Thursday, March 19, 2020

Hidden Gem, Cerita Si Lumpia Kering


Hidden gem! Sebenernya ini bukan hal baru kali ya, udah banyak yang seliweran jual panganan ringan ini. Tapi, ini kali pertamanya aku bikin sendiri. Wow, masyaAllah, puas mak! Secara ya kan, kita bisa bikin dalam jumlah banyak, dengan takaran dan racikan bumbu "kocok"-nya yang bisa disesuaikan selera kita. Kayak sekarang ini, aku bikin 2 versi dari lumring (lumpia kering) ini. Versi pertama buat bos Anis yang jelas tanpa bumbu kocok MSG. Jadi, aku bikin campuran garam dan kaldu jamur Totole yang dihaluskan (cukup dihaluskan dengan sendok kok). Nah, buat ayah ibuknya, sebagai generasi 90an penyuka micin-micin club, pastinya pake bumbu kocok beraneka rasa, kebetulan aku pake produk Indofood, Bumbu Perasa Kentang Goreng. Selain itu ditambah sedikiiiit sekali garam, karena bumbu Indofood ini memang kurang "nendang" gitu rasanya. Mungkin enggak perlu penambahan garam lagi kalau misalnya pake produk Cap Atom Bulan atau Antaka. 

Untuk bahan-bahannya sendiri gampang banget ditemukan, yaitu :
1. Kulit Lumpia (beli atau bikin sendiri juga boleh, lha tapi aku sebagai mamak-mamak kurang rajin pastinya beli jadi aja dong πŸ˜‚)
2. Campuran tepung terigu dengan air, dibuat agak sedikit kental, untuk lekatan kulit lumpia
3. Minyak goreng
4. Bumbu kocokan (udah dibahas di atas yaa tentang ini)

Cara buatnya, parah sih gampang banget, tapiiii ya tetep butuh niat dan keinginan luhur untuk bikinnya. Segampang apapun kalau niatnya ga nyampe, ya enggak bakalan jadi kan 😁.
Back to process, jadi kita bisa pake sedotan untuk memudahkan proses menggulung kulit lumpia. Satu per satu kulit lumpia digulung percis seperti akan membuat pisang aroma, tau kan? Nah tapi ini isiannya seolah-olah sedotan tadi. Di ujung gulungan, kita olesi dengan campuran tepung-air, kemudian rekatkan gulungan. Tarik sedotan. Terus sisihkan, lanjutkan kulit lumpia lain hingga habis. Selanjutnya, gulungan-gulungan tersebut dipotong kecil-kecil dengan gunting. Goreng deh dengan api kecil sambil terus diaduk. Setelah agak coklat, angkat, tiriskan. Biarkan minyaknya turun sempurna, bisa dengan dialasi kertas tissue. Setelah dingin, tambahkan bumbu kocok, that's all! Mudah banget kan. 

Anyway, aku ada tips kulit lumpia nih. Aku punya kulit lumpia favorit. Belinya di warung sayur, supermarket, pasar, mudah ditemukan. Mereknya : Kulit Lumpia KD. Enggak udah dibahas lha yaa KD tuh singkatan apa, karena aku bukan produsennya bukibuk πŸ˜…. Ini resep umi mertua, kata beliau mΓ©rΓ©k ini terbaik! Anti hancur pas dipisah dan digulung, rasanya gurih, krekesnya renyahh warbyasa, and those are true! πŸ˜‚

Baiklah mamak-mamak hobi kriuk semua, sekian ceramah mengenai lumpia-keringnya. Bisa dicoba dipraktikkan di rumah masing-masing, mayan sebagai tambahan kegiatan mengisi self-quarantine, juga memfasilitasi hobi kriuk mamak-mamak sekalian. Jangan lupa makannya dimulai dengan Basmallah, perasaan gembira, dan doa terkhususkan "lindungi kami semua dari Covid-19" πŸ’™. Semoga kita semua sehat selalu yaaa πŸ₯°

Sunday, March 15, 2020

FOOD's REVIEW : Ali Baba Middle East Food Bandung


Baiklah, pemirsa yang budiman. Dengan himbauan untuk tetap stay di rumah dan hindari public area demi memutus rantai penyebaran virus Covid-19, maka kali ini aku mau review hasil buruan hari ini dengan Grabfood. Karena sekarang sangat mudah untuk membawa kenikmatan makanan restoran favorit ke rumah. Tinggal klik, taraaa, siap disantap.

Ceritanya, aku sekeluarga kecil memilih untuk staycation di hotel daerah Braga. Seperti biasa, ritual setiap staycation adalah berburu makanan sekitar tempat menginap. Dulu sih harus banget kan searching di internet terus gidig ke tempat tujuan sendiri. Sekarang, dengan maraknya aplikasi ojek online yang bundling dengan program delivery makanannya, bikin dunia food hunting makin mudah. 

Aku buka aplikasi Grab, cari mencari nearby resto yang menggugah dan bertabur promo (teteuuupp) πŸ˜‚. Mata tertuju ke satu nama #eaaa. Ali Baba Middle East Food. Mungkin karena namanya sama kayak nama suami, jadi langsung menarik hati πŸ₯°πŸ˜‚. 

Akhirnya berlabuhlah pada resto penyaji makanan timur tengah ini. Secara, pak suami nemu makanan timur tengah ya enggak mikir dua kali. Pasti jadi opsi teratas. 

Actually, dari segi varian menu sih memang tidak banyak. Bahkan, tidak menyajikan pilihan daging kambing/domba sebagai icon dari menu timur tengah. Untuk nasi-nasian sendiri waktu aku order, yang tersisa hanya curry rice (chicken/beef), kabuli rice (chicken/beef) dan biryani rice (chicken/beef). Menu kebab semua sold out. Akhirnya, aku pilih beef biryani rice, suami pilih beef kabuli rice. Total pembelian Rp 91.800,- dan aku hanya cukup membayar Rp 52.000,- sudah termasuk ongkos kirim (thanks to promo Ovo yang tiada henti) 😍. 

Delivery time cukup cepat. Kurang lebih setengah jam pesanan sudah di tangan.

