Saturday, August 29, 2020

Liburan ala Pandemi

Halo hola, Assalamu'alaikum semua!
Been awhile ya, agak-agak jarang cuap-cuap di blog. Kali ini nengok dulu blognya ahh, takut-takut sudah penuh aja sama sarang laba-laba, hehe.

Kebetulan, saya mau cerita sedikit tentang wisata kenikmatan hari ini. Jadi, saya dapat promo flash sale suatu hotel di daerah Asia Afrika Bandung. Waktu itu event-nya adalah flash sale kemerdekaan. Semua hotel di grup perusahaan tersebut mengeluarkan harga Rp 170.845,- secara serentak dan merata, sesuai dengan tanggal kemerdekaan Republik Indonesia saya kira. Akhirnya, kami, saya dan suami, memilih untuk mengambil tanggal 29 Agustus 2020 ini, sekaligus staycation dan quality time sederhana. 

Kami sepakat untuk menjadikan moment ini sebagai moment liburan keluarga. Dikarenakan pandemi, jadi kami hanya stay di hotel dan wisata kuliner saja. Belum berani mengajak Anis ke kerumunan orang banyak, seperti di area alun-alun Bandung. Padahal, jarak hotel kami dengan alun-alun hanya sebatas langkah kaki saja. That's ok, take it all good aja lah yaa 🤭

Kami berangkat dari rumah di kawasan Arcamanik sekitar pukul 14.10, kebetulan ada yang harus dikerjakan dulu oleh pak suami. Saat itu, saya yang sudah terbawa suasana liburan ya tidak menyiapkan makanan di rumah sama sekali, kecuali membuat nasi. Anis yang tidak bisa bergeser waktu makannya, sudah saya beri nasi dan abon ayam di jam makan siang. Aman.

Saat di perjalanan menuju hotel, suami tetiba ngidam bihun bakso Pak Yono. Akhirnya, kami melipir sejenak di Cafe Asix daerah Talaga Bodas. Di Cafe ini lah bihun bakso Pak Yono yang legend di Bandung itu membuka cabang. Kedai utamanya di Jalan Gempol, tapi di sana selalu ramai. Sangat berbeda dengan di cabang Talaga Bodas ini. Ambience-nya yang mengusung kafe tradisional nuansa Jawa klasik, ada indoor dan outdoor area, dan yang terpenting tidak ramai. Kami masih bisa menikmati bihun bakso favorit di Bandung tersebut dengan lebih santai dan tenang.
Saya dan suami jelas memesan paket bihun bakso komplit. Wah, kuahnya juara! Segarrrr! Siomay pangsit gorengnya juga khas, enak parah. Apalagi padanannya adalah teh Rosella yang tidak terlalu manis dengan kecut-kecut segar berwarna merah. Cocok! Perut kami bahagia dan kenyang Alhamdulillaah.

Sesampainya di hotel, Anis makan sore dengan ayam goreng serundeng yang dibeli di rumah makan padang sekitar Kota Kembang. Rumah makannya kecil tapi rapi dan cantik sekali. Harganya memang agak pricey untuk kelas rumah makan padang kecil begitu, tetapi soal rasa memang tidak bohong. Ayam gorengnya empuk dan bumbunya meresap. Serundengnya kaya rasa. Nasinya pulen sekali, sangat cocok untuk bocah. Anis makan dengan super lahap, hingga satu porsi nasi padang habis sendiri. Kebayang kan gimana porsinya ala nasi padang, haha. Sayang sekali saya tidak sempat memoto menu kali ini. Anis yang sudah sangat lapar, tidak bisa menunggu lama saat ayahnya datang membawa sebungkus nasi ayam. 

Setelah Anis makan, mandi, kami berjalan-jalan di sekitaran hotel. Ketika kerumunan orang semakin banyak, kami pun kembali ke hotel.

Sempat berfoto sekali di ATM terdekat. Lucu ya bangunannya. 

