Tuesday, June 30, 2020

Randomness Routine


Ada yang mengintip, terang berwarna kejinggaan. Lampu ruang itu sudah sangat terang, tetapi, tetap tak membiaskan terangnya sang jingga. Mencolok, menarik penuh perhatianku seketika. Rembulan. Di sana kau bertahta.

Bukan purnama, tak juga sabit. Anis pasti berteriak, "Bulan setengah lingkaran, bu!" jika melihatnya. Tapi, kala itu dia telah bermain damai dengan mimpinya, hanya aku, menatap ke celah atap dan terpukau sendiri dengan pemandangan di antaranya.

Sama seperti hujan, aku pula sangat menyukai rembulan. Di antara gelap, dia menderang. Pun saat harus menyelinap di antara kilauan mentari, dia tetap jelas menampakkan jati dirinya. Seperti tak takut dan segan bila pesona matahari kan hempaskan keindahannya.

Malam itu dingin, angin musim peralihan berdesir menyelinap, masuk memenuhi ruang sederhana itu. Aku terduduk di kursi berplitur cokelat, terlihat klasik juga kokoh. Tempat ternyamanku untuk hanya sekedar merenung dan termenung. 

Lelah membawa pada titik di mana diam pun bukan sekedar solusi. Waktu yang terasa panjang dengan segudang kegiatan, hampir monoton, sama setiap harinya. Di sini biasa aku lepaskan sejenak kesemua itu. Di ruang ini. Di kursi ini. Hanya duduk dan diam, berusaha tak berpikir dan tak menyelami rasa. Mengosongkan diri. 

Kadang segelas kopi, kadang semangkuk mie, kadang setoples keripik, kadang sewadah kwaci. Menemani jasad ini memenuhi haknya untuk sedikit tenang dalam kenyamanan. Kadang buku, kadang gawai dengan macam fiturnya, kadang pulpen dan catatan, kadang tanpa apapun. Namun, malam ini, hanya ada aku dan bulan.

Sedikit sendu, alasan tak pasti. Mungkin jenuh, mungkin lelah. Wajar saja, waktu telah menunjukkan hampir tengah malam. Seharusnya aku tidur, baiknya seperti itu. Tetapi, banyaknya keinginan untuk tetap terjaga, menikmati sedikit ruang kebebasan yang telah menjadi barang langka saat bocah penuh tenaga. Waktu yang terbatas ini mana mungkin aku sia-siakan. 

Aku hanya berbicara tentang aku dan hariku. Sembari menggenapkan tulisan ke-dua puluh di Juni 2020. Target terpenuhi, Alhamdulillaaah, ku ucap syukur. Entah, berapa kata telah terangkum sekarang, semoga lebih dari 300, sesuai dengan ketentuan itu.

Penghunjung Juni akan mengantarkan pada Juli di beberapa jam lagi. Maka akan menjadi tanggal 1 di bulan Juli tahun 2020. Ada yang spesial di tanggal itu. Tanggal yang merubah statusku di delapan tahun yang lalu. Mereka sebut itu wedding anniversary, untuk ku lebih ke kilas balik juga titik evaluasi. Sejauh mana pernikahan ini telah membawa ke jalan Tuhanmu, Nadya. 

Ahh, mengapa malam senang menenggelamkanku pada pikiran tak bertema, tak berjudul, tak bertepi? Di saat yang ku inginkan justru segala kekosongan dalam otak ini. 

Lewat tengah malam, mataku mulai memberat. Tak perlu memaksa diri lagi, lelapkan lah keduanya. Beranjak kini, beralih menuju pembaringan. Tak lupa, hal yang selalu dilakukan, memandang Anis dan Ali yang terlebih dahulu menjemput bunga tidur. Ku lihat gurat lelah di wajah sang ayah, juga gurat harapan di wajah sang bocah. Berbeda kamar, satu per satu ku perhatikan juga kirim sehembusan doa tulus untuk keduanya. Esok akan kita jelang, hari baru, cerita baru, asa baru, dengan keberkahan dan kebahagiaan, insyaAllah. Good night, palsπŸ’™


Note : Rembulan, terima kasih telah menemaniku 🌜

Sunday, June 28, 2020

Aksara Hangeul Bukan Hanya Milik Korea, lho!

Picture by Pinterest

Hangeul adalah alfabet yang digunakan dalam penulisan bahasa Korea Selatan. Sebenarnya, di Korea Utara pun menggunakan alfabetik yang sama, tetapi, populer dengan sebutan Joseon-geul

Alfabetik ini diciptakan oleh Raja Sejong yang Agung pada tahun1443, masa Dinasti Joseon

Saat ini, alfabet Hangeul terdiri dari 24 huruf; 14 huruf konsonan dasar dan 10 huruf vokal dasar, yang kemudian dikembangkan lagi menjadi konsonan rangkap dan vokal rangkap. 

Tentu saja, semua informasi tersebut saya dapatkan dari laman Wikipedia πŸ˜

Apakah saya akan membahas mengenai penulisan Hangeul di sini? Oh, tentu tidak. Saya belum memiliki ilmu yang cukup mengenai itu. Karena, bahkan, saya belum pernah secara sengaja menelisik satu per satu alfabet Hangeul tersebut sebelumnya, sampai akhirnya topik bahasan ke-sepuluh di grup kokoriyaan memaksa saya untuk mencari tahu lebih banyak tentang detail alfabet Hangeul ini. 

Lho, bukannya neng Nad suka KDrama? 
Ya, benar. Bukan hanya drama saja, beberapa lagunya pun saya nikmati. Tetapi, selama ini saya lebih memilih untuk menggunakan romaji sebagai alat bantu pelafalan. Dengan alasan, niat yang agung nan luhur belum benar-benar tertanam di dalam diri ini untuk mempelajari bahasa Korea Selatan secara lebih mendalam. Alasan lain, pastinya tingkat malas saya yang masih terlalu tinggi.

Setelah membaca beberapa artikel dan juga blogwalking tulisan teman-teman grup kokoriyaan, ternyata membuat saya semakin penasaran mengenai Hangeul. Seperti apa yang ditulis oleh kak Risna, Belajar Bahasa itu Sepaket Sama Tulisannya . Dan ternyata pula, penulisan bahasa Korea ini lebih sederhana dibandingkan dengan huruf Hijaiyah pada bahasa Arab. Mungkin, bila sedikit diseriusi, menguasai bahasa Korea Selatan beserta tulisannya ini bukanlah suatu keniscayaan. 

Hangeul, worth to learn?
Jawabannya, tergantung pada kebutuhan masing-masing personal. Untuk yang keseharian tidak berkomunikasi dengan bahasa Korea, pun tidak memiliki hobi dan ketertarikan yang masih berhubungan dengan dunia per-kokoriyaan, mempelajari aksara Hangeul ini sudah barang tentu bukan menjadi hal yang prioritas. Namun, bagi penikmat para oppa dan eonni di KDrama, atau sekedar suka melantunkan lagu-lagu Blackpink juga BTS, mempelajari bahasa Korea Selatan berikut Hangeul-nya ini akan menjadi nilai lebih yang patut dipertimbangkan. 

Di luar hal tersebut, secara umum, mempelajari suatu perangkat komunikasi bukanlah hal yang sia-sia. Dengan bertambahnya kecakapan akan suatu bahasa, kemampuan kita untuk memperoleh informasi lebih di dunia pun akan semakin meningkat. Selain itu, akan dengan mudah membuka peluang ber-relasi dengan orang lain dari bangsa lain, yang secara tidak langsung akan membawa manfaat baru bagi kita, yaitu memperluas jaringan.

Bagaimana cara untuk memulai?
Yang pertama dan utama, sudah pasti azamkan niat. Tanpa niat yang kuat, segala sesuatu tidak akan bisa berjalan. Niat ini pun harus selalu dipastikan konsisten, sehingga saat kebosanan mulai terlihat hilalnya, untuk meluruskan kembali niat pun akan lebih mudah.
Kedua, mencari alasan kuat mengapa kita harus mempelajari hal ini. Strong why tersebut akan menjadi motivasi besar untuk terus bergerak maju saat mulai merasa ingin berhenti.
Ketiga, menemukan komunitas dengan visi misi yang sama akan menjadi wadah untuk saling menyemangati, bertukarpikiran, berlatih kecakapan atau sekedar mengeluarkan unek-unek saat menemui kendala.
Keempat, do it now! Tanpa tapi, tanpa excuse, mulai saja dulu. Satu langkah kecil sebagai pembuka langkah-langkah besar selanjutnya, begitu, bukan?

Dari mana cara mempelajari Hangeul?
Banyak cara. Jika memiliki pendanaan berlebih dan ingin mendapatkan tutor langsung, mengikuti kursus formal secara intensif adalah pilihan tepat. Bahkan, ada yang menyediakan paket "belajar bersama native" dan atau "short course dengan sistem homestay ke negara asalnya, yaitu Korea Selatan". Program pertukaran pelajar pun bisa dicari informasinya, baik melalui internet ataupun langsung menghubungi pihak sekolah, bagi yang masih bersekolah.

Untuk yang memiliki keterbatasan dana, don't worry be happy, berterimakasihlah pada teknologi. Saat ini sudah banyak sekali kelas daring gratis, baik melalui aplikasi ataupun langsung pada web, yang menyediakan program pembelajaran bahasa. Salah satu yang saya gunakan adalah aplikasi Duolingo. Bisa juga dicari di laman atau aplikasi Coursera

Fakta menarik!
Ternyata, ada suatu wilayah di Indonesia yang menggunakan aksara Hangeul sebagai aksara resmi, selain aksara Latin pada umumnya. Di Kampung Karya Baru, Pulau Buton, Sulawesi Tenggara, terdapat suku Cia-cia dengan bahasanya, yaitu bahasa Cia-cia, menggunakan aksara Hangeul sebagai tulisan resmi keseharian. Diawali dari upaya pemerintah untuk melestarikan keberadaan bahasa daerah minoritas, sehingga dicarilah suatu media tulis khas untuk mengikat bahasa tersebut. Sempat memilih penggunaan aksara Arab, tetapi, terjadi ketidakcocokan di beberapa kata dan akhirnya aksara Hangeul-lah yang lebih mudah diterapkan pada bahasa lokal tersebut. Pada tahun 2009, Hangeul pun menjadi alfabetik utama dan resmi untuk bahasa Cia-cia. Bahkan, karena hal ini pun, suku Cia-cia menjadi lebih berkembang. Beberapa tokoh dan pelajar di sana mendapat undangan kehormatan langsung ke Korea Selatan. Lebih membanggakannya, beberapa guru Hangeul di Indonesia ini diminta untuk mengajar Hangeul di negara asal aksaranya itu sendiri, luar biasa, bukan?

Wah, ternyata banyak hal menarik yang bisa kita peroleh dengan mempelajari Hangeul ini ya. Saya makin semangat untuk mencari tahu lebih dalam, nih. Apalagi ditemani KDrama kesayangan sebagai salah satu media ajar, juga teman-teman se-frekuensi di grup kokoriyaan. 

Banyak hal menarik lainnya bisa didapatkan dengan mengunjungi blog mereka, lho! Kepoin, yuk! 🀭
πŸ’™πŸ’™πŸ’™

Friday, June 26, 2020

My Top Five Beauty Essentials

Picture by Pinterest

Perempuan identik dengan keindahan, salah satunya melalui passion memoles diri. Menurut saya, berdandan bukanlah hal buruk, selama fungsi dari berdandan itu sendiri tak menyalahi aturan.

"Gue sih orangnya natural, biar cantik terpancar apa adanya", pernyataan dari kubu yang tidak begitu menaruh banyak ketertarikan dengan dunia lenong. Tidak salah, tetapi, tidak juga benar. Saya pun pernah ada di posisi itu, tanpa dan anti makeup, berpuluh tahun lamanya.

Setelah menikah, ada perubahan sedikit dalam pola berpikir saya. Terutama setelah mempelajari lebih dalam mengenai suami dan psikologi lelaki pada umumnya. Ternyata, sesuka-sukanya lelaki dengan kenaturalan perempuan, tak menampik mereka akan menolehkan wajah dan terbersit ketertarikan pada perempuan yang memoles wajahnya, karena itulah naluri mereka, fitrahnya. 

Berdandan pun memiliki definisi luas. Ada yang sangat kompleks dan lengkap, ada pula yang sebatas meronakan bibir dan pipi agar terlihat lebih segar. Keduanya tetap memberikan kesan berbeda dibanding tanpa polesan sama sekali, baik secara fisik juga psikis.

Bagaimana dengan jeng Nad?

Saya sangat suka bersolek, tetapi, di dalam rumah. Entah mengapa, rasanya kurang begitu percaya diri untuk menggunakan banyak kosmetik saat bepergian. Namun, saya senang bereksperimen dengan perkakas kecantikan. Jadilah rumah sebagai wadah. Toh, kalaupun terlihat "berlebihan", yang melihat hanya suami dan anak saja, begitu pertimbangannya. 🀭

Kapan waktu berdandan jeng Nad?