Maaak, masyaAllah, selera kali lah aku nih dibuatnya. Walau take away, tapi masih indah dipandang kan. Nasi basmati yang khas bergumul memenuhi box kardus anti tumpah, dengan paduan sambel dan salad di sudut-sudutnya, serta, pemain inti, si daging sapi nan gemul-gemul berbumbu ciamik di-templok-kan di bagian tengahnya. 

Nasi basmatinya passss sekali teksturnya. Enggak keras dan ga lembek. Bumbu biryani dan kabulinya cociks. Nasi biryani-nya masih lebih lekoh rasanya, dibanding nasi kabuli. Kabuli cenderung agak plain tapi tetap gurih dan perfecto dipadankan dengan salad, sambal dan dagingnya. Biryani memang lebih kuat aroma dan rasa rempahnya, juga ada sensasi spicy yang bikin dia makin "biryani banget". TOP. 

Suamiku terpukau dengan saladnya. Dressing-nya agak mirip dengan saus di The Halal Guys, khas. Sayurannya segar, kriuk-kriuk tanpa layu. Sambelnya masyaAllah nikmat. Terlihat sangar tapi rasanya pas pedasnya, bahkan ada sensasi asam tomat dan manis. Dagingnya soooo tender dengan bumbu yang menyerap sempurna. Anyway, hati-hati untuk yang kurang suka pedas. Dagingnya ini justru lebih sangar dari sambelnya tadi. Pedasnya lumayan bikin ser-seran mata dan bibir, tapi ini nyeimbangin nasi rempahnya menurutku. Nah porsinya, jangan ragu deh, namanya masakan timur tengah ya terkenal dengan porsi besarnya kan, dan ini pun sesuai dengan kaidah itu, kenyang sampe sebah deh pokoknya.

Mungkin dari angkat 0 sampai 10, Ali Baba Middle East Food ini aku kasih nilai 9. Karena harga, rasa, tampilan, porsi, semua masuk di selera aku. Kalian penyuka makanan timur tengah jugakah?  Lagi di Bandung? Boleh banget dicoba menu Ali Baba ini. Dengan harga super terjangkau kita udah bisa banget makan ala sultan πŸ˜‚. Sila dicoba manteman πŸ’™

Saturday, March 14, 2020

Ngalor-ngidulin Film "Parasite"

Setelah sekian purnama, akhirnya nonton Parasite juga πŸ˜‚. Kemana ajaa Naad, orang mah udah trending-nya Corona Covid-19, ini masih bahas film Parasite aja πŸ˜†. Yaudah sih yaa, bukan wajib juga yekan nonton ni movie. Yang penting sekarang udah nonton neeeh, berita Corona juga mayan uptodate, semua tetep aman terkendali kaaan 🀭 #sokiyebanget. 

Well, kayaknya aku ga bakalan bahas tentang resume-nya deh. Karena aku yakin banget, kebanyakan dari kelen semua juga pada tau, malah mungkin lebih dulu dari aku. So, aku bakal ngalor-ngidulin aja ya, bahas apa yang pengen dibahas tentang film Parasite ini.

Secara all in, film ini bisa dibilang keren sih. Dia bisa memadupadankan genre thriller dengan cara yang lebih santai dan berbumbu komedi, tanpa ngilangin nuansa thrilling-nya. Jadi, ada sensasi beda gitu nontonnya, semacem lucu tapi tegang, tapi ya ga tegang-tegang amat, ngerti kan maksudnya?πŸ˜‚ Mungkin karena otak nih langsung kayak auto-comparing gitu, antara nikmatin film Orphan, contohnya, dengan film Parasite ini. Beda gitu tegangnya. Tapi, plotnya yang unik dan agak susah ditebak itu jadi point plus banget sih dari Parasite.

Terus, yang bikin aku seneng sama filmnya, Parasite ini kayak bisa ngerubah image aku gitu tentang film Korea yang cenderung kentel di romansanya. Bukan aku kontra loh yaa, justru so far, kalo aku lagi butuh asupan romance, tak lain dan tak bukan aku pasti milih nyari film Korea. Memuaskan gitu rasanya 🀭. Mau dikata filmnya bertema hal serius, pasti aja kuat banget romansanya 😁. Nah, Parasite ini bener-bener ngebuyarin paradigma itu buat aku. So, i appreciate for that effort 🀭.

Secara plot, menurut sepenangkapan aku, Parasite tuh kayak nyoba membuka pikiran orang-orang tentang sudut pandang orang miskin dan orang kaya, khususnya di Korea Selatan. Tentang apa yang jadi fokus dimasing-masing keduanya. Ngegambarin juga tentang ke-jomplang-an hidup di Korea Selatan (negara lain gitu juga sih sebenernya, serupa). Yang kaya banget ya ada, yang miskin banget juga banyak. Mereka hidup kayak berdampingan padahal sama sekali enggak. 

Selain itu, hal yang narik perhatian aku banget sama film ini adalah rumah si orang kaya. Beuh masyaAllah, keren. Minimalis tapi mewah. Luaaas banget rumahnya tapi perabotnya ga penuh kayak kita-kita. Ga neko-neko desainnya, sekatan juga ga banyak, tapi mencakup banyak ruang. Selain itu juga si bunker dan halaman rumahnya. Duh, mupeng mak. Pengen banget deh punya rumah dengan halaman super luas berbalut rumput hijau gitu, sama ruang bawah tanah untuk nyimpen stok bahan makanan yang nyambung ke bunker rahasia. Buat kabur nyari inspirasi enak tuh ruangan. Sama juga sekalian buat uji nyali 😁.  Bener, suka banget deh ah. 

Intinya, film ini aku rekomendasiin sih. Durasi ga terlalu panjang, plot okey, scene-nya mantep, mau rumah orang kayanya ataupun rumah orang miskinnya, ngena. Pemain-pemainnya cucok. Pengambilan gambarnya enak buat diikutin dan ditonton. It's daebak! 🀭 Monggo yang belum nonton, boleh dimasukin ke wishlist tontonannya πŸ˜πŸ˜‰

Friday, March 13, 2020

Teach by Teaching, not by Correcting


"Teach by teaching, not by correcting". 
Mungkin statement tersebut sangat familiar, terutama bagi pendalam dan penganut sistem pengasuhan Montessori. Pada dasarnya, aku pribadi bukan pengikut garis keras sistem parenting tersebut. Kebetulan adik ipar memang mengambil special course untuk Montessori ini dan sedikit banyak kami diskusi dan berbagi. 

