juga dijadikan track seolah jalan tol katanya. 
Di tengah asyik bermain, sesekali dia mengambil dan membuka-buka satu buku, dibacanya, sambil mendongeng dengan anteng versi dia. 
Dari satu mainan, berkembang menjadi beberapa fungsi permainan dan manfaat, bukan?
Bisa juga kita menggunakan bahan-bahan sisa memasak, buah/daun/bunga yang berjatuhan di taman, batu, untuk digunakan bersama mainan yang dimiliki. Sensasinya akan berbeda, seperti terasa lebih riil dan anak menjadi lebih bersemangat dalam memainkannya (terutama anak saya).

5. Bersatu dengan alam
Salah satu cara mengantisipasi kebosanan bocah adalah mendekati alam. Tidak harus dengan sengaja mengunjungi suatu objek wisata untuk aktivitas ini, cukup luangkan waktu berjalan-jalan pagi atau sore di sekitaran tempat tinggal. Biarkan anak menemukan hal menarik di sana, beri ruang kebebasannya. 
Saya sendiri membiarkan Anis meraba, mencium, menjelaskan dengan bahasanya, tentang hal menarik yang dia temukan selama berkelana. Tentu dengan pengawasan.
Saat merasakan tekstur tanaman putri malu yang tajam, alih-alih menangis kesakitan, Anis justru merasa takjub dan membuatnya mengamati lebih dalam, hingga akhirnya dia menyimpulkan bahwa putri malu itu cantik tapi pemalu (daunnya menutup ketika disentuh), tidak suka diganggu, makanya dia memiliki duri, agar tidak ada orang yang mengganggu dia. 
Menemukan buah pikiran anak yang terkadang di luar dugaan sangat seru, lho!
***

Seru itu ternyata sederhana, ya! Bukan selalu harus pergi ke tempat wisata atau dengan mainan yang mahal, bahkan, cukup dengan barang yang ada di sekitar kita, berbaur dengan kegiatan sehari-hari, mampu menciptakan keseruan itu sendiri. 

Masih banyak hal seru lain yang bisa kita lakukan bersama anak. Namun, kunci utamanya adalah "membersamai" mereka. Pastikan jiwa dan raga kita hadir saat bermain bersamanya. Makna akan terbentuk karena adanya bonding saat melakukan aktivitas bersama.

Eits, bukan berarti para working mommies tidak bisa berseru-seruan dengan anak, lho! Membersamai itu intinya adalah waktu. Luangkan waktu, buatlah berkualitas. Keseruan juga bisa tercipta, moms

Selamat membersamai dan menciptakan keseruan, mommies! πŸ’™πŸ’™πŸ’™