Pagi dan malam. Saya merasa bahwa saya lebih siap untuk menghadapi hari jika saya memperlakukan diri ini untuk rapi dan proper sepagi mungkin. Walau kadang saya skip waktu mandi pagi, karena jadwal padat merayap, setidaknya mencuci muka, menggosok gigi, memoles sedikit makeup juga parfum, adalah keharusan. Kondisi diri yang siap ini akan membantu mood saya tetap stay on menghadapi satu hari ke depan dengan segala kesibukannya, meski hanya seputar rumah. 

Bagaimana nasib wudhu ketika harus ber-makeup sepanjang hari di rumah, jeng Nad?

Kembali lagi pada definisi berdandan yang luas. Jika kondisinya sedang dalam masa period, tentu bukan masalah. Saat-saat tidak shalat ini kadang saya jadikan moment untuk bisa berdandan agak lengkap di rumah. Namun, jika dalam kondisi shalat, biasanya saya hanya menggunakan  riasan sangat tipis, sederhana, dengan kosmetik non-waterproof, semisal hanya menggunakan krim pelembab, bedak, lipstik dan celak/eyeliner. Jangankan terbawa air saat berwudhu, dibawa sedikit berkeringat pun akan luntur. Jadi, tidak akan menjadi penghalang dalam beribadah, bukan? 😁

Boleh dong fudhul bin kepo dengan respon pak Suami jeng Nad?

Pertama kali saya menerapkan kebiasaan ini, tentu beliau kaget. Saya yang tidak pandai bersolek, juga tidak pernah terlihat bersolek kecuali pada acara khusus, terlihat berbeda. Alhamdulillaah-nya, kekagetan ini berkonotasi positif. Bahkan, dia jadi senang menyuruh saya untuk beli alat kecantikan, katanya, "Ini kan untuk kesenangan saya juga di rumah" 🀭 Padahal ya ibu-ibu, suami saya termasuk tipe lelaki sangat cuek, apalagi tentang penampilan. Ternyata, diberi sedikit hal yang memanjakan pandangannya, dia menikmati juga.😁

Nah, kali ini saya ingin berbagi tentang 5 kosmetik mendasar yang menjadi prioritas saya dalam melenong. Mungkin akan berbeda setiap orangnya, tetapi, saya pribadi sudah sangat merasa cukup dengan 5 hal ini :

1. Lipstik
Produk kecantikan terpenting untuk saya adalah lisptik. Jika dalam kondisi terburu-buru atau kurang mood berdandan, setidaknya lipstik ini akan tetap diaplikasikan. Wajah saya yang cenderung pucat, akan banyak terbantu untuk terlihat lebih segar hanya dengan sedikit polesan lisptik, meski hanya warna nude atau natural. 
Untuk jenis lisptik favorit saya adalah matte, entah bentuk stick ataupun liquid/creamy. Sayangnya, penggunaan lipstik matte yang terlalu sering akan mengakibatkan kekeringan pada kulit bibir, sehingga saya seling dengan lipsgloss berwarna juga.b

2. Celak/eye liner
Selain sunnah nabi, saya juga memang sangat senang melihat mata seseorang terbingkai celak/eyeliner. Seolah memberi penegasan pada mata dan membuatnya lebih terlihat tajam. Selain itu, penggunaan celak ini sangat membantu dalam menyamarkan kantung mata dan memberi kesan lebih segar pada mata yang sudah telihat lelah.

3. Cheeky blusher
Tak perlu terlihat kontras, hanya dipulas selewat, tetapi, sudah banyak merubah penampilan. Terlebih untuk pemilik wajah dengan tone kulit cenderung pucat, penggunaan blusher ini menjadi esensi. 
Shade yang saya pilih cenderung ke arah salem, jingga muda, coklat muda. Untuk warna pink, apalagi pink tua, seperti terlihat kurang natural di wajah saya. 

4. Pensil alis
Dikarenakan bentuk alis saya yang berantakan, maka, penggunaan pensil alis mampu memberi kesan lebih tegas dan rapi. Shade yang saya pilih adalah cokelat tua, dengan polesan yang sangat tipis asal membingkai. 
Jenis kesukaan saya sudah barang tentu bentuk pensil. Lebih mudah dalam penggunaannya dan tidak memberikan kesan garang. Pernah suatu ketika saya mencoba bentuk pomade, mungkin karena belum terbiasa, akhirnya memberikan kesan galak dan terlalu tegas, yang saya kurang suka final look-nya.

5. BB Cream
Menurut saya, BB Cream ini jauh lebih ringkes dan memberi hasil lebih baik, dibanding bedak. Terkadang saya tidak menggunakan bedak sama sekali, hanya cukup BB Cream saja. Dengan satu produk, fungsi melembabkan, memberi pulasan, bahkan sebagai sunscreen pun telah didapat. 

Selain kelima produk kecantikan tersebut, ada dua hal terpenting lainnya, yang menjadi must use item saya sehari-hari, yaitu deodorant dan parfum. Secantik atau seganteng apapun seseorang, nilainya akan sedikit terganggu dengan bau badan. Selain itu, saya yang menyukai keharuman, merasa sangat nyaman jika orang di dekat saya wangi. Untuk itu, saya pun harus wangi agar orang di dekat saya akan merasakan kenyamanan juga.

Nah, menurut kalian bagaimana? Seberapa penting kah menjaga penampilan, meski hanya di dalam rumah? Share, yuk! ☺️πŸ’™

Thursday, June 25, 2020

PUISI : Tanpa Tapi, Banyak Jika

Jika lelah, rehat sejenaklah
Pejam mata, keluar dari semua keluh yang ada
Rasakan bahwa hanya ada dirimu, hanya kamu
Tak perlu dengarkan kata orang, sesekali sangat perlu itu

Jika marah, luapkanlah
Tak harus memecahkan kaca, juga menyakiti raga
Ada cara, banyak wacana
Dialog dengan Tuhanmu, atau sekedar melipir sesaat, kemanapun, meski hanya pada selembar kertas dan pena

Jika bingung, diamlah sesaat
Apa yang kau bingungkan, kemudian bertanyalah
Mulutmu telah menjadi perangkat hidupmu
Berikut segenggam otak di balik tempurung kepalamu

Jika khilaf, bertobatlah
Kau bukan terjamin sebagai malaikat
Bukan pula seorang yang maksum
Tak perlu menjadi sempurna, tetapi menjadi lebih baiklah pada setiap masa

Jika kecewa, teteskan air mata
Dia bukan aib, hanya serupa kandungan oksigen juga hidrogen di dalamnya
Akan mengering teruapkan udara
Pun mudah untuk tersapu oleh waktu, kau hanya cukup menunggu

Jika menyesal, untuk apa melarut
Katanya, nasi kadung menjadi bubur
Kau cukup beri kecap, telur dan kerupuk
Nikmat disantap saat pagi datang menyambut

Jika bosan, bersyukurlah
Nyatanya kau butuh kebosanan itu
Tanpanya tak kan kau temukan tantangan baru
Tenang saja, hidupmu akan kian seru

Jika takut, lampiaskan
Kau bisa berteriak, kau bisa berpegang erat, kau pun bisa lantunkan doa
Takut datang dari pikiran, lawanlah dengan pikiran
Meminta tolong pun tak apa, tak cukup merusak kehormatan

Jika tak ingin, jangan lakukan
Bila tetap harus, tunda sesaat
Setiap tindak hanya butuh jeda
Membuka lembar baru, permulaan baru, energi baru, hanya tentang, lagi-lagi, waktu

Mengapa harus berpura-pura
Kau tak hidup di atas panggung sandiwara
Lakonmu adalah dirimu
Kembali padamu akan arah juga cara berlaku

"Bila", bukan suatu kata bijak
Selayaknya "jika", penuh peng-andai-an
Sesekali tenggelam pada sapuan ombak ilusi
Namun, pastikan kau tetap dan harus kembali

Ada yang terlihat sempurna, ada yang berusaha menjadi sempurna, ada yang menyeolahkan dirinya sempurna
Namun, kesempurnaan itu khayal
Setidaknya bagi kita sebatas umat
Kau kejar iya, tak kan pernah jua kau gapai, fatamorgana

Terkadang kutemukan titik kosong pada sisi lain pikiran
Tak perlu mengisinya
Kekosongan memainkan perannya tersendiri
Lihatlah sarang lebah, pada kekosongan itu tercipta manisnya madu yang manfaat, pada musimnya

Menerima kekurangan manusia lain itu harus
Tetapi, menyadari bahwa kita memiliki lebih banyak kekurangan itu mutlak
Darinya akan terpacu keinginan belajar
Menempa kemampuan, meningkatkan kemuliaan

Konon, jangan berbuat dosa
Setiap sisi hati manusia tak ada yang ingin melakukannya, bukankah hati kecil itu murni
Lalu mengapa ada dosa di dunia
Karena ada manusia sang pendosa di sana

Hidup akan menjadi lucu
Kita cukup terbahak sesaat
Humornya kita nikmatilah
Jangan terlalu serius, berkerutlah kening dibuatnya

Sajak ini tanpa "tapi", banyak "jika"
Tak bijak, tak apa
Bilakah mungkin ku buat ia tanpa judul, sarat arti
Biar ku cukup pahami, ku selami sendiri

Esok, tetap menjadi hari
Masih dengan naungan matahari juga senja pemisahnya
Bila kau kembali hidup, berjanjilah tuk hirup dalam-dalam udaranya
Bila malam ini penutup, ucapkan salam perpisahan dengan indah


Wednesday, June 24, 2020

BEBIKINAN : Klepon Kentang Mandi


Pecinta makanan manis mana suaranya? Nah, kalau saya sih kurang suka yang terlalu manis, tapi, sering tetiba pengen gitu ngunyah yang manis-manis, bingung kan?πŸ˜† Makanan kali ini cocok sekali di lidah saya yang "mbingungi" itu, walaupun memang pada dasarnya saya ini penyuka makan sih πŸ˜…

Diawali dari tema tantangan minggu ini di Rumbel (rumah belajar-red) Boga yang saya ikuti, yaitu olahan kentang. Langsung terpikir untuk membuat cake kentang dengan topping abon atau daging giling, wah, baru niat pun sudah terasa nikmat. Apalagi ditemani secangkir kopi panas, lengkap dan menyempurnai program diet kita semua, kan?🀭 Eh, tapi, lha kok mainstream ya. Kentang dan makanan asin, seperti hal yang biasa. Terpikir lah untuk membuat panganan manis berbahan dasar kentang. Ide pertama muncul untuk membuat bubur candil sejujurnya, penggunaan ubi diganti dengan kentang. Akhirnya mencari ilham dengan scrolling aplikasi Cookpad andalan ibu-ibu kekinian, tada, ternyata saya jatuh hati dengan resep mbak Susan_Febrie di aplikasi tersebut, yaitu Klepon Mandi (dengan bahan dasar kentang). Dengan sedikit improvisasi, saya pun mengeksekusi resep tersebut hari ini.

Bahan yang digunakan tidak banyak variannya dan juga sangat mudah dijumpai di dapur kita sehari-hari. Cara membuatnya pun sangat sederhana dan tidak banyak memakan waktu dan alat. Bahkan, saya masih bisa membuat resep ini di antara waktu memasak menu harian rumah tadi pagi. Semudah itu πŸ˜‰

Yuk, mari kita mulai membuatnya.

Bahan Klepon:
250 g kentang
4 sdm tepung tapioka
1 sdt garam
50 g palm sugar/gula merah parut
Pewarna makanan (optional)

Bahan Saus/Kuah:
65 ml santan
200 ml air
1/2 sdt garam
2 sdm tepung tapioka
2 lembar pandan

Cara Membuat:
1. Rebus kentang, hancurkan
2. Tambahkan garam, tepung tapioka, pada kentang halus yang masih panas/hangat, aduk hingga kalis
3. Bagi adonan menjadi dua atau lebih bagian, beri pewarna setiap bagian, aduk rata
4. Ambil sedikit adonan, isi dengan palm sugar, bentuk bulatan (pastikan tidak bercelah untuk menghindari gula meleber saat perebusan)
5. Masukkan klepon pada air mendidih, angkat ketika klepon mengambang/terapung, tiriskan
6. Saus : campur semua bahan, masak hingga mendidih
7. Sajikan klepon dengan saus

Hasilnya sangat sesuai ekspektasi saya. Kekenyalan dari klepon sangat pas dan mampu menahan palm sugar dengan baik hingga tidak meleber saat perebusan. Rasa manis dari palm sugar saat dimakan, sangat apik di lidah berpadu dengan kegurihan sausnya yang kental, creamy dan beraroma santan. Kulit klepon yang sedikit asin cenderung plain, sangat padu dalam menyeimbangkan rasa dan tekstur ketika dikunyah. Ajib, begitu komentar Anis saat mencobanya πŸ˜†

Selamat mendapur dengan bahagia πŸ’™

Hobi Berbonus Kecakapan Bahasa

Picture by Pinterest

Banyak cara untuk mempelajari bahasa. Bahkan, ada istilah, bahasa terlatih karena biasa; biasa untuk mendengar, biasa untuk melafalkan. Sekuat apapun teori yang ditelan, pembelajaran suatu bahasa akan lambat berprogres jika tidak diimbangi dua pembiasaan tersebut.