Malam harinya, kami hanya order makanan via aplikasi saja. Pertama, menghindari kerumunan orang di malam minggu begini. Kedua, hemat tenaga dan juga bocah sudah tidur sejak maghrib. Ketiga, banyak promo bertebaran di aplikasi, haha.

Untuk menu makan malam, kami memilih Nasi Lemak Banceuy yang tersohor itu. Entah mengapa, saya merasa nasi lemak ini jauh lebih enak dari nasi lemak manapun yang pernah saya coba, baik di Indonesia maupun di Singapura atau Malaysia. Pantas saja ya jadi legend juga. Menu yang kami pesan adalah Paket Sultan C, haha. Hayo, kenapa coba dinamai Paket Sultan?🤭
Naaah, terjawab kan? Kurang sultan gimana coba, dalam satu menu sudah ada ayam goreng tepung rempah, telur ceplok 3/4 matang, daging dendeng basah sambal ijo, kacang teri goreng, sambal, yang reuni dengan cantiknya, haha. Rasanya? Bahh! Saya tidak perlu menjabarkan, cukup kalian semua coba langsung aja. Dijamin keras, tidak akan rugi! Dari ayamnya, daging sapinya, goreng kacang terinya, sambalnya, bahkan sampai telur ceplok dan nasinya, SEMPURNA. Cita rasa yang kaya dan khas masing-masing. 

Untuk melengkapi malam quality time ini, belum lengkap jika belum ngopi, betul? Kami memesan kopi literan Starbucks yang tidak jauh dari tempat kami menginap. Karena promo, kami memesan dua botol, yang artinya dua liter kopi siap dinikmati. Varian favorit sepanjang masa, Caramel Macchiato dan Vanilla Latte tentunya. Tidak lupa menulis catatan untuk om ojek online, "Tolong minta es batunya ya, pak!", hihi.
Amunisi yang cukup untuk menemani saya melewati malam "me-time" ini sambil menulis sedikit demi target tulisan bulanan yang belum aman, haha. Untunglah pak suami dan bocah sudah lelap. Nah, sekarang, mamak mau nyusul ke negeri lelap juga aaahhh. Nite nite, good people! Have a marvelous w'end! 💙🔥

Sunday, August 16, 2020

CERPEN : Hanya dalam Angan

Kami duduk berdua, menikmati seruputan latte panas dengan kudapan kukis cokelat seadanya. Menu yang sangat biasa. Namun, kehangatan yang terjalin buah dari percakapan antar hati, membuatnya menjadi luar biasa. Sesekali kudapati ujung matamu menangkap sisi lain dari wajahku. Kau mencuri pandang dan aku hanya berpura-pura tak tahu. Aku senang caramu memperhatikanku. Sangat alami dan sedikit malu-malu. Terlihat jelas betapa belum berpengalamannya dirimu tentang rasa. Kita hanya dua insan polos yang berusaha untuk lebih mengenal dunia. Ya, dunia kita berdua.

Ponselku berbunyi. Tertulis ‘Abah’ di layarnya dengan notifikasi pesan masuk. Segera kubuka dan kubaca dengan seksama isinya. Benar, pesan itu datang dari ayahku. Sebenarnya beliau adalah sosok yang menyenangkan. Bahkan, hobi melontarkan leluconnya sudah sangat dikenal oleh orang terdekat. Hanya saja, mengenai pergaulan anak-anaknya, beliau sangat ketat. Aku sebagai satu-satunya anak perempuan, menjadi sorotan utama beliau dalam menjaga dan memperlakukanku. Terkadang aku senang dengan hal itu, tetapi tak jarang aku merasa tidak nyaman karenanya. Bagi Abah, jangankan pacaran, untuk pergi dengan teman lelaki saja sudah termasuk hal yang dilarang. Jika Abah tahu bahwa saat ini aku sedang bersama Lukas bersantai di pelataran kedai kopi sambil berkelakar, tamatlah riwayatku.