Di dalam Montessori, usaha dan hasil karya anak sangat dihargai dan dijunjung tinggi, selama tidak membahayakan dirinya sendiri, orang lain, dan lingkungan. Bahkan, ketika anak melakukan "kesalahan" pun, kita para pendamping sangat dianjurkan untuk tidak mengoreksi, dalam artian mencap salah, di awal. Jangan sampai, koreksian dari kita malah menjatuhkan kepercayaan diri si anak yang akhirnya jadi membatasi gerak belajar mereka. Alih-alih mengoreksi, pendamping akan membuat mental note sebagai catatan, agar "kesalahan" saat ini menjadi point pembelajaran di lain waktu. Misal, ketika kita meminta tolong anak untuk mengambilkan mangkuk, ternyata yang diambil adalah piring, di Montessori tidak disarankan untuk membuat pernyataan, "Lho salah nak, ini piring, bukan mangkuk". Tetapi, bisa direspon dengan, "Ooh, adek mau pakai piring aja makan sayurnya? Okay, kuahnya kita masukkan sedikit aja yaa biar enggak tumpah", sambil kita membuat mental note, lain waktu berarti harus diperkenalkan kembali mangkuk dan perbedaannya dengan piring. 

Untuk meminimalisir correcting tersebut, kita sebagai pendamping yang harus menyesuaikan diri dengan anak. Kita berusaha menjadi bagian dari si anak. Katakanlah saat belajar pre-writting, ketika kita akan menunjukkan cara membuat lingkaran, buatlah sealami mungkin, jangan membuat lingkaran yang sempurna, sehingga akhirnya ketika si anak mencoba, dia akan merasa bahwa hasil dia jelek, dan menimbulkan rasa keraguan, meski sedikit, untuk mencoba kembali. Sebagai sistem yang sangat mengedepankan proses eksplorasi si anak dalam mempelajari sesuatu, timbulnya sifat keraguan tersebut tentu akan menghambat fokus eksplorasi mereka, yang secara tidak langsung menghambat belajarnya. 

Selain berusaha menapaki dunia si anak, dengan menjadi bagian dari mereka, pendamping pun diharapkan mampu mengobservasi, tahap pembelajaran apa yang sesuai pada anak di saat ini. Ketika kita lihat si anak belum sampai tahap untuk mengenal huruf, tidak perlu dipaksakan untuk itu. Lihat dan gali lagi, potensi apa yang sedang berkembang padanya saat ini, dan beri atensi lebih untuk potensi tersebut. Dalam interval waktu tertentu, kita coba kembali untuk mengenalkan secara perlahan tentang huruf, jika akhirnya dia merespon dengan baik, maka proses pengenalan huruf bisa dimulai.  
Sebenarnya, masih sangat banyak dasar-dasar sistem parenting Montessori dan dikarenakan aku bisa dibilang sangat newbie dalam hal ini, dan juga pembelajar otodidak, maka dirasa masih perlu belajar banyak lagi untuk bisa membagikan tulisan mengenai kepengasuhan Montessori tersebut. Mungkin lain kali, aku bisa menarasikan lebih banyak, insyaAllah. 

Tapi, menjadi catatan pada diri sendiri juga, bahwa sistem parenting apapun yang kita coba terapkan untuk anak-anak kita, semua kembali kepada orang tua masing-masing. Tidak ada kemutlakan dalam penerapannya. Segala sesuatunya dibuat berimbang, dan disesuaikan dengan keadaan. Juga, dengan tetap menjaga level bahagia ibu sebagai pendamping utamanya. Jangan sampai keidealisan kita untuk menerapkan sistem tersebut malah menjajah ruang kebahagiaan kita dengan anak. Yang ada, baik pendamping/ibu maupun anak akan stress dan tujuan kepengasuhan pun tidak dapat tercapai.

Thursday, March 12, 2020

Yakin Siap Tuk Menikah??


Menurutku pernikahan adalah pintu gerbang perjalanan panjang dengan lika-liku dan terjal-landai di dalamnya. Terlihat mudah ketika kita belum terjun langsung dan menjalaninya. Seolah psikologis single kita membentuk image bahwa dengan pernikahan semua akan menjadi lebih indah, karena akan ada seseorang yang selalu mendampingi kita. Tak sepenuhnya salah pernyataan tersebut. Tapi ternyata, tak bisa dibenarkan juga. Pada kenyataannya, bahkan, usaha untuk meleburkan dua personal untuk dapat berjalan secara harmonis tidaklah semulus romansa di drama Korea. Dua kepala, dua otak, dua pikiran, dua keunikan sebagai individu, dua karakteristik, dua keluarga, tetaplah menjadi "dua" dengan ke-khas-an masing-masing yang jelas tak bisa diubah. Yang bisa dilakukan hanya mencari titik tengah, untuk setiap plot-plot permasalahan dan keadaan. Pastinya, dalam upaya menentukan dan menemukan titik tengah inipun tak mudah kan sodara-sodara?🀭 Bukan untuk menakut-nakuti, hanya berbicara tentang realita. Bukan menahan agar para kaum muda menunda pernikahan dan lebih memilih untuk perpacaran dengan dalih saling berkenalan, ooh Ferguso, bertahun-tahun kau berpacaran pun belum membuka "layar asli" dari personal itu sendiri, trust me! Hanya pernikahan pembuka tabir keaslian tersebut. Enggak percaya? Nikah deh dan kemudian bertestimoni 🀭.

