Me-Time : istilah untuk memberikan kesempatan pada diri melakukan kegiatan yang sangat digemari, disela-sela rutinitas, dengan tujuan untuk re-energizing dan re-arranging mood menjadi lebih baik.
Kata-kata yang sudah sangat populer di masyarakat. Berbanding lurus dengan tingkat kesadaran society akan pentingnya menjaga "kewarasan diri" dan perlunya memperjuangkan kebahagiaan pribadi terlebih dahulu sebelum akhirnya kita mampu menularkan kebahagiaan untuk sekitar, maka menurut aku me-time ini adalah salah satu hasil dari upaya tersebut. Memberikan private space kepada diri sendiri untuk keluar sejenak dari rutinitas inti, yang biasanya berisi kegiatan atau aktivitas yang memang digemari, bahkan tak jarang juga hobi.
Basically, jika kita kembali ke definisi dasar dari me-time tersebut, kita tidak butuh effort dan atau materi lebih (bahkan kadang sedikit memaksakan dari kesanggupan) untuk bisa melakukan me-time ini. Cukup telisik kembali, tanya inner voice kita, apa hobi saat ini? Apa hal sederhana yang ingin dilakukan saat ini? Atau mungkin sebatas, makanan apa yang sedang ingin dinikmati?
At least, begitu cara aku untuk merencanakan waktu me-time ku. Buatlah wishlist yang realistis, tak perlu mengawang-ngawang yang akhirnya alih-alih me-recreate mood menjadi lebih baik, malah membuatnya semakin buruk karena ekspektasi terlalu tinggi.
Seperti, aku sangat ingin menikmati pedas gurihnya seblak kuah dan (ritual wajib) kopi susu dingin, sambil menonton episode terbaru dari drama serial favorit malam ini. Saat Anis tidur, langsung eksekusi. Dengan bahan yang mudah didapat dan selalu tersedia di rumah, waktu yang singkat, wishlist me-time pun terlaksana. Atau kali lain, aku sangat ingin membaca novel terbaru sambil minum teh hijau panas tanpa interupsi bocah, i made it up easily. Sesederhana itu. Bahagia? Oow jangan ditanya lagi, masyaAllah nikmatnya sampai ke hati ðŸ¤.
Sebenarnya bisa saja aku membuat wishlist lain seperti, aku sangat ingin menikmati kelapa muda dari batoknya di pinggir pantai sambil membaca buku favorit. Itu hal yang ingin aku lakukan juga, sejujurnya. Tapi, dari segi realistis dan opportunity, jelas ini akan agak sedikit sulit terealisasi saat ini. Bukan menghempaskan kepenatan, malah melahirkan kepenatan baru ðŸ¤. Yang seperti ini, aku kurang setuju menyebutnya me-time itu sendiri. Bahkan, saat aku dengar orang lain, "Duh, gue butuh me-time nih, nyalon asik kan?", aku pikir ulang, benarkah "nyalon" itu bentuk me-time yang sesuai untuk aku saat ini? Dengan pertimbangan anak tanpa pengasuh lain, waktu yang agak terbatas, mungkinkah bisa terlaksana? Seberapa memungkinkan terealisasi? Jika itu malah menyulitkan, i'll probably look for another way, means that isn't my me-time itself. Semudah itu menentukan me-time.
So, sebisa mungkin untuk mengesét pikiran kita sesederhana mungkin untuk kegiatan ini. Karena, me-time itu ibarat pertolongan pertama pada kekurangwarasan akibat kejenuhan rutinitas. Harus dibuat semudah mungkin terlaksana. Bahkan, sebenarnya, kalau kita niatkan, ritual ibadah harian pun bisa menjadi bentuk me-time loh. Di tengah hectic-nya mengurus anak dan rumah misalnya, atau di antara kesibukan kantor hari ini, jeda waktu untuk shalat/ibadah harian menjadi bentuk re-energizing untuk sesaat keluar dari alur rutinitas, menanggalkan segala beban pikiran, tekanan, dan melakukan komunikasi batin dengan Khalik. Bukankah itu bentukan lain dari meditasi? Bukankah meditasi terbukti ilmiah dan sangat disarankan untuk dilakukan untuk masyarakat "sibuk" saat ini? Bukankah meditasi itu sendiri mempunyai output yang sama dengan me-time tersebut? masyaAllah, ternyata bahkan agama pun sudah mengatur hingga hal personal seperti me-time ini. Sekarang, kembali ke diri kita sendiri, mau seperti apa mindset yang dibentuk untuk menanggulangi "kejenuhan" sehari-hari itu. More complicated you wanna be, getting further the peace and happiness would be 💙
No comments:
Post a Comment