Saya pribadi adalah tipikal orang yang senang mempelajari bahasa melalui pembiasaan, bukan secara formal mengikuti suatu kelas dengan tahapan berjenjang secara terus-menerus. Seperti bahasa Inggris, saya seumur hidup hanya mengikuti short course selama 1 bulan untuk mengisi liburan. Sisanya, hanya bermodalkan ilmu di sekolah dan juga media.

Meyakini bahwa mempelajari sesuatu dengan metode yang kita senangi akan lebih mudah terimplementasi, maka saya pun menerapkannya pada diri sendiri. Saya yang senang buku, musik dan film, berusaha mengambil sisi positif lain dari 3 media tersebut, yaitu pendalaman bahasa.

Hal sebaliknya pun berlaku. Ketika kita menyenangi suatu kegiatan yang melibatkan satu bahasa asing dan secara kontinu kita melakukan kegiatan tersebut, maka, bahasa asing yang tidak secara sengaja kita pelajari akan melekat sedikit banyak pada ingatan. Bahkan, tidak jarang hingga terbawa keseharian, baik dalam kosakata maupun dialek.

Mempelajari Bahasa atau Menonton KDrama?
Pada dasarnya, bahasa Korea bukanlah suatu bahasa yang memiliki daya tarik tinggi untuk saya pelajari, secara niat. Alasannya, penggunaan yang tidak terlalu esensi dalam kehidupan, perlu penulisan khusus dan sejujurnya kurang enak didengar saat percakapan menurut saya. Jika saya berkesempatan untuk mengikuti suatu kursus bahasa asing, mungkin bahasa Korea tidak termasuk pada list 3 teratas bahasa yang akan saya pilih.

Namun, wabah pun datang. Demam KDrama juga musiknya menyebar luas dan cepat di Indonesia. Tentu, sebagai penyuka film, saya adalah salah satu korban terjangkitnya. Berepisode-episode serial KDrama dengan berbagai genre dan judul saya konsumsi. Tak jarang, "nonton maraton" pun saya lalukan, seperti menyelesaikan suatu judul secara sprint yang kemudian dilanjutkan dengan judul berikutnya. Kebiasaan ini pun berdampak, salah satunya, telinga dan mata saya terbiasa dengan bahasa komunikasi di dalamnya, yang secara lambat laun, mulut pun mulai ikut membiasakan diri secara alamiah, dengan terceletuknya beberapa kata yang frequently spoken.

My Top 5 Frequently Spoken Korean Words
Mungkin bisa dikatakan juga kata favorit saya dari awal indera ini terbiasa dengan bahasa Korea. Yup, untuk saya, yang pertama adalah AIGOO atau AIGU. Kata ini lebih ke arah kata ungkapan ekspresi, yang jika diartikan bisa menjadi "ya ampun" di dalam bahasa Indonesia. Pada umumnya digunakan untuk ungkapan mengeluh, kaget, sakit, panik. 

Kata ke-dua, masih tentang kata ungkapan juga. Tapi, kali ini menggambarkan ekspresi kekaguman dan konotasi positif. DAEBAK yang dalam bahasa Indonesia bisa diartikan "keren, hebat, luar biasa". 

Kata ke-tiga. JINJJA. Dapat diartikan seperti "sungguh?!" di dalam bahasa Indonesia. Atau "benarkah?!" Suatu ekspresi meminta penegasan, dengan sedikit kekagetan atau ketidakpercayaan.

Kata ke-empat. OMO. Masih bentuk ungkapan yang dapat diartikan "ya Tuhan". Agak sedikit mirip penggunaannya dengan AIGOO.

Kata ke-lima. SARANGHAE. Biasanya mengucapkan kata ini sambil menunjukkan jari telunjuk dan ibu jari yang dieratkan, seolah membentuk "hati". Style yang sangat populer, bukan hanya di antara para pecinta KDrama, bahkan, lebih luas lagi. Tak sedikit icon ini pun digunakan dalam scene iklan atau film dan tayangan Indonesia. 

Sebenarnya, masih banyak kata lain yang menjadi biasa untuk digunakan sehari-hari oleh saya, seperti OPPA, HWAITING, ANNYEONGHASEYO, KAMSAHAMNIDA, JEONGMAL, BOGOSHIPO, CHUKAHAE, EONNI, SAENGIL, EOTTEOKE, AHJUMMA, AHJUSSI, NE, ANIYO, CHINGUYA dan lain-lain. 

Karena terbiasa mendengar percakapannya, melihat cara mereka melafalkannya, akhirnya terekam dalam alam ingatan bawah sadar, dan mulut pun mulai mengucapkannya. Seperti itulah bahasa. Menarik, bukan?

Nah, bagaimana dengan kalian? Cara apa yang paling ampuh untuk membiasakan bahasa asing pada kehidupan? Seberapa besar pengaruh hobi pada perkembangan bahasa teman-teman? 🀭

Sahabat-sahabat saya berbagi tentang pengalaman berbahasa dan ber-Korea-nya juga, lho. Yuk, ikut nyimak!

Sunday, June 21, 2020

Kuliner Korea Selatan dan KDrama, Relate?

Tak kan cukup kata untuk membahas makanan, itu saya. πŸ˜‚

Masih seputar grup "sebelah" dan juga masih tentang kokoriyaan. Tapi, eits, kali ini agak berbeda. KDrama bukan jadi main topic-nya. 

Lha, terus mau bahas apa dong seputar kokoriyaan tanpa KDrama?

Hellooo, gaes, tenang dong. Bagi para pecinta kokoriyaan, tema bisa dengan mudah berkembang. Dari seputar KDrama, kini kita akan menjelajahi dunia kulinernya. Bahagia, bukan?😍

Pic by Pinterest

Serupa Tapi Tak Sama
Jika ditelisik, ada kemiripan konsep antara kuliner Korea dengan kuliner negara tetangganya, yaitu Jepang. Namun, citarasa tetap berbeda menurut saya. Katakanlah, bulgogi dengan teriyaki, kimbab dengan sushi, miyeok guk dengan miso soup, eomuk dengan oden, twigim dengan tempura, bungeoppang dengan taiyaki, ramyeon dan ramen, mandu dan gyoza, dan sebagainya. 
Meski secara bentuk agak mirip, tetapi, jika berbicara tentang rasa, makanan Korea cenderung memiliki rasa yang lebih kuat dan legit dibanding makanan Jepang. Selain itu, ada dominasi rasa pada pedas pada sebagian besar makanan Korea. Mungkin karena pengaruh dari kimchi yang merupakan makanan pendamping utama kuliner Korea.
Perbedaan pun bukan hanya sekedar rasa, tetapi, bentuk dan cara penyajian juga memiliki ke-khas-an masing-masing.

Ramyeon, Sang Primadona
Meski nasi menjadi makanan utama warga Korea Selatan, tetapi, pamor ramyeon tetap tidak bisa digeser. Rasa yang gurih, dengan kuah kaldu panas, sangat cocok dinikmati saat cuaca dingin di negara Ginseng tersebut. Penyajian yang cukup cepat/instan, jadi alasan lain dipilihnya ramyeon sebagai makanan penyelamat dikala lapar melanda. 

Korean Foods and Me
Saya pribadi belum pernah merasakan makanan Korea langsung di negara asalnya. Jadi, yang sudah saya coba merupakan masakan Korea Selatan yang sudah di-Indonesia-kan. 
Saya belum bisa menyatakan apakah makanan Korea yang saya coba memiliki ke-authentic-an dengan versi aslinya. Tetapi, sejauh ini, beberapa makanan Korea Selatan yang telah saya coba lumayan cocok di lidah. Bahkan, hingga kimchi yang beraroma kuat pun. Mungkin karena pada dasarnya saya memang penyuka makanan. 😁
Bulgogi, kimbap, jjangmyeon (versi instan buatan dalam negeri), japchae, miyeok guk, gogigui, yangnyeom tongdak, tteokbokki, eomuk, twigim, bungeoppang (beli di stall taiyaki, AEON Mall Bekasi) dan ramyeon tentu saja. Jajaran panganan yang berhasil diburu pasca terpapar dampak demam KDrama πŸ˜‚. Dulu, belum banyak restoran penyaji makanan Korea Selatan. Namun, seiring makin berkembangnya antusiasme netizen +62 terhadap KDrama, aspek lain yang bertajuk Korea pun kian menjamur, kuliner Korea salah satunya. Seperti memiliki peluang pasar yang besar bagi penggiat kuliner Korea untuk ekspansi di Indonesia. Terbukti, penerimaan masyarakat pun sangat tinggi dengan kedatangan makanan-makanan tersebut, meski harga yang dipatok pun tidak bisa dikatakan murah. 

Ramyeon is The Best
Di antara beragam makanan Korea yang telah saya ulas, bagi saya, ramyeon tetap yang paling meng-korea-i. Dengan cara santapnya yang dibuat percis seperti di negara asalnya, disantap langsung dari panci untuk memasaknya, membuat saya makin menjiwai KDrama yang saya tonton. Lha, any relate? Tentu saja iya. Hampir di setiap drama Korea selalu ada scene makan ramyeon, seperti menjadi bagian keseharian warga Korea Selatan. Dengan ikut menyantapnya, sembari menikmati filmnya, imajinasi dan penghayatan akan plotnya pun semakin terasa, seolah saya masuk ke dalam dunia itu, dunia drama Korea Selatan. Terdengar aneh memang, tetapi, saya rasa, tak sedikit penyuka drama Korea pun berpendapat sama, betul atau betul? 😁

Mendadak Suka, Meski Tak Terlalu Suka
Lagi-lagi ini dampak dari tontonannya. Untuk saya, kimchi bukan makanan spesial secara rasa yang akan saya pilih ketika ada makanan lain. Tetap ada after taste yang agak asing di mulut dan lidah saya. Tetapi, karena pengaruh film, bagaimana melihat orang Korea begitu sukanya dengan kimchi, saya pun seperti ada dorongan untuk tetap menyantapnya dan menghabiskannya. Ada kebahagiaan tersendiri dapat mengikuti budaya dan kebiasaan dari tayangan yang kita suka, selama bukan hal negatif tentunya. Dan juga, ketika melihat para aktor dan aktris yang kinyis-kinyis itu menyantap makanan-makanan tersebut, membuat nafsu makan pun meningkat tiba-tiba, ada yang merasakan hal sama?🀭

Tontonan, tayangan, kurang lebih akan membawa dampak bagi penikmatnya. Kita lah yang harus mengatur sendiri, dampak apa yang akan kita ambil dan harus kita hempas. Mempelajari budaya, kebiasaan, kegemaran dari bangsa dan negara lain, tanpa harus mengunjungi langsung negara tersebut, merupakan salah satu dampak positif yang saya nikmati dalam menonton. Untuk itu, saya akan ikuti, dalami, sedikit pelajari. Karena suka, semua akan lebih mudah, pernyataan yang benar menurut saya.

Termasuk hal kuliner. Meskipun banyak makanan Korea Selatan yang tidak halal, bukan berarti tidak bisa mempelajarinya, bukan? Yang haram itu ketika memakannya, tetapi, mencari tahu dan menikmati para oppa eonni menyantap makanan-makanan itu tidak akan jatuh hukum haram, kan? 😁 Apalagi sampai menjadi kreatif, membuat versi halal dari santapan yang tidak halal tersebut, agar kita pun bisa menikmatinya, malah membuka peluang tersendiri bagi kita, betul? Tergantung bagaimana kita menyikapinya masing-masing. πŸ˜‰πŸ’™

Oya, jangan lupa untuk tengok juga yaa cara keren teman-teman saya memuaskan hasrat kuliner kokoriyaan-nya. Colek dulu ah :
Yang pasti, mereka lebih expert di bidangnya 🀭

Wednesday, June 17, 2020

KDrama yang Enggan Ditonton, Really?

Agak ngeri misi kali ini sebenarnya. Membahas genre KDrama (Korean Drama-red) yang unacceptable buat aku. Wow wow wow. Aku sebagai orang yang baik hati dan tidak sombong, agak sulit melihat kekurangan dalam suatu hal (wkwkwkwkwk), apalagi dari KDrama, is it for real????? πŸ˜† Tapi, misi adalah misi, antangan tetap harus dihadapi, bukan begitu bos?? 

Lemme think. Long way to go, keep thinking. Hmm, hmmm, hmmmmmm. Apa ya yang musti aku ulas tentang ini. Ahh, sulit. Mari aku coba, perlahan, woosshhaaa......

Apakah horor? Hmm, beberapa film horor Korea emang agak garing. Hantu-hantunya terlalu imut, sulit untuk mamak ini ketakutan dibuatnya. Ya makanya punya muka tuh yeee, jangan kebeningan. Disuruh mainin peran hantu aja lo kelarrrr ga nampol-nampol, yekan? Deuh. Terus, selain hantu yang kurang "dapet" gitu seremnya, banyak juga yang ceritanya agak gantung, ending-nya kurang greget. That's my own opinion lho yaa. Mungkin ekspektasi terlalu tinggi karena bandingannya horor Jepang. TAPI, nih yaa, tapi, se-garing-garing-nya, pas liat pemain-pemainnya yang cucmey-cucmey, asline kalah hamba. Ya, tetep aja dikelarin nontonnya. Walaupun beda bahasan, bukan alurnya lagi, tapi para pemainnya. Hahaha bucin sejati, bukan? Then, I don't think horror in KDrama wouldn't be that much unacceptable so far. Asal ada nu kasep sama nu gelis mah, lanjutttt.