Aku hanya bingung, sering sekali mendapatkan fenomena para unmarried di sekitar, ketika hidup sedang dihadapkan pada kesulitan, misalkan dalam upaya menyelesaikan studi, atau berkenaan dengan pekerjaan, masalah dengan orangtua/saudara, terlontarlah, "Duh, pusing deh, mending kawin (nikah) aja ah!", seolah-olah menikah adalah solusi dari segala perkara. Yang akhirnya, mostly dari kita memandang mudah menikah ini, akhirnya tidak mempersiapkan diri atau sekedar mengenal lebih dalam tentang ilmu pernikahan tersebut. Efek sosialnya, angka perceraian yang semakin tinggi, tingkat keharmonisan rumah tangga yang rendah, ketidaksiapan dalam kepengasuhan anak, dan masih banyak lagi. Miris. Pernikahan bukan tempat pelarian dari masalah ya dekadek yang lucu. Cateuut! 😁

Aku pribadi, masih ada rasa menyesal terhadap diri yang rasanya kurang mempersiapkan diri tentang pernikahan. Terutama secara keilmuannya. Oleh karenanya, tak berhenti tuk belajar, mencari tahu, karena memang semua itu sangat diperlukan, jika kita menginginkan pernikahan yang bukan hanya sekedar status di KTP, tapi memang untuk mewujudkan sakinnah, mawaddah dan rahmah. Pernikahan yang membahagiakan semua elemen di dalam keluarga bentukannya tersebut, secara duniawi dan ukhrawi. Sungguh perjalanan panjang, bahkan hingga maut menjemput, dan juga kehidupan setelahnya. Jadi, masih berpikir bahwa menikah adalah jalan keluar dari segala problematika? πŸ€­πŸ˜‰πŸ’™

Monday, March 9, 2020

Galau, Butuh Curhat, Berdoa Solusinya


Dari Bukhari, diriwayatkan daripada Anas ibn Malik; apabila Rasulullah s.a.w., berhenti untuk berehat; saya dengar baginda berdoa: “Ya Allah, aku berlindung dengan-Mu daripada keluh kesah dan kesedihan, dan aku berlindung dengan-Mu daripada kelemahan dan kemalasan, dan aku berlindung dengan-Mu daripada bebanan hutang dan daripada paksaan/penindasan manusia

Mungkin yang biasa mengamalkan Zikir Wirdul Latif akan familiar dengan doa yang dikutip dari hadist Nabi tersebut. Biasanya diperuntukkan bagi orang-orang yang ingin terbebas dari hutang piutang, disamping berikhtiar dalam pengumpulan materi, doa ini pun bisa menjadi salah satu bentuk ikhtiar batiniahnya. Sesuai dengan isi dari doa tersebut, ternyata tak hanya dikhususkan untuk perkara hutang saja, tapi lebih luas dari itu. Doa yang memohonkan diri ini diselamatkan dari sifat keluh kesah, bersedih, dari segala kelemahan, kemalasan, bahkan penindasan manusia. Ketika merasa galau, tengadahkan tangan ini, ucapkan doa tersebut dengan perasaan dalam dan merendah, pinta dengan sebaik-baiknya permintaan, insyaAllah Allah akan qabulkan. Dan atau setidaknya, ketenangan akan terasa, karena kita sudah merasa membagi beban hati, beban pikiran. Bahwa kita punya sandaran, tempat untuk curhat dan meminta, tanpa rasa malu atau ragu. Justru sebaliknya, Allah sangat senang dimintai sesuatu, maka teruslah berdoa dan meminta. Seperti hubungan ibu dan anak, suami dan istri, semakin banyak interaksi, semakin banyak saling menyandarkan diri, semakin kuat bonding terbentuk. Begitu juga hubungan dengan Tuhan, keeratannya dapat kita bina dengan intensitas tanpa melupakan kualitas interaksi kita dengan-Nya. Banyak cara tentunya, salah satunya dengan doa. Maka, perbanyaklah doa. Detailkan lah doa. Kembalikan segala keluh kesah ini pada-Nya. Teman curhat yang Maha Sempurna, tak kan khianat, dapat dipercaya, bahkan mampu memberi jalan keluar di setiap curhatan kita, dengan jalan istimewa, insyaAllah πŸ’™

Sunday, March 8, 2020

Yiruma alias Lee Ru-ma, Terkecoh karena Nama

Sumber gambar dari Om Google

Okay, mari rebahan, pasang headset, klik aplikasi Joox, pilih album Yiruma Collections, mainkan! Bismillaah, mari mulai menulis πŸ€“

As usual, alunan piano mendayu-dayu River Flows in You bakal jadi opening setiap kali milih album ini. Sengaja banget disimpen paling atas di list, karena ini emang koleksi Yiruma terfavorit aku. Beuh, inget banget tuh, pertama kali nemu ini di YouTube, suasana emang lagi agak jemu-jemu lucu, butuh sesuatu yang relaxing and easy listening, masukin lah keywords "sad piano instrumental", dan nemulah 1 album dengan River Flows in You dan Kiss The Rain salah duanya di dalem album itu. Maaakkk, langsung jatuh hati coy dari pertama dengerin. Autongulang-ngulang dah abis itu. Tiap malem terutama, pas senyap, butuh yang bikin suasana makin nyenyapin. Walhasil, mulailah jiwa kekepoannya meronta-ronta. Siapa di sini yang kalo udah suka sama sesuatu bakal gali teroooss informasinya sana sini? Kalo kalian gini, toss dulu kita, berarti kita samaan freak-nya πŸ˜‚. 

Pertama-tama, cari info by wikipedia. Uhlalaaaa, terkejut saya terkaget-kaget, TERNYATA, Yiruma ini bukan wong Jepang loh! Haha, terkecoh banget dah sama namanya. Padahal eh padahal, nama aslinya tuh Lee Ru-ma, sekewarganegaraan sama BTS cuy, means, Korea Selatan banget dia πŸ˜‚. Ya walopun sempet lama banget tinggal di Inggris, dan bahkan sempet punya dual citizenship, yaitu sejak usia 10 tahun (1988) sampe akhirnya kena jatah wajib militer Korsel (2006) dan kemudian mutusin buat ngelepas British Citizenship-nya demi milih buat mengabdi dan kembali ke negara asalnya, Korea Selatan. Lebih bikin salutnya, ternyata kepindahan dia ke London itu buat ngilmu dong. Dia belajar di The Purcell School for Young Musicians, jadi kayak sekolah khusus musik gitu di Hertfordshire, Inggris sana yang memang diperuntukkan untuk anak-anak, dan sekolah ini termasuk sekolah musik tertua di Inggris. Pantesan aja kan yak dia expert banget gitu, secara dia udah mendalami passion bermusiknya, terutama piano, dari usia muda. Nah, gue? Umur 10 taun kayaknya masih baca komik Doraemon sambil nonton kartun Mojacko deh πŸ˜….