‘Kau di mana? Sudah menjelang magrib ini. Segera pulang!’

Panik aku dibuatnya. Tanda seru di akhir seperti menegaskan perintah yang tak terbantahkan. Namun, aku masih merasa sangat nyaman dengan Lukas. Kebersamaan ini yang telah lama kunantikan. Sebelumnya, aku hanya bisa memuja dia dalam diam. Bahkan, hingga saat ini aku masih tidak menyangka bahwa Lukas, sosok yang sangat aku kagumi sejak di bangku Sekolah Menengah Atas, akhirnya menjadi milikku. Pekan Orientasi Mahasiswa Baru yang berandil akan terjalinnya hubungan ini. Saat acara penutupanlah dia menyatakan maksud dan isi hatinya padaku. Yang kuingat, suasana agak dingin berembun karena hujan dan aku sangat tidak bisa berpikir jernih untuk sekedar mempertimbangkan hal lainnya, kecuali menerima cintanya.

“Hmm, ini Abah udah nyuruh pulang. Mungkin, lain kali kita bisa bikin moment lagi?” tanyaku penuh harap dan ragu. Harap untuk mendapatkan persetujuan Lukas tentang pertemuan selanjutnya dan ragu untuk menyudahi hari ini. Mimik muka Lukas sangat santai hingga sulit ditebak isi hatinya. “Now? Seriously?! Syifa, ini baru pukul lima sore, lho!” jawabnya dengan senyum yang tetap merekah. Aku semakin dibuat dilema. Senyum itu, ah, terlalu renyah untuk kulewati begitu saja. Bilakah aku bisa menambah satu jam saja kebersamaan ini, artinya senyum itu akan tetap bisa kunikmati. ”You know him, lah! Perintahnya adalah titah,” sahutku diikuti tawa yang kurang menyenangkan untuk didengar, tawa penuh kesinisan. “Baby, kamu bisa bilang kalau ada tugas makalah kelompok, kan?” Pertanyaan yang lebih menggambarkan pernyataan. Tanpa diskusi selanjutnya, kebohongan pun akhirnya terkirim ke ponsel Abah melalui beberapa kata dalam pesan singkat.

‘Syifa masih harus mengerjakan makalah kelompok untuk besok, Bah. Secepatnya Syifa pulang setelah selesai.’

SENT

Kusimpan ponsel di dalam tas. Aku hanya ingin bermain dengan senyum renyah itu tanpa distraksi saat ini.

Tanpa terasa, dua jam lewat dari terakhir kali Abah mengirim pesan. Aku buka kembali ponselku. Tidak ada jawaban dari pesan terakhir ataupun panggilan yang tak terjawab. Sejenak kumerasa lega. Mungkin akhirnya Abah menyadari bahwa anaknya kini sudah dewasa. Tidak selamanya bisa mengikuti jadwal pulang yang ditetapkan. Pergeseran jam malam sudah seharunya diberikan padaku, mengingat kewajiban pun kian bertambah mengenai perkuliahan. Walaupun untuk saat ini, ada kedok kebohongan juga di dalamnnya. Tugas fiktif untuk waktu memadu kasih yang jelas sangat dilarang olehnya.

Lukas mengantarku hingga halte bus dekat rumah. Rasa takut ketahuan sudah tentu alasannya. Di halte itu aku turun dari Ninja berwarna biru miliknya. Saat akan kubuka helmku, tanganmu dengan sergap membantu melepaskannya. Wajahku memerah. Mungkin ini jarak terdekat yang pernah aku alami dengan Lukas. Tangannya mengenai tanganku yang berusaha membuka tali pengikat helm. Dilanjutkan wajahnya mendekati kunci tali pengikat helm yang berjarak tak lebih dari sejengkal dengan wajahku. Kurasakan napasnya. Klik. Kunci tali pun terbuka, dia menarik lepas helm yang kugunakan dengan perlahan, meninggalkan rona wajahku yang seperti habis terbakar.