Berpikir kembali, lebih keras, hmmmmm, jadi genre apa dong? 

Mungkin medical drama -nya? Jujur, aku agak sering mengumpat (halahhh haha) medical drama Korea, KALAU, bahasannya tentang detail medisnya. Gimana ya, kayak kurang spesifik aja gitu, kurang kentel penjelasannya, jauh beda dengan medical dorama Jepang ataupun Amerika. TAPI, bumbu cinta-cintaan di antara keseriusan medical drama itu juga jadi poin plus untuk KDrama. Bikin seolah-olah kehidupan paramedis itu juga membumi, not everything about work and task, ada sisi romansanya, keluarganya, down-nya, lebih memanusiakan para penggiat medis, am i true or right??? Hmmmm. Apalagi ditambah pemain-pemainnya yang.....ahh you know lah what i mean. Semua tentang ke-bucin-an pastinya haha. Jadi, lagi-lagi ini bukan unacceptable dong aaah. πŸ˜†

Jadi apa dong? Woosshhaa, think think think! Hmmm. 

Kayaknya ada jawaban diplomatisnya deh. Hmmm. I personally will claim for unacceptable KDrama by MOOD! Yoi, mood! Haha. Saking udah bingungnya sih, jadi ya udah lah ya, semua berdasarkan mood. Generally, semua genre bisa aku nikmati (bisa bangeeeet), belum ada genre khusus yang aku tolak. Tapi, kadang kalau mood-nya lagi ga on, ya agak susah juga sih enjoy-nya. Jadi, mending disudahi dulu, keep untuk nanti pas mood sudah balik on. Haha. 

Dan ini berlaku juga untuk film-film pada umumnya, sih. Nonton itu harus sesuai mood. Lagi mood cinta-cintaan, ya pick the high dose romance lhaa. Lagi mood serius-seriusan, ambil film bertema khusus, seperti medis, hukum, kriminal dan lain-lain. Begitu sodara-sodaraku 😌 Cukup bijak bukan jawabannya? πŸ˜†

Nah, giliran kalian nih? Jawaban bijak apa yang bisa dipaparkan untuk tantangan kali ini? Yeaawww!!! πŸ˜πŸ˜‚
 

Sunday, June 14, 2020

Bomblist Drama Korea Pencuri Waktuku

Let's go back to the track! Apa sih?! πŸ˜†
Maksudnya, mari kita kembali kokoriyaan gaess 🀭
Kenapa ih kenapa, mbak Nad nih jadi rajin nian bahas film dari negeri ginseng itu? Why oh why beibih?? 
Nah, karena eh karena, ikut tema berkala coy, kan pernah dibahas tuh di blog sebelumnya #yakali musti banget baca blog owe setiap rilis yekan# haha.
Sekarang, mari kita beneran back to the track yaa.
Ceu Nad, tema kali ini apa sih? Fudhul nih fudhul ane 🀫 
Kalemin yaa. Kali ini ceu-ceu mau berusaha mengingat-ngingat judul film koriya apa aja yang pernah meracuni pun merasukikuuuu~~ ahiiyy πŸ’«
Tolong digarisbawahi yaa, jangan lupa di bold juga, judul film koriya. Jadi, tak kan ku bahas lha itu cerita si filmnya begimana yak! Kecuali, masih inget! Haha. Alasan mendasarnya dua, pertama, bakal panjang lha ini blog yekaan. Nanti baca blog berasa baca berita utama koran deh 🀭 Kedua, tentunya karena ane juga udah lupa, juragan! Haha. Mohon dimaklumi yaa, mamak nih wes tuwe lhoo. 
Pemberitahuan selanjutnya, bahwa ini bukan daftar SEMUA tontonan yang udah dilahap yaa, karena, kembali lagi, sebagian judul juga udah lupa! πŸ˜† 

Picture by Wikipedia.

Awal mula, pasti dan tentunya dibuka dengan Autumn in My Heart. Cerita berbawang yang sukses meruntuhkan pertahanan kelenjar air mata. Gimana ga??! Dari cerita kakak-adik, terus ketuker, terus pisah, terus jatuh cinta, terus mati 😌 Lengkap ga tuh, man

Picture by Wikipedia.

Lanjut, Full House. Film yang ngenalin ekeu sama mbak Song Hye-kyo. Terus, ketemu lah pula si mbak syantik ini sama mas Rain di film ini. Ya, owe otomatis makin excited lha! Ditambah ceritanya yang mengandung romansa-komedi kentel, cocok banget buat abegeh-abegeh macem aku di masanya dulu πŸ˜‚ Oya, film ini juga diadaptasi sama Turki loh, dengan judul Iliski Durumu Karisik. Walau tanpa subtitles, aku bela-belain nonton dong itu drama Turki haha. Tak apa laah, yang penting bisa lihat babang Berk Oktay. Bahasa hati kita lebih kuat kan ya dari sekedar bahasa lisan, ahirrr~~

Picture by Wikipedia.

You're Beautiful. Di sini pertama kali kenal teteh Park Shin-hye dan langsung punya feeling gitu, "Ni teteh kayaknya entar bakal banyak main drama deh" Acting-nya mantep, mukanya imut kayak mojang priangan #rasis! Komplit kan? Nah, di sini, teteh Park Shin-hye nyamar jadi laki-laki gitu. Teeeh, teh, laki-laki selicin situ mah kentara banget boongnya. Untung di film, Korea pula, yang aktor laki-lakinya pada licin juga πŸ˜† Oya, aku juga suka sama soundtrack-nya yang dibawain CN Blue.

Picture by Wikipedia.

Playful Kiss. Sebenernya film ini adaptasi dari film tetangga sebelah, Jepang, yang berjudul Itazura na Kiss. Aku tuh ga berdaya sama Naoki, eh, di sini pun aku dibuat matikutu sama Beak Seung Jo. Kim Hyun-joong gitu loooh. Potek-potek lah hati mamak dibuatnya. Nuansa komedinya kerasa, romansanya kenceng, yang penting muka supercool Kim Hyun-joong sukses bikin owe beku tak berdaya. Tinggal kasih sirop, seger pastinya, awww πŸ˜†

Picture by Wikipedia.

Secret Garden. Plot dasarnya sih biasa aja sebenernya. Kisah tentang si miskin dan si kaya, ujung-ujungnya jatuh cinta. Tapi, bumbu fantasinya yang bikin beda. Tuh si miskin si kaya pake acara ketuker tubuh segala haha. Jadi deh ini film booming di zamannya. Btw btw, fans garis keras Hyun Bin mana suaranya? πŸ˜‚

Picture by Wikipedia.

Cinderella's Stepsister. Yang bikin aku pertama kali ngelirik film ini pastilah Moon Geun-young -nya. Terus, pas ditonton, eh, rame juga ya, ada unsur sainsnya, tentang produksi Soju, itu lho minuman beralkohol khas Korea hasil fermentasi beras. Terus lagi, didengerin soundtrack-nya, awww melekat juga euy yang dibawain Yesung, It has to be You. Akhirnya, ya aku cinta πŸ’™

Picture by Wikipedia.

Boys Over Flowers/Boys Before Flowers. Kalau ini justru Korea yang adaptasi dari Taiwan. Judul asli di Taiwan-nya masih pada inget kan pastinya, Meteor Garden. Itu lho yang bahkan soundtrack-nya dinyanyiin juga sama ceu Yuni Sara versi bahasa Indonesia-nya πŸ˜‚ Nah, sama kok, di film ini juga ada F4-nya. Tapi, dengan tampilan jauh lebih baik dan shining aja. Ya gimana ga?? Wong bae Lee Min-ho sama ayang Kim Hyun-joong diborong di film ini. Bener-bener shining, shimmering, splendid kan??

Picture by Wikipedia.

The Heirs. Nonton film ini, ane diuji banget kesabaran dan keikhlasannya. Nyaksiin bae Lee Min-ho beradu peran cinta-cintaan sama teteh Park Shin-hye, ya hancur hati nih laah. Cemburu buta tapi apa daya, aku hanya remahan kue sagu dibanding Park Shin-hye, kalah telak mamak! Haha. Ceritanya ala ala Korea banget, lagi-lagi tentang si miskin dan si kaya.

Picture by Wikipedia.

The Innocent Man. Perkenalan pertama dengan abang Song Joong-ki. Hanteung euy! Nah, untuk plotnya sendiri sih tentang dendam kesumat gitu, untung juga bukan dendam nyi pelet #apasih. Tapi, tetep romansa bermain-main dengan indah kok di sini. 

Picture by Wikipedia.

My Love from The Star. Bayangin aja deh, ada alien, nyasar ke bumi, terus jadi profesor, ngajar di universitas, nyari jalan pulang ke planetnya, eh tapi ketemu mojang geulis, akhirnya gagal move on, alias susah balik πŸ˜† Seperti itu kira-kira kisahnya. Kurang perang bintang aja biar bisa nyamain Star Wars atau Star Trek.

Uwow, sudah 10 aja kan list-nya. Kalo dilanjutin penjabarannya, disertasi atau tesis juga bisa lewat ini mah πŸ™„ Sebenernya masih banyak sih daftar film koriya yang udah aku tonton. 
Doctor Stranger.
Good Doctor.
I can Hear Your Voice.
When You were Sleeping.
My Girlfriend is a Gumiho.
Jewel in The Palace.
Doctors.
Obgyn.
Pinocchio.
Hotel del Luna.
World of the Married.
Cheongdam-dong Alice.
Personal Taste.
City Hunter.
Dream High.
Nah, nah, nah, kan, panjang kan, banyak kan? Masih ada film dan serial lainnya yang sudah ku tonton. Kalo dilanjut, ya bisa-bisa sampe subuh lah πŸ˜‚ Intinya, sebanyak itu. Dan aku jadi mikir, yaa Allah, itu udah berapa puluh jam waktu aku habisin cuma untuk nonton doang? Ini baru dari film Korea aja lho πŸ₯Ί Aigoo, faedah sekali, jeng Nad! 😌 

Agak tertohok, kemudian tutup lapak kokoriyaan sementara. Mari kita shut down. Eh, eh, bukan pensiun kokoriyaan sih maksudnya, besok-besok kalo kumat lagi ya apa mau dikata. Sekarang waving hand dulu karena owe sudah ngantuk mak! πŸ˜† Have a nice dream, a good sleep, felas!

Friday, June 12, 2020

Membangun Karakter Moral Ibu Profesional

               Picture's Edited by Canva

Bismillaah.
Konten kali ini akan berkenaan dengan tugas penyelaman selanjutnya di kelas Matrikulasi Institut Ibu Profesional yang saya ikuti. Materi yang dipaparkan mengenai Karakter Moral Ibu Profesional. Hal yang akan, lagi-lagi, menjadi modal kita untuk mengusahakan diri menjadi seorang Ibu Profesional, yang sadar akan fungsi dan perannya, menjalaninya dengan sepenuh hati dan bertanggungjawab, bukan sekedar ibu yang "hanya" berubah status menjadi seorang ibu karena telah melahirkan seorang anak. 

Baiklah, sebelumnya, saya akan melengkapi tugas saya melalui sedikit narasi tentang pengalaman pribadi saya. Mudah-mudahan tidak bosan yaa yang membacanya, atau mungkin malah mengajak untuk toss karena merasa "eh, saya juga begitu lho" 🀭

Saya menikah di tahun 2012. Saat menikah saya memang bekerja di ranah publik. Tanpa mengikuti program KB apapun, ternyata memiliki keturunan bukan hal mudah bagi saya dan pasangan. Sudah banyak dokter yang saya ikuti programnya, tapi, belum juga berhasil. Awal menikah, saya mulai mempelajari tentang ilmi parenting. Karena saya pikir, nanti setelah menikah kan akan memiliki anak, aku harus punya bekal. Ndilalah, alur cerita seperti itu tidak berlaku bagi saya dan pasangan. Akhirnya, saya beradaptasi dengan kondisi yang saya terima saat itu. Saya tetap harus optimis dan melanjutkan hidup, meski terkadang sulit juga saat orang lain, utamanya adalah keluarga, bertanya tentang "Kapan nih mau punya anak? Kan sudah lama menikahnya?"