Anyway, Yiruma ini adalah composer sekaligus pianist. Dia udah ngehasilin karya banyak banget, terdiri dari beberapa studio album, live album, singles, collaboration, compilation, bahkan sampe movie soundtrack pun pernah digarap. Aku sendiri belum ngedengerin semuanya, saking banyaknya dooong. Tapi, so far, yang pada udah aku dengerin, aku suka. Ini beberapa yang jadi fave aku : River Flows in You, Kiss The Rain, Scenery, Impromptu, Fairy Tale, Serenade in D-Flat, Love Me, Falling in Love, Reminiscent, The Days That'll Never Come. Sebenernya masih banyak lagi sih πŸ˜‚. Tapi lebih afdol kalo dengerin sendiri aja 🀭. Dengan gaya new-age musics-nya, yang cenderung ke klasik kontemporer, bikin orang-orang yang awam sama musik klasik pun bakal lebih gampang nerima musik instrumen ini. Easy listening as i said lately, and it's quiet true. Ngedengerin ini tuh bikin kita pengen bisa maen piano gitu, atau seenggaknya, dimainin piano sama seseorang #jahhh halu πŸ˜‚. Yaudah sih yah, dimaenin sama abang Yiruma aja via Joox ato YouTube udah cukup yekaan 😌. Anytime, anywhere, semudah itu πŸ€­πŸ’™

Saturday, March 7, 2020

Ketika Aku Marah pada Anakku


Tak ada orang tua yang sempurna. Menurutku, keindahan parenting tanpa drama hanya ada pada sebatas teori. Kenyataannya, tak sedikit dari kita khilaf. Amarah, bentakan, bahkan tak jarang juga kekerasan fisik seperti cubitan, pukulan, pernah menghiasi perjalanan kepengasuhan kita. Lalu apa gunanya kelas parenting juga segala ilmu mengenainya? Tak lebih adalah sebagai check point. Saat kita mulai "kurang waras", ilmu kepengasuhan ini bisa diibaratkan sebagai pengingat kembali. Mengembalikan sedikit demi sedikit kewarasan kita untuk lebih siap lagi menghadapi hari dengan bocah, dengan lebih baik. Karena kita tempat salah dan khilaf, hal yang tak bisa kita tepis. Namun, kita diberi paket akal. Disitulah fungsi akal yang mendorong kita tak berhenti untuk terus meng-update diri, diingatkan kembali, terus terus dan terus, untuk menyeimbangkan ketidaksempurnaan kita sebagai manusia tadi. 

Lalu bagaimana jika aku terlanjur marah? Menyakiti hati anak? Menyesal. Pasti. Lumrahnya seperti itu. Bersyukurlah, karena dengan adanya penyesalan itu menjadi tanda kuatnya cinta dan sayang kita terhadap anak tetap ada. Justru kita perlu waspada, ketika penyesalan itu bahkan sirna. Ada yang salah berarti dengan hubungan parental ini. Ada sesuatu yang harus diobati.

Lalu, cukupkah dengan penyesalan? Tentu tidak. Itikad baik dan ikhtiar untuk memperbaiki keadaan itu penting. Aku pernah mengikuti suatu kelas parenting online. Kebetulan, tema kelas yang diikuti saat itu mengenai anger management. Pengisi materi saat itu memberikan solusi bilamana kita sudah terlanjur marah pada anak kita. Kita tahu dengan pasti, kadang amarah itu melejit dengan cepatnya tanpa kadang belum sempat kita cegah. Beliau berkata : bayarlah 1 keburukanmu dengan 5 kebaikan. Artinya, ketika sekali kita terlanjur marah, segera tutup luka amarah itu dengan 5 kebaikan lain. Bukan bentuk penyogokan menurutku. Tapi lebih ke membentuk "kecenderungan". Tentunya, luka yang sudah kita torehkan di hati anak kita tak semudah itu hilang. Namun, dengan memberi lebih kebaikan, maka hati anak pun tidak akan goyah, perasaan "tidak disayangi" tidak sampai mereka asumsikan. Padahal kita tahu, ketika seorang anak sudah merasa "tidak disayangi" oleh orang tuanya, maka psikis mereka akan terganggu hingga masa dewasanya. Dengan upaya 1 keburukan 5 kebaikan ini, diharapkan rasa yang ditangkap anak akan lebih "kecenderungan" ke hal baik, artinya kita tetap menunjukkan lebih banyak sayang kita daripada amarah kita. 

Teruntuk para ibu, dan mungkin juga ayah, yang secara langsung terjun pada kepengasuhan anak, kalian sejauh ini sudah luar biasa. Mengasuh anak artinya mengasuh seorang miniatur manusia. Bisa diperkirakan, seorang atasan mengatur anak buah yang notabene sudah dewasa pun terkadang sulit. Apalagi orang tua yang mengasuh, bukan sekedar mengatur, miniatur manusia dengan segala kebelum matangan, baik fisik, psikis, akal. Semua tidak akan mudah. Mungkin jujur saja, ini sulit. Maka dari itu, kita harus bisa me-manage kondisi dan keadaan kita, jangan sampai membebani terus dan terus, kontinu hingga akhirnya mengarahkan kita pada depresi atau bentuk stres lain. 

Ketika kita mampu menerapkan teori parenting dengan baik, maka bersyukurlah, apresiasi diri, kamu hebat wahai diri. Dan ketika kita "melanggar" teori parenting lainnya, maka menyesal lah, tapi jangan berlarut. Cari cara untuk membayar penyesalan itu pada anak kita. Bangkit, minta maaf pada anak kita dengan sungguh-sungguh, kemudian maafkan diri, cari ilmu lagi untuk bisa menjadi lebih baik. Tak perlu berhenti. Karena kita pendosa ini akan selalu butuh charge ilmu, seperti dikatakan sebelumnya, sebagai pengingat kembali. Tak lupa, hal yang penting tetapi sering terlewati oleh kita, mohon bantuan pada Allah, Tuhan kita, yang menciptakan diri kita dan juga anak-anak kita. Minta bantuan pada-Nya, sebagai Yang Menitipkan anak-anak ini, Yang Sesungguhnya Memiliki anak-anak ini. InsyaAllah semua akan menjadi baik kembali, walau ketidakbaikan kadang menyelingi. πŸ’™

Friday, March 6, 2020

Euphoria Kelulusan dan Filosofinya


Alhamdulillaah 'ala kulli haal. Coretan kali ini akan sedikit berkisah tentang kelulusan. Well, ter-ide-kan dari lulusnya adik perempuanku yang pangais bungsu. Akhirnya, setelah 3,5 tahun menjalani dunia perkampusan, dia berhasil memperoleh gelar kesarjanaannya di bidang ilmu komunikasi. Ada kebanggaan sedikit di sini, dia pun meraih predikat lulusan termuda, tercepat, bahkan dengan status cumlaude. Kami bersyukur atas karunia itu tentunya. 