“Sampai jumpa besok, Princess! Thanks for the precious time,” kulihat mata kirinya yang bening mengerjap dengan penuh godaan. Juga ciuman jarak jauh yang dia hembuskan bersama lambaian tangannya. Hari ini terlalu sempurna.

“Syifa! Syifa! Anak gadis kok melamun saja, sih? Cepat itu bantu Ibumu! Sebentar lagi keluarga Haidar datang, kan? Kau bahkan belum bersiap,” teriakkan Abah membuyarkan episode lain tentang hidupku yang selama ini hanya sanggup diputar dalam layar imajinasi.

Haidar adalah calon tunanganku yang masih terpaut ikatan persepupuan jauh. Tentu saja pertunangan ini akan berujung pada pernikahan dalam waktu dekat, tanpa banyak persetujuan dariku secara pribadi. Mereka menyebutnya perjodohan, aku menamainya penyunatan takdir. Bagaimana tidak, aku tidak diberikan ruang untuk menentukan takdirku sendiri untuk jalinan yang justru akan dijalani olehku. Bahkan hanya untuk sekedar memperjuangkan cintaku, tak ada kesempatan itu.

Lukas, selalu kusematkan ia dalam doa. Bersama dengan datangnya keajaiban dari Tuhan, kuharap kami dapat dipersatukan. Cintaku padanya sangat tulus dan dalam, dan dia tidak pernah tahu itu. Aku hanya mampu memandangnya dari jauh di sekolah hingga kampus dan juga memainkan perannya di dalam episode khayalku. Dia nyata, tetapi terlalu mustahil bagiku yang berlatar keluarga dengan penarik garis keturunan baku seperti ini.

Hari ini, kuakhiri hubungan dalam angan-angan antara aku dan Lukas. Dengan dibacakannya Fatihah, artinya berpindahlah kepemilikan akan diriku kini, dari Abahku untuk Haidar. Bulan depan pernikahanku akan digelar. Seluruh teman di kampus akan diundang, termasuk Lukas. Bayang-bayang akan senyum renyah itu kuharap akan segera pudar. Tergantikan oleh senyum lelaki di hadapanku saat ini, yang sedang berusaha untuk kucintai.

Dear Lukas, mantan impian yang hanya mampu terkuburkan, untuk pertama dan terakhir ingin kuungkapkan I Love You.


Bandung, 16 Agustus 2020

Sunday, August 9, 2020

My Real Favorite OPPA


Wow, been so long ya ga bahas tentang kokoriyaan. Rindu juga rupanya. Jangan ditanya sudah berapa tema saya skip alias ketinggalan. But, life must go on kan. Mari kita tenggelamkan kembali jiwa, raga, pikiran dan imajinasi pada ke-halu-an yang hakiki lagi, haha.

This topic will be improving yet increasing our sense of "halu". Gimana ga, yang bakal dibahas adalah para makhluk Tuhan paling ga masuk akal, wkwkwk. Kalo zaman dulu tuh trend banget barbie dan ken (barbie versi cowok), kalo sekarang kayaknya tergeser tuh sama para oppa, eonni, dongsaeng, atau bahkan ahjussi. But before, enaknya kita obrolin dulu nih ya sebenernya definisi kesemua istilah tersebut tuh apa, biar afdhol gitu yekan. So, here we go, girls!!!

Oppa : sebutan dari cewek untuk cowok yang lebih tua tapi dengan gap usia ga terlalu jauh. Di Indonesia sebutan ini bisa dianggap seperti "abang", "mas", "akang". Biasa juga digunakan seorang cewek untuk manggil pacarnya.

Noona : sebutan dari cowok untuk kakak perempuannya, atau cewek yang dianggap lebih tua dari dia.

