Tuesday, June 2, 2020

Antara Bersosialisasi dan "New Normal"

Manusia sebagai makhluk sosial, mungkin sangat familiar dengan pernyataan ini sejak masa sekolah. Senormalnya, manusia memiliki bejana kebutuhan khusus untuk bersosialisasi, menjalin komunikasi. Memasuki masa pandemi, kita dihadapkan pada hambatan bersosialisasi tersebut. Program karantina, isolasi, memberi tekanan untuk membatasi, bahkan melarang hidup bersosial pada hampir seluruh manusia, tanpa terkecuali. 

Throw back time, tak berapa lama sebelum isu Covid-19 merebak. Masyarakat kita sedang berada pada fase pergeseran dalam bersosialisasi. Individu semakin asyik dengan gawainya, bahkan hingga tahap anak-anak pun. Ironisnya, ketika berkumpul, waktu yang tepat untuk mengembangkan komunikasi dan sosialisasi secara langsung, kebanyakan dari kita tetap tidak bisa beranjak dari gadget tersebut. Kondisi ini melahirkan berbagai program dalam upaya mengembalikan komunikasi yang sehat dan langsung ini. Dari rehabilitasi sampai bentuk konseling khusus. Para penggiat pendidikan, terutama pendidikan anak usia dini, terus mengkampanyekan "bermain di luar". Dengan harapan, ketergantungan para generasi muda pada gawai akan terstabilkan dan sosialisasi yang sehat pun terbangun. Lalu, pandemi pun hadir, seolah mematahkan segala bentuk kampanye tersebut. Kali ini, kita justru dituntut untuk mengurangi dan membatasi bersosialisasi secara langsung, yang pada akhirnya, mengembalikan semua bentuk ketergantungan manusia pada gawainya.

Pada situasi saat ini, para ahli di bidang pemrograman seperti berlomba-lomba mengembangkan media komunikasi berbasis internet, dengan kapasitas hadirin sebanyak mungkin, kwalitas grafis dan suara sestabil mungkin. Tak lebih karena pada akhirnya kita semua pun akan bersilaturahim hanya melalui perangkat tersebut, setidaknya selama pandemi belum berakhir. Terima kasih pada para produsen aplikasi teleconference yang telah memudahkan hal yang sulit di antara kita. Tapi, mengapa menurutku tetap ada yang berbeda. Seolah bejana kebutuhan bersosialisasi tak sepenuh itu terisi hanya dengan membuat panggilan video dengan sanak saudara ataupun teman. Aku pribadi, seperti masih membutuhkan sosialisasi langsung, komunikasi riil, untuk dapat memenuhi bejana kebutuhan tersebut. Tatap muka menjadi point yang hilang, yang justru belum bisa menggenapi kewarasan dalam diri. 

Mungkin tidak semuanya seperti itu. Tapi, bagiku, yang sehari-hari menghabiskan sebagian besar waktu, hanya dengan bocah tiga tahun kurang, ini lumayan tak mudah. Terkadang, aku hanya ingin berkomunikasi normal selayaknya orang dewasa. Neuron di otak seperti meminta untuk berkomunikasi dengan hal yang lebih berbobot, pun psikologisku.

Lalu kemudian, aku berpikir kembali. Virus ini betapa luar biasanya. Bukan hanya menyerang fisik dengan paparan secara langsung, tetapi bahkan mampu menggerogoti psikis bagi mereka yang tidak terinfeksi, terutamanya mungkin untuk yang benar-benar mengikuti anjuran yang dibuat oleh pejabat negeri berkenaan dengan pembatasan sosial serta physical distancing secara penuh.

Sesekali mungkin kami masih butuh keluar rumah. Sekedar berjalan pagi di komplek perumahaan, menyapa para tetangga, sedikit chit-chat sembari berjemur badan di bawah sinar matahari pagi. Ini bukan bentuk pembangkangan dari aturan, justru salah satu langkah diri menjaga kesehatan fisik dan juga psikis yang sebenarnya saling koheren. Selain, pastinya, selalu menerapkan protokol kesehatan standard masa pandemi selama bersosialisasi. Gunakan maskermu, atur jarakmu, tak perlu pegang ini pegang itu terutama mata, mulut dan hidung, cuci tangan dengan sabun dan ganti pakaian saat kembali ke rumah.

Ingat, Covid-19 adalah jenis virus. Menyerang tubuh dan menjadikannya inang, dengan syarat, tubuh tersebut memiliki imunitas yang kurang baik. Maka, bangun imunitas diri adalah kunci. Selain dari konsumsi makanan bergizi dan sehat, menyeimbangkan porsi istirahat, berkegiatan dan berolahraga, meski ringan, penuhi kebutuhan nutrisi harian, bila perlu dengan asupan multi-vitamin tambahan, dan yang tak kalah penting adalah kelola kesehatan batin, dengan pengaturan stres, pendekatan ruhiyah yang bisa dengan ritual ibadah, mengikuti meditasi harian ringan, mengisi bejana kebutuhan dasar psikis manusia, salah satunya adalah bersosialisasi, sesuai porsi dan prosedur tentunya. 

Tubuhmu adalah kendalimu. Dirimu yang paling tahu apa yang dibutuhkannya secara pasti. Selama masih dalam koridor protokol keamanan standard, memenuhinya adalah kewajibanmu. Importantly, tetap bijak dalam bertindak. Selamat menghadapi tatanan kehidupan baru! Semakin sehat, semakin bahagia, okay!💙

No comments:

Post a Comment