Adikku sangat bahagia dengan prestasinya. Segala "kurang tidur", "kejar-kejaran dengan pembimbing", "kejenuhan dengan tingkat stres tinggi", dan segala bentuk ke-khas-an skripsian akhirnya terbayar. She worthed to appreciate herself tho. Tapi, di tengah bahagianya, kami sebagai keluarganya pun tak lupa mengingatkan, bahwa ini bukan akhir dari segalanya. Justru mungkin bisa dikatakan awal babak kehidupan sesungguhnya. 

Setelah lulus, kita mulai dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang realita, yang sebaiknya kita mampu jawab dengan bijak. Apakah kerja kantoran atau wiraswasta? Fokus pada bidang yang sudah diambil saat kuliah atau justru lintas bidang? Pekerjaan macam apa yang diharapkan? Bagaimana cara mendapatkan pekerjaan tersebut atau cara memulai usaha yang kita inginkan? Serta jejeran pertanyaan lain yang non-textbook siap menanti untuk dijawab. Ya, non-textbook, karena pertanyaan tersebut membutuhkan jawaban terbuka yang tidak bisa kita temukan pada literatur atau textbook manapun. Butuh melibatkan kecerdasaan emosional dan spriritual  juga, bukan hanya intelektualitas saja. Karena jawaban-jawaban ini akan menjadi tolak ukur kehidupan macam apa yang akan kita bentuk ke depannya. 

Hidup itu dinamis, tentu aku pribadi setuju dengan statement itu. Segala apa yang terjadi tidak mutlak. Akan ada perubahan, akan ada pengecualian. Tapi, bukan berarti kita jadi tidak merencanakan bukan? Menurutku, perencanaan itu perlu, agar mempermudah langkah kita dalam menapaki arah. Bayangkan kita jalan tanpa arah, bingung, tak PD. Disitulah fungsi dari perencanaan itu sendiri. Tapi, sekeren apapun rencana yang dibentuk, kita tetap perlu melibatkan sisi spiritualnya, dengan tawakal misalnya. Atas segala rencana, kita usahakan untuk menggapainya semaksimal kita bisa, dengan tetap berserah pada Sang Maha Pemilik Rencana untuk semua hasil akhirnya. Rasa berserah ini akan menjadi rem bilamana segala hasil tak sesuai dengan target. Rem untuk rasa kecewa dan sedih berlebihan. Juga rem untuk merasa down terlalu lama. Seperti itu kan rumus impian sebenarnya?

So then, untuk semua adik-adik (halahhh) yang baru saja menikmati indahnya "kebebasan" atas kelulusan, congrats! Semoga ilmunya dapat bermanfaat dan membawa keberkahan untuk banyak orang. Selamat mencari juga. Perlahan saja, temukan mimpi dan passion kalian, jangan sampai akhirnya diperbudak oleh stigma masyarakat. Kalian yang pegang kendali atas hidup kalian, selama mampu untuk mempertanggungjawabkannya, just go on. Serta jangan lupa untuk selalu melibatkan Tuhan atas langkah apapun yang dipilih dan dijalankan. Barakallahulakum πŸ’™

Thursday, March 5, 2020

Membuka Harta Karun Saksi Bisu


Memorable, satu kata yang bisa mendeskripsikan benda ini. Kurang lebih selama 4 tahun dia menemani perjuanganku untuk meraih kesarjanaanku. Terdengar educated walau sebenarnya sering pula dipergunakan untuk hal non-akademis (mungkin malah lebih sering). Untuk menonton film, serial favorit, mendengarkan lagu, menyimpan koleksi foto-foto pribadi, bermain game, bahkan sebagai diari elektronik πŸ˜. Disaat teman-teman lebih memilih laptop dengan ukuran lebih kecil di zamannya, aku justru memilih dia yang luar biasa raksasa, karena apa? Karena cocok untuk mata bolorku ini sodara-sodaraπŸ˜…. Dengan ransel serba adaku, my giant lappy selalu menyertai. Berat, tapi puas πŸ˜†.

Pernah sekali si raksasa ini "ngadat" kelas parah sampai harus di-opname di service center selama kurang lebih sebulan. Hampa itu ada πŸ˜„. Karena sejujurnya, di masa itu laptop jauh lebih berharga dan esensial dibanding handphone, setidaknya menurutku. Aku termasuk anak yang kurang tega untuk sedikit-sedikit lapor perkara kebutuhan seperti ini ke orang tua, juga tipikal orang yang enggak gampang mengganti suatu barang besar begini kecuali memang sudah mati mutlak tak bisa menyala lagi. Akhirnya, dengan segala daya upaya, ups downs, sukseslah si raksasa menjadi satu-satunya laptop yang menemani perjuangan kuliahku. Terharu. Juga bangga. Karena bahkan sampai aku kerja pun masih setia menemani ternyata πŸ˜„. Bukan sekedar saksi bisu segala modul perkuliahan, paperwork, desain kemasan, laporan Tugas Akhir 1, Tugas Akhir 2, hingga skripsi dan poster-poster, tapi juga curriculum vitae, application letter, segala tetek bengek saat melamar kerja pun dihasilkan oleh raksasa hitamku ini. Luar biasa kan? masyaAllah 🀭.

Sampai akhirnya, dia sudah benar-benar udzur, layar yang sudah bernoda, suara super bising yang terdengar setiap dinyalakan, ditambah tergeser oleh kemudahan ber-smartphone, menjadikan tahun 2016 sebagai tahun terakhir si raksasa hitam beroperasi. Setelah itu, dia hanya ku simpan dalam lemari di rumah mama, terlalu historical untuk dijual ataupun dibuang. Tahun 2007 hingga 2016, sembilan tahun kebersamaan, terlalu banyak hal tentangku dijaga kerahasiaannya oleh my sentimental lappy ini.