Eonni : sebutan dari cewek untuk kakak perempuannya, atau cewek yang di-kakak-kan.

Hyeong : sebutan dari cowok untuk kakak laki-lakinya, atau cowok yang dianggap kakak.

Dongsaeng : sebutan bagi cowok ataupun cewek yang lebih muda. Kenal istilah "berondong", kan? It might be referred to this

Ahjussi : sebutan bagi laki-laki yang jauh lebih tua, dengan pautan usia lumayan jauh, mungkin kayak kita manggil "om" gitu? Ada juga yang menyebutkan usia 30-an sudah bisa dibilang Ahjussi, tapi saya kurang sreg. Karena apa? Karena itu artinya saya pun sudah bisa dibilang Ahjumma dengan definisi itu, wkwkwk. 

Ahjumma : sebutan bagi perempuan yang jauh lebih tua, dengan pautan usia lumayan jauh. Sejenis "tante" lah ya. Dan aku bukan tante-tante, makanya kurang sreg sama patokan usia 30 untuk panggilan ini wahaha.

Nah, lumayan ada gambaran kan sama istilah-istilah tadi. Now, let's turn to the points, gaes!

Jadi, tema spesifiknya kali ini tentang favorit oppa/eonni/hyeong/ahjussi/ahjumma/dongsaeng. Tapi, karena saya ini cewek dan kurang suka berondong (maap yak bagi pecinta berondong, tak maksud diskriminasi haha), yang saya usung hanya oppa, eonni dan ahjussi saja, okey!

Btw, kalo saya suka sama mereka ini belum tentu saya udah nonton semua filmnya ya. Karena sungguh, dasar utama saya suka sama mereka masih dengan alasan fisik, wahaha. As I told previously, makhluk Tuhan paling ga masuk akal

---

Moon Geun-young

Moon Geun Young (문근영) - MyDramaList

Pertama kali ketemu #halah waktu dia berperan sebagai Eunso kecil di drama Autumn in My Heart. Dari situ saya udah mulai tertarik sama muka dia yang kental banget Korea-nya. Ditambah cara dia ngomong, aaah sweeeeetttooo! Lucu gitu. Sejak saat itu saya ikutin perkembangan perfilman dia. Years by years, ternyata tuh muka ga berubah-ubah secara mencolok. Ga kayak kebanyakan aktris Korea Selatan lain yang kadang jomplang gitu, apalagi dibandingin dengan foto mereka kecil/mudanya. Geun-young ini termasuk yang mirip ketiplek sama foto-foto dia kecil dulu. Boleh lah saya claim dia masih natural original. Walaupun mungkin aja dia tetep jelanin beberapa proses aestetik, but I personally can say that she didn't wanna try to be "another person". For me myself, that is more than enough haha. Selain itu, saya juga suka skill dia dalam beradu akting. Peran imut, jutek, sombong, baik hati cangkang keong, masuk dengan sukses.

Nama lengkapnya Moon Geun-young, kelahiran 6 Mei 1987. Dari usia sih kami bisa dibilang sepantaran, dulu sempet main bareng bola bekel sih wahaha. Cuma beda tiga tahun lha yaa. So, let me proudly crown her as "MY FAVE EONNI"!!! Chukkae!!

Song Hye-kyo

K-drama star Song Hye-kyo talks about love, living through tough times, her  personal jewellery style and why she launched Chaumet's Bee My Love  collection | South China Morning Post

Pertama kenalan sama mbak satu ini pun di drama yang sama, Autumn in My Heart. First impression, CANTIK bikin mampus. Pernah halu di masanya, punya muka seanggun dia, wahaha, namanya juga bocah lah yaa. Ga se-intens Geun-young, yang film dan dramanya saya ikutin banget, mbak Hye-kyo ini ketemu lagi dengan saya ke-dua kalinya di drama Full House. Lha, filmnya aja sudah bagus, pemainnya beliau ini disandingkan dengan om Rain, ya makin kesengsem deh saya. Terlepas dari rumor, isu, dan segala gosip tentang beliau ini, saya memang tidak mengikuti. Bukan cuma Hye-kyo aja sih, aktris dan aktor lain pun saya tidak begitu concern dengan kehidupan pribadinya.Lha wong hidup kitaorang aja udah susah, ngapain bikin tambah susah dengan nambah-nambah tau kehidupan orang lain, betul? haha.