Setahun, dua tahun menjalani rumah tangga, cukup membuat stres dengan tekanan seperti itu. Apalagi, kebetulan kami berdua, saya dan suami, adalah anak pertama. Di keluarga suami bahkan nantinya anak kami yang akan menjadi cucu pertama. Betapa dinantinya, bukan? Ketegangan pikiran membawa saya ke suatu fase, di mana saya sangat trauma melihat testpack. Saya takut. Tetapi, berkat dukungan suami, juga tekad kuat saya untuk merubah paradigma itu, akhirnya saya pun berdamai dengan kondisi tersebut. "Okey, jalanku mungkin berbeda dengan pasangan lain, tetapi, aku yakin, akan ada hal positif lainnya yang ku dapat. Hanya butuh menjalankan semuanya dengan lebih bahagia dan menerima, selain berusaha tentunya". Never stop running, the mission alive. Di tengah penantian itu pun, Alhamdulillaaah saya mendapatkan pengalaman lebih, yang mungkin, orang lain yang langsung memiliki anak, tidak mendapatkannya. Kala itu, saya bisa mengaktualisasikan diri di pekerjaan saya, yang merupakan mimpi orang tua saya juga melihat anak perempuannya memanfaatkan ilmu yang telah didapatkan di bangku kuliah. Saya termasuk pekerja yang memiliki prestasi kala itu, berkat dukungan suami juga tentunya. Selain itu pun, saya bisa merealisasikan kesukaan saya terhadap traveling. Misi satu belum terlaksana, misi lain Alhamdulillaah terkabulkan. 

Saat mengetahui bahwa sampai menapaki tahun ke-tiga belum juga ada tanda kehamilan, akhirnya, saya pun "menyimpan" dulu buku-buku, juga informasi berkenaan dengan parenting saat itu. Bukan tidak butuh, tetapi, belum butuh. Ada ilmu lain yang lebih menjadi prioritas saya, yaitu ilmu atau informasi mengenai program kehamilan dan segala sesuatu yang relate tentangnya. Selain dari konsultasi dokter, saya pun banyak membaca buku atau kisah orang lain yang sama. Sedikit banyak memberi aura positif bagi saya, selain ilmu tentunya. Don't teach me, I love to learn. Dengan model belajar yang lebih efektif, yaitu mematok skala prioritas dalam belajar. Apa yang dibutuhkan saat ini, ilmu tentang itulah yang baiknya dipelajari terlebih dahulu. 

Pada tahun ke-lima pernikahan, masyaAllah Alhamdulillaah, berita bahagia pun datang. Tanpa saya sadari, ternyata sudah ada janin di dalam rahim saya, bahkan, hampir berusia 3 bulan kata dokter kandungan. Bukan apa-apa, karena saya memang bermasalah dengan menstruasi, juga sudah "lelah" dengan testpack, sehingga saat saya merasa sebah perut dan agak mual di pagi dan sore hari, saya berpikir itu penyakit lambung saja. Tak ada sedikit pun merasa itu kehamilan. 

Sesuai kesepakatan di awal pernikahan dengan suami, ketika saya hamil, saya harus fokus untuk anak saya. Tanpa mendiskreditkan ibu bekerja ranah publik lainnya, tetapi, begitulah saya dan suami memiliki prinsip dan pertimbangan sendiri. Akhirnya, di bulan ke-enan kehamilan, saya memutuskan untuk resign dari pekerjaan saya saat itu. Ini cara kami untuk lebih menghargai dan memaknai waktu. Ketika sepakat untuk menyudahi bekerja ranah publik saat menuju kelahiran, saya berusaha berkomitmen dengan kesepakatan tersebut, tanpa menunda-nunda. Karena, pengalaman beberapa teman, mereka akan lebih susah melepas pekerjaannya saat anak sudah dilahirkan. 

Alhamdulillaah, tekad saya untuk Always on Time, bahkan dengan kesepakatan yang telah dibuat sendiripun, ternyata membawa kebaikan tersendiri. Saya menjadi lebih banyak memiliki waktu untuk mempersiapkan kedatangan si kecil. Tentang kelahiran, kehidupan pasca melahirkan, parenting bayi dsb. Walaupun tak terlihat sesuatu yang wah bagi orang lain, tetapi, bagi saya yang menjalaninya, ada kepuasan tersendiri yang sangat saya syukuri.

Waktu berjalan, bayi telah bertumbuh menjadi toddler. Orang berkata, "tak terasa ya waktu begitu cepat". Tetapi, tidak begitu bagi saya yang menjalankannya. Terbiasa bekerja di ranah publik, kemudian tetiba menjadi pekerja domestik utuh dan merawat seorang anak, sendiri, membawa suasana yang agak berbeda untuk saya. Ada masa di mana kejenuhan sangat menganggu. Juga rasa tak berguna. Rindu bersosialisasi dengan rekan kerja seperti dulu, membahas hal yang "agak berat", bukan sekedar bermain cilukba atau membaca buku bergambar anak. Saya merasa kosong. 

Bi iznillah, dengan izin Allah, saya menemukan informasi tentang Ibu Profesional dari laman media sosial adik kelas saya saat SMA. Saya bertanya-tanya padanya, kemudian, saat pembukaan registrasi, saya pun bergabung. Di komunitas ini, saya seperti menemukan kembali kekosongan itu. Banyak ilmu, banyak berbagi, banyak informasi yang renyah untuk dinikmati, dan juga, banyak teman baru, yang tak jarang memiliki keluhan serupa. 

Tak lama, masih ada kaitan dengan bergabungnya saya dengan Ibu Profesional, saya juga menemukan komunitas lain, yaitu Kelas Literasi Ibu Profesional. Komunitas literasi yang membawa saya menemukan kembali passion saya. Kesukaan menulis saya terasah dan tersalurkan dengan baik di sini. Dengan terselesaikannya kebutuhan psikologis saya, melalui passion yang diikuti juga komunitas-komunitas pembawa manfaat, lambat laun saya lebih bisa menjalankan fungsi utama saya di rumah sebagai istri dan ibu pekerja domestik dengan lebih bahagia. I know, I can be better, and I must

Lebih membahagiakan lagi, karena dengan menemukan passion saya tentang menulis tersebut dan juga bergabungnya saya sengan Ibu Profesional, saya bisa membagikan sedikit banyak hal baik dan bermanfaat yang telah saya dapat dan praktikkan, melalui tulisan-tulisan saya. Akhirnya, saya dapat merasa bahwa hidup saya lebih berharga dan membawa manfaat, Alhamdulillaah. Sharing is caring, and sharing may create more happiness instead

***
Dari pengalaman, semakin yakinlah saya bahwa Karakter Moral Ibu Profesional sudah sangat mewakili segala aspek untuk memecahkan problematika kehidupan sehari-hari. Adapun Karakter Moral Ibu Profesional tersebut :

1. Never stop running, the mission alive
2. Don't teach me, I LOVE TO LEARN
3. I know, I can be better
4. Always on time
5. Sharing is caring

Mudah-mudahan kita semua, saya pribadi khususnya, dapat terus melekatkan karakter moral tersebut di dalam kehidupan kita. insyaAllah. Allahu'alam bi shawab πŸ’™

Monday, June 8, 2020

Apa Genre Film Korea Favoritmu?

Grup tetangga sedang getol membahas tentang genre film Korea favorit. Ya, sebenarnya, itu karena tema tantangan ke-empatnya adalah si genre ini. Kemudian daripada itu, aku pun terkepo-kepo, sebenarnya genre film itu apa sih? Dan ada berapa? Hoho, berbekal jemari lentik, gawai tercinta, juga sejumput kuota internet, meluncurlah si kepo ini mencari jawaban atas teka-tekinya #apasih 😝

Ternyata, banyak versi mengenai pembagian genre ini, juga definisinya. Menurut Wikipedia, genre merupakan istilah pengkategorisasian untuk suatu literatur atau bentuk lain dari seni dan dunia hiburan, seperti musik, baik tertulis atau pun terucapkan, audio atau pun visual, berdasarkan pada beberapa kriteria gaya/model. Berdasarkan sumber Wikipedia ini pun, dijabarkan beberapa macam genre hingga sub-genre secara umum. Mungkin lain kali aku akan membahas secara khusus pengkategorian tersebut. insyaAllah. 

Setelah ditimbang-timbang, dipikir-pikir, direnungi, juga diresapi, berdasarkan pengkategorian Wikipedia , genre terfavoritku untuk film Korea adalah drama

Hampir dipastikan, semua serial atau film Korea yang aku tonton adalah drama, baik itu dengan sentuhan komedi, kriminal, medical, romansa, bahkan fantasi. Untuk jenis drama yang diunggulkan pada film Korea sendiri tentunya adalah drama romansa. Walaupun per-film-an Korea Selatan mulai mengembangkan genre lainnya, tetapi tetap yang paling "menggigit" tentunya drama romansanya. Entah mengapa, keapikan para oppa dan eonni dalam beradu peran percintaan, sangat mudah membuat para netizen Indonesia, aku salah satunya, menjadi budak cinta haha. Hal yang sulit didapatkan dari film drama romansa Jepang, Eropa, Amerika, maupun Indonesia sendiri. 

Katakanlah, Hotel del Luna dengan sedikit bumbu fantasi-horornya, My Girlfriend is a Gumiho dengan bumbu fantasi-komedinya, My Love from The Star dengan fantasi ke arah sci-fi -nya, Doctors, Good Doctor, Obgyn dengan tambahan unsur medical-nya, tetap saja bagian terbaiknya adalah saat romansa atau scene percintaannya ditayangkan. Itu lah mengapa, buat aku, drama Korea identik dengan romansa yang kental, walaupun akhir-akhir ini mulai juga bermunculan film Korea Selatan dengan minim percintaan. 

Butuh film yang mengandung bawang dan atau ke-baper-an?? Pilihan pertamaku pasti jatuh ke film drama Korea. 

Yup, seidentik itu memang buatku 🀭

Tapi, eitzz, bukan berarti tidak ada sama sekali genre film Korea lain yang aku nikmati lhoo. Parasite dan Fabricated City sebagai contoh pengecualian, jugaaaa Pororo the Little Penguin πŸ˜‚ Ketiga film tersebut masih di bawah naungan bendera per-film-an Korea Selatan dengan tingkat romansa di angka NOL πŸ˜‚ Namun, tetap menarik untuk ditonton 🀭 Mungkin saja nantinya kesukaanku terhadap film Korea akan bergeser di genre-nya, seiring dengan perkembangan industri per-film-an Korea Selatan yang melaju cepat, who knows??? πŸ˜ŒπŸ˜‰

Sunday, June 7, 2020

CERPEN : KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga)

"Aku mau kamu keluar dari pekerjaan kamu sekarang, tanpa tapi!" Terperanjat, terlalu kaget. "Tapi, mas, pekerjaanku ini sangat fleksibel kok. Tidak setiap waktu harus meninggalkan rumah. Lagipula, sekarang kan kita belum memiliki anak. Aku janji, aku akan resign saat hamil," berusaha membujuk dan meyakini. Aku yang seorang psikolog keluarga ini telah cukup lama memegang rubrik rumah tangga di beberapa majalah wanita nasional. Memilih sebagai penulis ketimbang praktisi, tentu bukan tanpa alasan. Kefleksibelan waktu dan tempat kerja yang menjadi pertimbangan. Walau sering dikejar deadline, tetapi, aku masih bisa melakukan pekerjaanku dari rumah dan mengatur waktu kerja sesuai keinginanku, setidaknya begitu sistem kerja di redaksi tempatku berkiprah saat ini. 

Sesekali kadang aku harus harus menghadiri pertemuan, artinya harus keluar rumah, tetapi, bukan untuk setiap hari dan dengan office hours yang mengikat. Kupikir juga, awalnya, mas Yoga adalah tipikal suami yang open minded. Bahkan, sebelum menerima lamarannya, kami sempat membahas tentang hal ini juga, dan kurasa sudah cukup jelas. Aku membutuhkan pekerjaan ini bukan sekedar perihal materi, tetapi, aku menemukan bahagiaku di sini, saat menulis, menuangkan ide tulisan yang berkenaan dengan bidang yang kudalami. Aku ingin menjadi istri yang bahagia, sehingga bisa kutularkan bahagiaku pada suami, juga kelak anakku, tanpa mengganggu fitrah utamaku di rumah. 

"Aku ini suamimu sekarang. Kamu harus tunduk padaku! Aku mau kamu hanya di rumah mengurus aku dan rumah tangga, apa terlalu sulit?"

"Tunduk? Mas, aku sangat menghargaimu sebagai suamiku. Bahkan, mas Yoga adalah orang nomor satu untukku saat ini, melebihi ayah dan ibuku. Tapi, mas...."

"Maka dari itu, turuti yang aku mau! Aku hanya ingin kamu fokus untuk aku. Paham?!"

Bentakan itu, masih sangat kuingat. Apalagi, aku tidak dibesarkan dengan kekerasan verbal maupun fisik di keluargaku. Nada tinggi bukan hal lumrah bagi telingaku. Sakit rasanya. Terlebih kau dapati itu dari orang nomor satu-mu saat ini, suamimu. Tak sanggup kulanjutkan argumenku, aku menangis.

***
Terngiang pesan ibuku di hari itu, tepat setelah ijab qabul antara ayah dan mas Yoga terlaksana. "Niken, ibu ikhlaskan kamu untuk Yoga. Sekarang, tempatkan ia di posisi utama dalam hidupmu. Dengarkan ucapannya, turuti keinginannya, selama tak menyalahi syariat, kau wajib mematuhinya. Ingat, ridha seorang suami bagi istri adalah segalanya." 