Hari kemarin, 4 Maret 2020, untuk pertama kalinya aku membuka kembali benda ini. Wow masyaAllah, charger masih berfungsi, bahkan masih bisa dinyalakan hingga laman utama. Hanya saja ada beberapa hal yang tak bisa diakses, mungkin karena software terakhir yang aku install di laptop ini sudah tidak lagi support. Linux, ya, itu software terakhir yang kuingat, meskipun sudah lupa tipe apa 😁. Selain itu, secara fisik pun semakin rapuh. Lapisan LCD sudah terkelupas, warna keyboard yang mengusang dan bahkan beberapa pads-nya sudah tidak berfungsi. Alhamdulillaaah, terima kasih wahai kamu yang sudah se-tough ini hadir menemani hari-hariku di kala itu. Terima kasih juga akhirnya sampai saat ini dan mungkin nanti kamu tetap menjadi salah satu portkeys yang bisa membawa aku kembali ke masa lalu dengan segala cerita dan sejarahnya. Kelak nanti kamu akan kuperkenalkan pada anakku, "Ini loh nak, meski benda mati, tetapi bersaksi banyak atas fase-fase penting di hidup ibumu" dan kemudian dilanjutkan dengan chapter per chapter percakapan hangat mengenang masa lalu penuh hikmah, antara aku dan anakku πŸ’™

Wednesday, March 4, 2020

Sesederhana Itu Definisi "Me-Time"


Me-Time : istilah untuk memberikan kesempatan pada diri melakukan kegiatan yang sangat digemari, disela-sela rutinitas, dengan tujuan untuk re-energizing dan re-arranging mood menjadi lebih baik.
Kata-kata yang sudah sangat populer di masyarakat. Berbanding lurus dengan tingkat kesadaran society akan pentingnya menjaga "kewarasan diri" dan perlunya memperjuangkan kebahagiaan pribadi terlebih dahulu sebelum akhirnya kita mampu menularkan kebahagiaan untuk sekitar, maka menurut aku me-time ini adalah salah satu hasil dari upaya tersebut. Memberikan private space kepada diri sendiri untuk keluar sejenak dari rutinitas inti, yang biasanya berisi kegiatan atau aktivitas yang memang digemari, bahkan tak jarang juga hobi.

Basically, jika kita kembali ke definisi dasar dari me-time tersebut, kita tidak butuh effort dan atau materi lebih (bahkan kadang sedikit memaksakan dari kesanggupan) untuk bisa melakukan me-time ini. Cukup telisik kembali, tanya inner voice kita, apa hobi saat ini? Apa hal sederhana yang ingin dilakukan saat ini? Atau mungkin sebatas, makanan apa yang sedang ingin dinikmati? 

At least, begitu cara aku untuk merencanakan waktu me-time ku. Buatlah wishlist yang realistis, tak perlu mengawang-ngawang yang akhirnya alih-alih me-recreate mood menjadi lebih baik, malah membuatnya semakin buruk karena ekspektasi terlalu tinggi. 
Seperti, aku sangat ingin menikmati pedas gurihnya seblak kuah dan (ritual wajib) kopi susu dingin, sambil menonton episode terbaru dari drama serial favorit malam ini. Saat Anis tidur, langsung eksekusi. Dengan bahan yang mudah didapat dan selalu tersedia di rumah, waktu yang singkat, wishlist me-time pun terlaksana. Atau kali lain, aku sangat ingin membaca novel terbaru sambil minum teh hijau panas tanpa interupsi bocah, i made it up easily. Sesederhana itu. Bahagia? Oow jangan ditanya lagi, masyaAllah nikmatnya sampai ke hati 🀭. 

Sebenarnya bisa saja aku membuat wishlist lain seperti, aku sangat ingin menikmati kelapa muda dari batoknya di pinggir pantai sambil membaca buku favorit. Itu hal yang ingin aku lakukan juga, sejujurnya. Tapi, dari segi realistis dan opportunity, jelas ini akan agak sedikit sulit terealisasi saat ini. Bukan menghempaskan kepenatan, malah melahirkan kepenatan baru 🀭. Yang seperti ini, aku kurang setuju menyebutnya me-time itu sendiri. Bahkan, saat aku dengar orang lain, "Duh, gue butuh me-time nih, nyalon asik kan?", aku pikir ulang, benarkah "nyalon" itu bentuk me-time yang sesuai untuk aku saat ini? Dengan pertimbangan anak tanpa pengasuh lain, waktu yang agak terbatas, mungkinkah bisa terlaksana? Seberapa memungkinkan terealisasi? Jika itu malah menyulitkan, i'll probably look for another way, means that isn't my me-time itself. Semudah itu menentukan me-time

So, sebisa mungkin untuk mengesΓ©t pikiran kita sesederhana mungkin untuk kegiatan ini. Karena, me-time itu ibarat pertolongan pertama pada kekurangwarasan akibat kejenuhan rutinitas. Harus dibuat semudah mungkin terlaksana. Bahkan, sebenarnya, kalau kita niatkan, ritual ibadah harian pun bisa menjadi bentuk me-time loh. Di tengah hectic-nya mengurus anak dan rumah misalnya, atau di antara kesibukan kantor hari ini, jeda waktu untuk shalat/ibadah harian menjadi bentuk  re-energizing untuk sesaat keluar dari alur rutinitas, menanggalkan segala beban pikiran, tekanan, dan melakukan komunikasi batin dengan Khalik. Bukankah itu bentukan lain dari meditasi? Bukankah meditasi terbukti ilmiah dan sangat disarankan untuk dilakukan untuk masyarakat "sibuk" saat ini? Bukankah meditasi itu sendiri mempunyai output yang sama dengan me-time tersebut? masyaAllah, ternyata bahkan agama pun sudah mengatur hingga hal personal seperti me-time ini. Sekarang, kembali ke diri kita sendiri, mau seperti apa mindset yang dibentuk untuk menanggulangi "kejenuhan" sehari-hari itu. More complicated you wanna be, getting further the peace and happiness would be πŸ’™

Tuesday, March 3, 2020

Bahas "Badge" Biar Kayak Orang-Orang

Telat, but it's better being late than never kan? Jadi ceritanya mau bernarasi sedikit tentang gambar ini. Well, mungkin buat sebagian besar orang, gambar ini gak lebih dari sekedar format ".jpg" hasil download dari page internet, that's all. Sebenarnya ya gak salah juga, memang aku pun mengunduh gambar ini dari salah satu grup FB yang aku ikuti, yaitu Kelas Literasi Ibu Profesional. Grup ini merupakan salah satu grup kelahiran Komunitas Ibu Profesional yang menampung para penghobi menulis, baik itu anggota maupun non-anggota Komunitas Ibu Profesional. Di grup ini, sesuai namanya, kita mengasah, mewadahi diri, saling berbagi, tentang literasi, tak hanya hal menulis, bahkan membaca dan berbagi tentang buku yang sudah dibacapun menjadi agenda di grup ini. 

Nah, gambar di atas itu adalah badge ya teman-teman. Bentuk apresiasi atas pencapaian menulis kita setiap bulannya. Ada 3 kategori badge yang bisa kita kejar, yaitu :

10 setoran tulisan - You're GOOD (badge dasar)

20 setoran tulisan - You're EXCELLENT

30 setoran tulisan - You're OUTSTANDING (kecuali untuk bulan Februari 27 setoran dan bulan Desember 20 setoran)


Perhitungan didasarkan pada jumlah tulisan yang disetor per bulan. Aku pribadi gabung di grup ini sejak pertengahan Januari 2020 dan sejauh ini belum berhasil mendapatkan badge You're Outstanding πŸ˜. Di bulan pertama, Alhamdulillaaah, meskipun baru gabung di pertengahan bulan tapi akhirnya masih bisa mengejar badge dasar/ You're Good. Pencapaian pertama ini akhirnya mengantarkan pada WAGroup yang ternyata berpengaruh sekali buat cetikan semangat menulis aku. Secara, grup WA ini sudah tang-ting-tang-ting sepagian sampai menuju pergantian hari berikutnya, melaporkan setoran tulisan masing-masing di hari itu. Kompor banget kaaan. Yang pada belum nulis ya tergelitik nulis juga akhirnya, biar bisa ikutan setor juga ceritanya 🀭😁. Akhirnya, di bulan Februari 2020, bulan ke-2 bergabung, i got my level up by achieving You're Excellent! Artinya, aku bisa menulis rutin setidaknya 20 hari dan menghasilkan 20 tulisan dalam bulan tersebut. Yayyyy, Alhamdulillaah 😍. Jadi ngerti kaaan, betapa gambar badge ini bukan sebatas gambar ".jpg" belaka. Ada usaha, bentuk kekonsistenan, juga niat dan tekad kuat untuk sekedar memampangkan gambar tersebut di laman sosial media/blog kita. Yaa, bukan maksud sombong sih, tapi lebih ke bentuk penghargaan terhadap pencapaian diri, untuk bisa lebih terpacu lagi dibulan-bulan selanjutnya. Karena kualitas tulisan itu lahir dari seringnya kita menulis, begitu para suhu yang masyaAllah luar biasa di grup ini menyemangati. So, keep writing, no matter what you have inside your mind, just write them on! ☺️ 

Tahun 2020 ini masih panjang, berarti program menulis pun belum selesai sampai sini. Badge-badge siap menanti untuk dikoleksi 😁. Tapi yang terpenting, ujian kekonsistenan pun masih panjang. Harapannya, ya semoga bisa terus menulis sepanjang tahun ini. Mengkatakan setiap momen, pikiran. Menjadikan hobi bukan hanya sebatas hobi yang bisa dinikmati sendiri, tapi juga saling menikmati buah dari hasil para penghobi lainnya. Saling belajar, menemukan ide baru, gaya menulis baru, semangat baru, bahkan cerita sukses yang beraneka, dari mereka yang telah teruji kekonsistenannya lebih dulu, dari hobi yang sama. Who knows, later it would be my other half of life, wishfully πŸ’™



Monday, March 2, 2020

CERPEN : Monolog Safar


Perjalanan kali ini agak sentimentil buat aku. Mendung sepagian, disusul rintik-rintik gerimis, syahdu, membawa suasana berbeda. Tak sepenuhnya cuaca berandil sepertinya, tapi memang sedang ada kesyahduan lain di dalam hati yang entah apa aku pun sulit menjelaskan. Seperti merindukan sesuatu, tapi ragu untuk mengungkapkan.

Tentang waktu, mudahnya ia berlalu. Kesibukan membawa yang dekat serasa menjauh. Bahkan satu naungan atap tak menjamin adanya kebersamaan yang hangat dan mengisi. Sembari terkadang bingung dibuatnya, sebenarnya apa yang sedang kita kejar, kita cari? Dunia? Sampai batas mana? Sedangkan tahu betul kita, waktu terus bergulir tanpa negosiasi tuk harap kembali.

Itu mengapa, bersahabat dengan kesendirian aku rasa perlu. Setidaknya membawa genre ketenangan lain alih-alih mengadudombakan situasi. Mari kita sebut ini cara untuk berdamai dengan diri. Karena kita jelas tak punya daya yang cukup untuk membuat orang lain berlaku seperti yang kita harapkan selalu,  satu-satunya jalan teraman, kalau boleh bisa dikatakan begitu, adalah dealing with your own self. Kita mem-provide diri kita sendiri untuk membawa pada bentuk kenyamanan sendiri, tanpa mengganggu ketenangan orang lain dalam berlaku.

Semakin tenggelam pada pengharapan akan kehadiran sosok lain, yang mungkin, tuk memberi udara-udara ekspektasi, semakin kita sadar bahwa itu semua fana. Sesungguhnya, tak ada istilah "aku bisa begini karenamu". Semua bisa begini begitu karena dirimu, juga campur tangan Tuhanmu, yang membuat seolah sesosok itulah yang telah berperan penting bagimu. Tak seperti itu. Jangan diperbudak oleh makhluk, ketika kita benar mengenal Khalik. Oleh karenanya, jika kita telah mampu melewati hari yang dirasa cukup pelik, bersyukurlah pada Tuhanmu, lalu berterimakasihlah pada dirimu, katakan : Hei diriku, kau luar biasa hebat, tak ada yang berat karena kau mampu membuatnya ringan, karena kau yakin bahwa Tuhanmu selalu bermain peran esensi di setiap episode hidupmu, terimakasih untuk selalu begitu, wahai diri. Tetaplah begitu, aku. 

Sepanjang jalan penuh hening,
Bandung-Cianjur πŸ’™