Dulu, ku-iya-kan perkataan ibu dengan mudahnya. Patuh? Hanya menggantikan posisi ayah ibu menjadi suami, bukan? Sejauh ini aku termasuk anak yang patuh pada orang tua, ahh, tak kan sulit bagiku untuk mematuhi suamiku

Nyatanya, tak sesederhana itu. Akan berbeda antara seseorang yang telah ada untukmu, bahkan ketika kamu belum terlahir ke dunia, dengan seseorang yang asing, baru dan mungkin malah belum mengenalmu. Kepatuhan bukan sekedar mengikuti keinginan orang lain, tetapi, menerima dengan sepenuh hati. Dan mematuhi keinginan seseorang yang belum banyak mengenalmu, terkadang akan melahirkan konflik tersendiri.

Namun, demi ibuku juga syariat yang kuyakini, kuikuti keinginannya. Tertanggal 31 Mei 2020, aku tak lagi menjadi pemegang rubrik rumah tangga di majalah-majalah itu. Kutanggalkan laptop juga sedikit ilmu yang selama ini menjadi bagian besar dalam hidup. Aku menjadi istri yang fokus hanya untuk suamiku juga rumah tanggaku. Sedih? Tentu. Apa guna kutampik perasaan yang memang ada. Tapi, menerima seseorang menjadi suami ataupun istri, artinya kita telah menyanggupi untuk menjalankan hak dan kewajiban kita baginya, bukan? Sepenuhnya, di hadapan Tuhan.

***
Plakk! 

"Kamu sudah kuberi tahu, kan? Meeting ini adalah meeting penting untukku, untuk kelangsungan pekerjaanku. Dan kamu tidak membangunkanku tepat waktu! Kamu mau aku kehilangan proyek ini, hah?! Lalu, darimana aku akan membelikan alat lenongmu itu?!"

"Mas, kamu demam tinggi. Semalam pun kamu banyak meracau dalam tidur. Aku sempat membangunkanmu, kemudian kamu menggigil hebat dan kembali tertidur. Aku pun panik, mas. Kamu tak pernah seperti ini sebelumnya."

Kuelus pipiku. Terasa nyeri. Namun, ada yang jauh lebih nyeri terasa. Bagian yang tak nampak, jauh di dalam dada. Perasaanku.

Sebelas bulan berjalan pernikahan kami. Seperti menikmati film horor, kudapati banyak kejutan di dalamnya. 

Keindahan pernikahan hanya bertahan semasa bulan madu saja, tak lebih dari sebulan kukira. Benar ternyata apa kata orang, pernikahan itu adalah ujian seumur hidup, jika hanya mengharapkan manisnya saja, siap-siap kau ditelak oleh kekecewaan

Saat mencoba untuk mundur pun, faktanya tak semudah itu. Bukan seperti kau katakan, "Ayo, kita putus!" saat menjalani masa pacaran, bagi yang melaluinya. 

"Putus" saat menikah artinya memutuskan rantai ikatan yang menghubungkan diri kita, pasangan, keluarga masing-masing, juga Tuhan. Rumit, bukan? Belum lagi mengenai paradigma masyarakat tentang status baru yang akan dipikul setelahnya. Terlalu rumit kemudian.

Ahh, semakin menyesakkan!! Aku sulit bernafas!!

***
"Niken, Niken, bangun, nak!"
Suara yang sangat tidak asing di telingaku.

"Kamu mimpi buruk? Ayo, bangun dulu, ini minum air putih. Kamu lho ngigau sampai terdengar ke ruang tengah. Mimpinya seburuk apa, sih?"
Ahh, aku bermimpi rupanya. Aku tertidur dan sekarang terbangun.

"Oya, tadi mbak Naning ngabari ibu, katanya dia ndak bisa hadir hari Sabtu. Dia kan sudah dekat HPL ya kehamilannya, terlalu beresiko pergi jauh. Tapi, dia insyaAllah akan ke Jakarta saat Idul Adha nanti. Dia kirim salam dan maaf untukmu, Nik. Nanti dia telepon lagi katanya."

"Satu lagi, ibu hampir lupa. Tadi juga pihak WO hubungi ibu, katanya handphone-mu enggak aktif, mereka minta meeting terakhir malam ini untuk bahasan final susunan acara dan segala persiapannya. Makanya, kau tuh bangun tho ah, masih banyak yang harus diberesi. Baju pengantinmu juga sudah datang tuh, harus dijajal dulu, apa masih kurang kecil atau gimana. Wes ah, bangun, bangun! Yok!"

Aku Niken. Tadi adalah ibuku. Beliau memang selalu heboh seperti itu. Apalagi berkenaan dengan persiapan pernikahanku, sebagai anak perempuan satu-satunya, yang akan dilaksanakan hari Sabtu. Tinggal menghitung hari, aku tahu.

Mimpi buruk sering hadir mengusik beberapa hari terakhir. Mungkin ini yang disebut dengan sindrom pra-nikah. Ada kegugupan, kebahagiaan, ketakutan, keantusiasan, terlalu bercampur banyak rasa. Ditambah dengan berbagai macam kasus yang sering kutangani sehari-hari tentang rumah tangga, bagian dari pekerjaanku sebagai psikolog keluarga. Ternyata, sedikit banyak hal itu pun mempengaruhi bagian alam bawah sadar, ya. Semua seolah tervisualkan di dalam bunga tidur.

Ahh, syukurlah hanya mimpi.

Namun, aku tetap optimis dengan pernikahanku nanti Sabtu. Tak ada rasa gentar berarti. Pernikahan adalah pilihan untuk bersedia menuai pahala sepanjang waktu. Aku sangat excited. Takut? Tentu. Ragu? Masih kadang menganggu. Tapi, kuniatkan semuanya untuk beribadah, yakinkan bahwa tangan Tuhan akan ikut bekerja di dalamnya. insyaAllah.

Saturday, June 6, 2020

Media Pemuas Hasrat Drakor Versiku

Mari kita kembali ke topik Kokoriyaan part sekian. Setelah kemarin aku cerita tentang awal mula ku jatuh hati #halah dengan DraKor, kali ini aku mau bahas tentang media yang digunakan untuk mengakses dan atau menikmati DraKor tersebut. Kalau dirunut, sebenarnya penggunaan medianya pun sesuai perkembangan teknologi setiap zamannya, seperti memiliki timeline gitu. Haha. Dari media yang umum dan legal sampai yang #sstt ilegal πŸ˜‚ Ya maklum lah ya, macam anak kost gini sih disodorin yang murah apalagi gratis bakal kesenengan yekan?! πŸ˜ŽπŸ™ Dan, inilah timeline penyaji dan pemuas #wow hasrat Kokoriyaan-ku selama ini :
*DISCLAIMER*
Ambil yang positif, jangan tiru yang negatifnya, okeh! Kalau pun akhirnya nackal ikut-ikutan yang negatif, dosa tanggung masing-masing yak! πŸ˜‚

1. Kanal Televisi
Mungkin hampir semua penonton di sini juga sepakat kalau per-Koriyaan ini dimulai dari televisi. Apalagi aku, yang jelas kepincutnya dengan Autumn in My Heart yang waktu itu secara legal ditayangkan oleh salah satu kanal televisi swasta kita. Di masanya, memang segala sesuatu masih terbatas. Akses internet tak secanggih sekarang, pun media lain, seperti VCD/DVD, belum banyak menyediakan tayangan DraKor yang kala itu masih sangat baru hadir di Indonesia. 

Namun, sekarang pun masih menikmati DraKor via kanal televisi sih. Beberapa kanal penyumbang DraKor terbanyak yang aku nikmati adalah TvN dan KBS, melalui televisi kabel berbayar.

2. DVD
Ketika penggemar DraKor semakin melonjak, ke-kreatif-an netizen +62 pun turut berkembang pesat, melahirkan ribuan keping DVD bajakan yang sangat mudah didapatkan haha. Aku sendiri biasa borong amunisi di KoKem (Kota Kembang, anak gaul Bandung pasti tahu πŸ˜‚) atau di Chelsea DVD/Vertex daerah Tamansari. Tapi, lebih sering ke Chelsea DVD/Vertex karena lebih "aman". Ke KoKem sendiri biasanya kalau ada saudara yang sekalian mau beli juga, jadi barengan. Maklum kan yaa daerahnya memang agak "bebas" untuk KoKem ini. Kalau Chelsea DVD/Vertex lebih elegan tempatnya, penataan toko mirip tempat penyewaan DVD yang heitz waktu itu. Nah, masalah piti-nya, aku bikin anggaran khusus "entertainment" waktu SMA. Anggaran ini bisa diambil untuk keperluan hiburan, salah satunya DVD ini. Tapi, kalau ada barang hiburan lain yang lagi aku incar,  biasanya aku akan pinjam DVD ke teman yang sudah punya haha. 

3. Web dan Aplikasi
Teknologi mulai semakin liar. Web penyedia film/serial drama pun merebak, dari yang gratis hingga berbayar, dari yang legal hingga ilegal, dari bentuk unduhan ataupun streaming-an. Tapi, sejujurnya, sampai saat ini, aku lebih banyak menikmati yang ilegal πŸ™„πŸ€«. Bukan contoh yang baik yaa, catet! Untuk situs/aplikasi legal sendiri aku pernah menikmati iFlix dan Viu. Untuk yang ilegal, hmm, mungkin penonton di sini sudah tak asing dengan : yodrama, dramacool, kissasian, LK21, indoXXI. Tapi, beberapa situs ilegal tersebut telah diblokir. Bagus sih, mengurangi kenistaanku πŸ˜‚ 

4. Flashdisk bergilir
Nah lho, apalagi ini πŸ˜‚. Jadi, saat kuliah, ada beberapa teman yang memiliki hobi "menghimpun" request unduhan DraKor. Wah, tim ini tuh kalau bisa aku sebut freak ya iya sih. Mereka sampai dengan sengaja membeli hardisk external, yang waktu itu masih sangat mahal, untuk melengkapi koleksinya. Tapi, kerennya, mereka bahagiaaaaaaa banget kalau kita meminta stok mereka. Dengan senang hati mereka akan transfer data ke flashdisk kita masing-masing, atau flashdisk dia yang khusus untuk diedarkan. Kita tinggal pindahdata-kan dari flashdisk bergilir tersebut 😁 Jangan salah, penjadwalannya pun rapi loh. Yang request duluan akan mendapat jadwal pertama memegang flashdisk tersebut. Kalau dipikir-pikir, pahala tim itu sepertinya besar juga ya πŸ™„πŸ˜‚

Jadi begitulah cara aku menikmati DraKor, juga film-film lainnya. Iya, tahu kok tahu, no piracy, iyaa ngertiii. Maka dari itu, JANGAN DITIRU YA! (Kalo Sanggup) πŸ˜‚

Love, peace and gaul, cawww πŸ’™

Thursday, June 4, 2020

Drama Korea, Secinta Itukah?

Terinspirasi dari salah satu grup WhatsApp yang beranggotakan para pecinta drama Korea dan Literasi. Dengan kreatifnya dibuatlah korelasi antara kecintaan akan DraKor (Drama Korea) dan ilmu Literasi melalui "Tantangan 30 Hari Kokoriyaan", kece ya? 🀭 Aku secara official tidak mengikuti tantangan tersebut, karena memang aku tak sedalam itu ilmu Koreanism-nya hihi. Cupu dan sadar diri ceritanya πŸ˜‚

Ngobrol-ngobrol tentang drama Korea, ya aku juga pernah sih gadang bahkan sampai enggak tidur sama sekali demi menamatkan beberapa judul serial. Tapi, itu dulu. Sejak punya krucil, aku agak membatasi diri, untuk film serial apapun pada umumnya, bukan hanya Korea. Masih keinget waktu dulu menamati serial You're Beautiful dan Secret Garden, masing-masing hanya dalam waktu dua hari semalam, diseling ujian di perkuliahan (waktu You're Beautiful selesai, besoknya aku ujian Fitofarmaka 2 dan waktu Secret Garden terseling ujian Imunologi haha). Betul, aku dulu pernah di posisi itu. 

Sebenarnya apa sih yang membuat drama Korea ini menarik?
Dulu aku tidak memiliki alasan spesifik karena pada dasarnya aku hobi nonton serial dan film. Tapi, lately baru ngeuh, ternyata glowing-nya para aktor dan aktrisnya juga berperan besar dalam sumbangsih ketertarikan aku pada serial mereka. Juga, melow dari kisah percintaannya juga ngena, bikin kita yang nonton ikutan nge-fly dibuatnya haha. Seriusan, kisah romansa paling megang untuk aku sejauh ini ya drama Korea, walaupun per-film-an Korea saat ini pun sudah semakin berkembang di genre lainnya.

Awal mula kenal dan tertarik gimana tuh?

Sumber : Wikipedia

Serial Autumn in My Heart jawabannya. Pertama kali melihat tayangannya di televisi, opening soundtrack-nya langsung bikin jatuh hati, sampai saat ini. "Ihh, lagu apa ini? Film ya? Bahasa apa sih?" Itu awalnya. Melihat Moon Geun-young kecil bermain peran di situ, "Kok lucu banget sih mukanya, Cina gitu? Ahh bukan deh kayaknya, agak beda." Sejak saat itu aku banyak mengikuti film dan serial yang diperankan olehnya. My Little Bride, Cinderella's Stepsister, Marry me Mary,  Innocent Steps, Goddes of Fire dan lainnya. Okey, kembali ke Autumn in My Heart. Mulailah aku mengikuti setiap episodenya. Bertemulah dengan Song Hye-kyo, yang membuat aku terbingung-bingung, "Kok ada sih perempuan secantik dan selembut ini?" Juga, Song Seung-heon, yang tanpa disadari, dialah oppa cinta pertamaku πŸ˜‚. Aku suka juga Won Bin di situ, ganteng. Tapi, pembawaan keseluruhan dari Seung-heon tuh bikin aku sukses halu tentang dia dimasanya haha. Seperti itulah kira-kira. Kemudian, aku tamat menyelesaikan semua episode dari serial tersebut, dan film ini dengan gemerlapnya berhasil mengenalkan ke-baper-an tentang kisah romansa drama Korea yang hakiki untuk pertama kalinya. Sejak saat itu, drama Korea menjadi bagian penjadwalan di list tontonanku. Apalagi, teman-teman di sekolah pun mulai banyak yang suka, demam DraKor kian merebak.

Serial yang paling disuka apa nih?
Apa ya? Sudah lumayan banyak sih serial dan film Korea yang aku tonton, bahkan beberapa aku sudah lupa alurnya. Tapi, ada serial tertentu yang kadang-kadang masih suka aku tonton ulang sampai saat ini. Kenapa? Ya, karena aku begitu haha. Aku bisa mengulang film/serial yang aku suka berkali-kali, di tengah menonton film/serial lain yang teranyar. Nah, untuk DraKor sendiri, yang masih jadi langganan : Full House, Playful Kiss, Cinderella's Stepsister. Secinta itu. πŸ˜‚ 

So, begitulah sedikit perjalanan kokoriyaan-ku. Sebenarnya, aku suka sebatas itu saja. Sempat freak tapi lebih ke arah maniak nontonnya, bukan karena drama Koreanya. Serial Jepang, US, Eropa, Cina, Indonesia pun aku ikuti. Tak se-fanatik itu, apalagi dibandingkan dengan teman-teman di grup 🀭. Mereka luar biasa! Bisa mendalami hingga bahasanya pun dipelajari. Salut! Ini yang namanya hobi membawa dampak positif. Bagaimana dengan aku? Aku tetap jadi Nadya sang kutu loncat, kadang nonton Korea, kadang nonton yang lainnya, teman-teman bahas judul A, aku malah mungkin nonton judul Z, dibawa happy aja, ini kan fungsi dari hobi sebenarnya? 😌☕

Jadi, apakah kalian penyuka drama Korea juga?? Bagaimana kisah mulanya? 🀭πŸ₯°

Wednesday, June 3, 2020

CERPEN : Ruang Hampa

Aluna berlari, tetapi seakan tak bergeming. Ujung yang menjadi tujuan tak pernah terlihat. Yang ada hanya lelah dan peluh. Dan seketika dia menghantam tanah yang basah oleh lembabnya udara di senja hari. Menyerah dan membiarkan nasib menapaki jalannya.

***
Aluna tidak pernah ingin pindah ke rumah ini, pun ke kota ini. Kehidupan metropolitan sudah sedikit banyak melekat padanya, agak sulit untuk beradaptasi di kota, atau desa, sepi dikelilingi hutan dan kabut setiap harinya. 

"Selalu seperti ini. Seolah aku tak punya ruang untuk menyampaikan inginku," batinnya. Terlebih saat kedatangan lelaki itu di antara kami. Papa Septian, pada dasarnya dia bukan pria yang buruk. Sangat perhatian dan saking perhatiannya, aku merasa bahwa kebebasanku bahkan sedikit terenggut, kebebasan yang telah mamaku sendiri percayakan padaku. Jam malam? Okey, mama juga menerapkannya. Tapi, pukul 20.00?? Oh, come on, bukankah terlalu "siang" untuk menjadi jam malam seorang mahasiswi tingkat akhir? Itu salah satu contoh revisi aturan di rumah sejak kedatangan lelaki itu. Lainnya? Tentu masih sangat banyak. Termasuk kepindahan kami ke sini, desa Citenang. Hanya karena papa "baru" ku itu tetiba harus pindah tugas ke daerah terpencil ini, dan pastinya dia tidak ingin hidup terpisah dengan mama dan aku, entah aku hanya berupa pelengkap atau ahh entahlah, yang pasti di sini lah aku sekarang. Sebab, diantara keanehan-keanehan aturan baru, mama yang sangat tegas dan selalu berprinsip pun luluh, tak ada satu pun revisiannya ditolak. Mungkin karena mama tak siap untuk ditinggalkan lagi untuk ke-dua kalinya. 

Bagaimana nasib kuliahku? Sudah ku selesaikan, tepat sebelum keputusan pindah yang terburu-buru ini, aku sudah menjalani sidang skripsi. Hanya ku lewatkan acara besarku, wisuda. Hal ini pun yang membuatku semakin muak dengan rencana gila ini. Walau pun ada kelegaan sedikit tentang absennya aku dari acara wisuda, setidaknya aku tidak harus melihat Revan, well ya dia masih berstatus pacarku hingga aku lihat dia makan malam bersama Ayu, yang saat bersamaan dia juga berkata harus mengantar ibunya ke rumah sakit padaku. Tak seutuhnya berbohong ku rasa, karena di meja itu pun ku lihat ibu dan kakak perempuannya turut serta menyantap nikmatnya menu Thailand dengan gurauan-gurauan hangat. Salah ku juga, sudah sangat tahu bahwa ibu Revan tidak pernah menyetujui hubungan kami, tapi, berbekal cerita drama Korea, aku tetap saja bersikeras dan beginilah akhirnya. Keesokannya, kami putus. Aku yang meminta putus tentunya. Tapi, jawaban Revan membuatku sangat bersyukur telah memilih untuk mengakhiri hubungan kami segera, "Syukur akhirnya kamu memutuskan untuk kita berpisah. Sebenarnya, aku sudah lama ingin meminta kita putus, tapi, aku tak mau mengganggu Tugas Akhir mu, juga sifat keras dan nekadmu, membuatku urung. Oya, aku dan Ayu akan bertunangan bulan depan, sebelum acara wisuda kita." Dengan tidak hadirnya aku ke acara wisuda itu, artinya aku tak perlu melihat lelaki plin-plan tak berhati itu datang dengan balutan toga dan menggandeng wanita berparas anggun tapi menusuk, Ayu. Karena Ayu adalah temanku dan Revan saat kami SMA dulu. 

***
"Segar yaa udaranya. Senyum dong Luuun, tuh lihat pemandangannya juga indah kan. Hal langka lho yang kayak gini di Jakarta. Bisa me-refresh pikiran juga. Bagus buat memulai lembaran baru, ya kan?" Buyar lamunanku saat mama tiba-tiba hadir dan kembali memberikan petuahnya di pagi ini. Aku hanya bisa tersenyum dengan terpaksa, kemudian melanjutkan lamunan tertundaku. Sebenarnya, aku juga tidak tahu apa yang sedang ku lamunkan. Hanya saja, mungkin efek dari udara yang segar dan asri ini, sangat nikmat menenggelamkan pikiran sendiri dan menyelaminya. 

"Luna, nanti anter mama ke rumah Kepala Desa ya. Ada beberapa dokumen kepindahan yang kurang kemarin. Sekalian mama juga mau ngenalin kamu sama bapak dan ibu Kadesnya. Denger-denger sih dia punya anak seumuran kamu, sudah lulus juga katanya. Siapa tahu kalian bisa akrab." 

Aduh, ayolah, aku bukan anak SD yang harus dibantu untuk memulai pergaulan. Kenapa sih mama ini? 

"Nah, beres dari rumah Kades kita makan mie ayam deket situ, enak banget, kemarin mama dan papa nyoba."

Sogokan mie ayam, baiklah. Mana bisa ku tolak. Aku yang penggila segala panganan berbahan dasar mie ini bisa apa diberi tawaran seperti itu. Terutama mie ayam. 

***
"Oya, ini anak saya bu, Aluna. Kebetulan dia baru saja menyelesaikan kuliahnya, eeh langsung diboyong kemari." Kulempar senyum tertulus, yang aku bisa. Tidak cukup pandai aku dalam berbasa-basi, dan jurus andalanku selalu tersenyum, mungkin juga menjadi jurus jitu orang-orang di luar sana yang senasib denganku.

"Eh. Oh. Iya, selamat datang di desa kami neng Aluna. Mudah-mudahan betah ya." Ku tangkap ekspresi kekagetan di raut wajah yang tenang itu, jelas tak lihai menutupi. "Oh, sebentar sebentar, Restu, sini sebentar, nak." Upaya menutupi kekagetan dengan mengalihkan bahan pembicaraan. Restu, aku rasa dia memanggil anaknya, yang kata mama, seusia aku. Tak lama, seorang gadis manis, sepantar denganku, keluar dari balik tirai pintu dengan menggunakan daster sederhana berwarna hijau lumut dan terpasang juga apron memasak dengan motif bunga cantik, meski sudah agak memudar warnanya. 

"Arini?!" Kata pertama yang terucap, disertai sedikit hentakan, tepat setelah mata bulatnya menangkap tatapan mataku. Aku yang tersenyum pun terkaget, menarik kembali senyumku dengan bingung. Sekitar dua menit, sebelum akhirnya dia kembali membumi, dan menyodorkan tangannya, "Aduh, maaf ya. Eh, saya Restu. Boleh panggil Etu. Teteh siapa namanya?" Canggung. Kental sekali terasa. "Saya Aluna, panggil Luna. Hm, sepertinya kita seumuran ya, enggak usah panggil "teteh" deh, cukup panggil nama aja ya." Ku sambut uluran tangannya, kecanggungan sedikit mereda.

"Ma, tadi sadar enggak Etu nyebut nama Arini? Siapa ya dia? Kepo enggak sih, ma?" Jiwa keingintahuanku tak terbendung, teringat mimik wajah Etu yang sangat terkejut saat menyebut nama asing itu. "Mungkin temannya, mirip kamu, bisa jadi kan? Sudah biarkan saja!" Dan kami lanjut menikmati hangatnya mie ayam di kedai dekat rumah pak Kades, tak lama setelah mangkuk kami bersih meninggalkan sedikit noda kuah yang sudah sulit diseruput, kami kembali ke rumah.

***
"Aku mohon, jangan..... Biarkan aku...." Hanya lirihan yang mampu terlontar di antara gemeletuk gigi dan bibir yang bergetar. "Lepaskan aku.. tolong.. biarkan aku bebas..." Kemudian hanya cekitan benda tajam menyentuh kulitku, diikuti suara hentakan tubuhku mengenai bidang keras lain yang terdengar, dan hening. Saat itu hujan rintik-rintik, tanpa matahari yang berusaha menyembul di balik awan. Senja mengantarkan kesenyapan kian dalam. Hingga jangrik pun enggan memadukan suara, kala itu.

***
Aku tak bisa terus seperti ini. Kenyataan bahwa di sinilah aku berada, tak bisa ku elak. Benar apa yang mama bilang, aku bisa memulai lembaran baru di sini. Mungkin terlalu dini untuk menilai, tetapi suasana yang sangat desa bukan menjadi ukuran suatu kenyamanan dalam menata hidup baru. 

Aku bersiap, ku kenakan celana panjang training juga sweater olahraga berwarna senada, biru dongker, untuk menemaniku berkeliling desa pagi ini. Seraya lari pagi, aku akan mencoba menemukan nyamanku di sini, setidaknya aku akan memulai. 

Ada tatapan aneh di setiap penghuni yang berpapasan denganku. Kaget, bingung, terkejut, takut? Seperti itulah kira-kira yang ku tangkap. Tapi, kenapa? Ku pikir aku sudah menyunggingkan wajah ramah yang ku bisa, dengan senyum yang, walau sedikit ku paksakan, tapi masih ada ketulusan di dalamnya. Ingat, aku benar-benar ingin memulai hubungan baik dengan lingkungan baru. Dan aku sangat mengazamkan niat itu dengan sungguh-sungguh.

"Jogging? Sendiri?" Lamunanku terbuyar saat dayuan suara terdengar seperti tepat di telingaku. Agak kaget, bisa ku pastikan. "Ohh, eh, iya. Sorry, aku melamun kayaknya." Menengok ku berusaha melihat si empunya suara mendayu tersebut. Terkaget untuk masa ke-dua, siapa lelaki asing ini? Wajahnya seperti familliar, tapi aku tidak cukup yakin, cenderung sulit mengingat. "Kita pernah ketemu sebelumnya?" Memastikan. "Hmm, ini kali pertama aku ketemu kamu, aku rasa. Mengingatkan pada seseorang?" Tanyanya dengan ekspresi ramah namun datar, ah entah deskripsi macam apa yang tepat untuk itu. "Hmm, aku juga enggak yakin sih. Ah sudahlah, maaf ya." Dia tersenyum dan menyodorkan tangan kanannya, "Aku Galuh." "Aluna." Sodoran tangan bersambut. 

***
"Kamu cantik, tetapi bukan itu daya tarikmu. Kamu kuat dan menarik, tepatnya seperti itu. Alasan pasti ku ingin menikahimu." Di tepi danau yang tenang kau berusaha mengikat cinta. Teringat baik dalam benak. "Menikah?" Ada rasa haru dan bahagia, juga pilu. "Tapi....." "Aku tak peduli, kita akan menikah, kita akan bersatu, tanpa tapi, akan ku usahakan demi desiran darahku. Tolong diingat, ini janji seorang pria, aku akan menepatinya."

***
Dua pekan beranjak sejak terakhir kali ku bertemu lelaki itu, Galuh. Hampir setiap hari aku berkeliling untuk olah raga pagi atau sore sambil sesekali mencarinya, eh, entah mengapa, aku hanya penasaran dengan sosok itu. Bahasa muka yang sulit ku artikan, senyum yang terlalu tiba-tiba tersungging dan lenyap, suara yang terlalu mendayu, seperti tiupan angin yang melewati daun telingaku, ya, seperti itu. Juga, wajah, bukan tipikal wajah penduduk asli sekitar, aku pikir. Sangat berbeda. Namun, rasa pemasaran hanya mampu ku tepis, tak pernah sekali pun ku temuinya. "Ahh, bener kan, dia pasti cuman pendatang yang berkunjung ke desa ini, benar feeling-ku."

Sore ini ku coba susuri arah barat dari tempat tinggalku. Di antara arah memungkinkan untuk ku telusuri, arah barat ini yang memang ku jadikan pilihan terakhir. Kenapa? Karena akan berujung pada danau berawa yang sepi. Bukan alasan sepi yang membuatku urung, tetapi danau? Ahh, sungguh bukan tempat favoritku. Ku bayangkan nyamuk dan serangga-serangga lainnya dengan bebas membangun koloni di sana, dan semua tahu, aku sangat tidak bersahabat dengan makhluk-makhluk berkaki enam itu.

Seperti perkataan warga sekitar, arah danau ini sangat sepi. Hanya sesekali orang berpapasan denganku, itu pun, lagi-lagi, menatapku dengan aneh. Aku tak bisa menafsirkan bentuk keanehan apalagi yang aku perbuat; wajahku atau arah tujuanku? Atau kah keduanya? Aku hanya bisa berasumsi, yang kemudian ku "masa bodo"-kan. 

Jalan menuju danau berupa jalan tanah sedikit berbatu yang kian lama kian mengerucut. Semakin sempit hingga meninggalkan setapak dengan ilalang di kanan-kirinya. Beberapa kali ku ambil gambar dengan kamera peninggalan Revan, satu-satunya pemberian dia yang masih ku pertahankan. Terus menikmati suasana dan pemandangan, tak terasa telah membawaku pada bibir setapak, dan terhamparlah di hadapanku, hijaunya danau yang tanpa riak meski angin sesekali berhembus. 

Waaaaah, ini luar biasa, pemandangan ini sangat sepadan dengan, mungkin, hadirnya beberapa makhluk penghisap darah kecil yang siap menyerbuku. Aku terpana sesaat, danau ini menghipnotisku. Namun, seketika keterpanaan berubah keterperanjatan. Tepat di sisi ujung danau, terdapat pohon yang sangat rindang menyerupai pohon ketapang. Besar sekali dan tinggi. Di bawah pohon tersebut berdiri sesosok lelaki. Menatap air danau dengan pancaran mata yang kosong, tanpa kedip. "Galuh?!" Hanya terlontar dalam hati teriakan itu. Tetapi, serta merta wajahnya berbalik menatapku, seolah dia mampu mendengar teriakan dalam batinku. "Ahh, aku tahu kamu pasti datang ke sini." Senyum itu lagi, senyum tiga detik yang kemudian bias kembali dengan mimik misteriusnya.

Galuh melambaikan tangan, memberi isyarat untuk mendekat. Aku bukan perempuan yang mudah percaya pada orang asing, tapi, seperti danau ini, Galuh pun menghipnotisku, yang bukan benar-benar hipnotis pastinya. Ku dekati pohon besar itu, di sanalah dia tetap berdiri di tempat yang sama, dan di sinilah aku, ya benar, aku, menghampirinya. Seperti bukan diriku. "Akhirnya sampai ya ke sini." Aku bingung. Bukan tanpa alasan, dia seperti sedang menungguku di sini, selama ini. "Aku tahu kamu pasti datang, pasti. Terima kasih." Senyum ter-renyah dari bibir tipisnya. "Aku? Kamu nunggu aku? Tapi, gimana kamu bisa tahu kalau aku pasti ke sini?" Senyum itu kini lenyap seketika, beberapa detik matanya memicing, senyum itupun kembali. "Karena aku memegang janjiku." 

***
"Tatap gundukan tanah itu, ku mohon. Kita terlalu berbeda. Dimensi yang tak mungkin terbaurkan hanya dengan kekuatan makhluk saja." Tangisan itu penuh isak. Tak tertahankan. Membuat siapapun yang mendengarnya turut merasakan betapa pilunya rasa yang membuncah. "Galuh, aku hidup, tetapi hanya dalam bayangmu. Dan kau tahu akan hal itu. Sangat tahu." Lelaki berparas tampan dengan tubuh tinggi kekarpun hanya bisa bersimpuh dengan kedua tangan menutup matanya, meredam lengkingan penuh luka. Menyayat, tak mampu disembunyikan. "Aku pernah hidup, Galuh. Dulu, jauh di masa bahkan kau pun belum terlahir di dunia. Tapi kini, aku tak lebih hanya fatamorgana, yang hanya terlihat sementara saat ilusimu menguasai pikiranmu." 

***
"Emm, aku agak bingung sejujurnya. Kamu seolah tahu banyak tentang aku. Kamu datang, hadir, dengan tiba-tiba, penuh kejutan, juga kata-kata membingungkan. Bisa kamu jelaskan apa maksud dari semua ini?"

"Arini, aku jelas akan tahu banyak tentangmu. Bertahun-tahun, di bawah pohon ini, aku selalu menunggumu. Seperti janji pria sejati, aku akan melakukan apapun untuk bisa memegang teguh janjiku."

"Tunggu, Galuh, sebentar. Siapa tadi yang kamu panggil? Arini? Hehe, kamu pasti salah orang, seperti para warga aneh di desa itu. Aku ALUNA, bukan Arini. Dan berhenti membuat aku seperti tidak mengenali diriku sendiri!" Ada amarah, ada gusar, ada pitam, ada bingung. Apakah aku yang salah dengan persepsi atas diriku sendiri? Apa mungkin?

"Kau tetap Ariniku, dengan berbalut nama apapun, kau adalah Arini yang telah ku ikat janji seumurhidupku denganmu. Setelah penantian panjang, aku tahu akan ada saatnya kau kembali. Ini waktu kita. Tak akan terpisahkan lagi. Bukan begitu, sayang?" 

Galuh mendekat, tetapi aku merasa dilema. Sisi diriku ingin menyambutnya, tanpa tahu dorongan apa itu. Namun, sisi lainnya memperingatkanku untuk menjauh. "Berlarilah! Menjauh dari lelaki itu! Sekarang!" Perintah hati kecilku. Kaki ku melangkah mundur, berlawanan dengan langkah dia yang kian mendekat. Aku ingin memeluknya, ohh tapi kenapa? Tidak, aku harus pergi. Lelaki ini sakit, dia bisa saja membahayakanku. Aku berbalik, memaksa tubuhku untuk menolak daya magnetik yang dia hadirkan. Bagus, Aluna, sekarang saatnya! Setapak itu telah terlihat, lari!

Kabut mulai turun menemani suasana senja yang kian kental. Lembab. Aku terus berlari, aku rasa aku menelusuri jalan yang tepat, tapi mengapa tak juga membawaku pada tujuan? Seolah hanya berlari di tempat, lelah, ilalang menjadi pemandangam terdekatku. Aku percepat langkahku, seperti tak bergerak, padahal nafasku kian memburu. Terjerembabku, menghantam tanah yang lembab oleh kabut senja. Kapan aku kan sampai pada titik tujuku?

***
"Ma, tolong aku. Lelaki gila itu mengejarku, ma. Bebaskan aku ma, aku enggak mau di sini! Lepaskan aku! Lelaki itu sakit, dia akan mencelakaiku!" 

Ada air mata di sana. Tangis berisi keputusasaan yang mendalam. Berkali-kali sosok wanita menuju paruh baya itu membuka dan mengatupkan bibirnya, hendak berkata, namun, kembali tenggelam dalam isakannya.

"Sayang, mama mohon sudah ya, nak. Kasihani mamamu ini. Sudah hampir dua bulan melihatmu seperti ini, hati mama hancur, sayang. Tolong, sudahi yaa. Mama sayang Aluna, mama di sini menunggu Aluna untuk sembuh dan bisa kembali bersama. Lupakan lelaki itu, sayang! Revan bukan lelaki baik untukmu." Tangis nyata pun pecah, klimaks rasa pun akhirnya meruah. Hati seorang ibu yang tersayat oleh pisau kasat mata, melihat anaknya dibaringkan di atas dipan penuh ikatan di kedua tangan dan kakinya. 

"RUANG ISOLASI"
"Area Terbatas"

Tubuh mungil itu berada di sana, dengan seragam putih bertalinya. Penjara, berpasung, semakin meronta maka semakin pasung itu terpasang kuat. Teriakannya yang mengisi seisi ruangan, lambat laun mengilang, seiring suntikan penenang yang diberikan oleh petugas. Tubuhnya menghentak dipan yang sangat jauh kondisinya dari peraduannya di rumah, lalu tertidur, dengan sisa tetesan air mata jatuh membasahi bantal bersarung putih. 

Wanita menuju paruh baya hanya bisa melepaskan segala yang menjerat perasaanya pada pundak lelaki di sebelahnya, om Septian, kekasih barunya. "Aku juga menjadi salah satu penyebab semua ini." Lirihnya. Om Septian hanya termenung. 

Sejak Revan, lelaki yang berniat melamarnya selepas kelulusan, memilih untuk mempersunting wanita lain secara diam-diam, yang tak lain adalah sahabat masa kecilnya, membawa tekanan tersendiri bagi Aluna, yang saat itu, sedang berjuang pula dengan segala Tugas Akhir dan Skripsinya. "Apakah aku tak cukup baik untuk dia dan ibunya?" Itu yang selalu ditulis dalam buku hariannya. Aluna sangat kecewa. Terlebih, di tengah kegundahan hatinya, mamanya, sebagai satu-satunya orang tua yang merangkap sebagai papanya selama ini, mulai menjalin hubungan dengan seorang lelaki bernama om Septian. Waktu mamanya telah sangat tersita oleh pekerjaan, Aluna mencoba memaklumi, itu semua demi menghidupinya bukan? Dengan kehadiran om Septian, seakan tak ada sama sekali waktu untuk Aluna yang sedang "terpuruk". Aluna merasa benar-benar sendiri di saat membutuhkan banyak dukungan. 

Di situlah semua bermula, segala bentuk halusinasi mulai teraba. Aluna seperti hidup di dua alam yang sulit diselami bahkan oleh orang terdekat. Puncaknya saat dia mulai sering bercakap seolah dirinya adalah Arini. Entah dari mana nama itu berasal. Di dapur, di ruang tamu, ruang makan, kamar, kampusnya sangat saru dengan perannya sebagai Aluna. Saat ini mungkin dia sebagai Aluna, berbincang dengan normalnya bersama mama atau temannya, pada saat lain tetiba dia menyeolahkan dirinya adalah Arini yang terjerat oleh cinta seseorang bernama Galuh, yang juga entah siapa.

Sekarang, Rumah Sakit Jiwa Bogor ini lah rumah utama baginya, selama kurang lebih dua bulan berjalan. Wanita menuju paruh baya merasa sangat menyesal dan tak bisa berbuat apa-apa. Sempat menyalahkan diri dan menyudahi hubungannya dengan lelaki bernama Septian itu, tetapi, di tengah tekanan psikis saat ini, ia pun sangat membutuhkannya. Sudah terlalu lama ia menjadi wanita "berusaha kuat" dengan peran gandanya, sebagai ibu juga ayah bagi Aluna. Tiga belas tahun, ya, sejak lelaki yang disebut sebagai suaminya saat itu, pergi meninggalkannya dan juga Aluna kecil, demi wanita lain. 

Undangan berwarna kuning muda dengan pita emas berada di genggaman wanita menuju paruh baya. Tertulis cantik di muka, "Resmayu Aliandra & Revan Geovani". Ada yang membara dalam relung terdalam. Sebagai ibu korban dari kisah percintaan tragis ini, tak terelakkan amarah yang sulit dibendung. Tapi bisa apa? Aluna sudah berada di sana. Dengan kondisinya, yang kadang sadar kadang tidak, akan keberadaan mamanya. Melangkah mendekati keranjang sampah, dihempaskannya undangan cantik kuning muda berpita emas ke dalamnya, seperti hempasan emosi jiwa yang sulit terkatakan.

Hanya waktu yang kan menjawab akhir dari semua cerita benang kusut ini. Semoga semuanya baik, menjadi baik, membawa kebaikan, terutama bagi Aluna dan sisi ruang hatinya yang kosong menghilang.