Well, mbak Hye-kyo ini kelahiran 22 November 1981 tapi muka kelahiran 1991 hahaha. Kalo secara usia, mungkin cocok masuk ke Ahjumma mungkin ya. Tapi, secara penampilan,she's still my pretty Eonni as well. Uhhhh, gemashh deh saya sama yang awet-awet muda begini. Takaran Sodium benzoat-nya berapa siiih ah!

Lee Min-ho

Lee Min Ho Unggah Foto Memakai Baju Koko, Netizen Bilang Baru Pulang Jumatan

Komen buat foto : Bang, gatel ya lehernya? Sini tak garukin, awwww!!

Alasan suka, GANTENG!! Senyumnya adem kayak kipasan AC. Ngomongnya cimit-cimit antara cool dan lembut macem es krim. Gimana ga kelepek-kelepek liatnya. Lalala~haha. 

Saya dengan dia itu ibarat Love at The First Sight. Temu pertama kali di City Hunter, karena saya nonton Boys over Flowers-nya telat, pemirsa! Lha kok imut, lha kok ganteng, lha kok lucu, lha kapan kau melamarku, bang! Wahaha. 

Setelahnya, ketemu lagi di The Heirs. Masih seganteng itu, okey, fix, saya pengagum-mu dalam diam. Biarkan doa yang memediasi kita. Hahaha. Sip, BUCIN mode is detected!! 

Ayang Min-ho ini kelahiran 22 Juni 1987. Deketan usianya kita, bang! Ya sudah, mau ya jadi Oppa saya? Ya, ya ya?! Kemudian lanjut meng-halu.

Song Seung-heon

Fakta Unik Song Seung Heon yang Perlu Kamu Ketahui!

Komen foto : Gomawo, bae, sudah kirim aku selfie begini pas lagi rindu-rindunya. Iya, tenang aja, aku setia padamu, kok!

Bahh!! Nih ya, saya deklarasikan pada dunia. SAYA INI PECINTA LELAKI MATANG yang sudah ranum tinggal petik dan makan wkwkwk. Mau beda 13 tahun juga tak apa kok, beneran deh! Syaratnya cuma satu : macem abang Seung-heon ini haha. Sederhana, bukan?

Kali pertama, lagi-lagi Autumn in My Heart. Kenapa sih dia harus se-keren itu? Se-wibawa itu? Jiwa haus kasih sayang dan manjaan saya bergejolak, gaesss!! 

Senyumnya aja udah nampakin kedewasaannya. Gini ini lelaki sejati versi saya, lala~. 

Seung-heon kelahiran 5 Oktober 1976. Bang, tanggal lahir kita beda 2 hari doang, lho! Nanti kita rayain bareng ya! hihi. Bahas umur, abang sudah masuk Ahjussi mungkin ya. Tapi, buat saya, tetap lah My Oppa Ever!

---

Jadi, begitulah bahasan kita kali ini ya, kawans. Semua penuh ke-halu-an, I know. Tapi, dalam lubuk hati terdalam, tetap Oppa Ali ayahnya Anis yang paling terfavorit. Woooo jelas dong, dia yang paling berani ngelamar saya segera, ahiwww! Maaf ya, oppa Min-ho, oppa Seung-heon, tolong cari yang lain dulu aja! Mianhae! For all, keep halu-halu yessss!! Luvvvvv!

Wednesday, August 5, 2020

Urutan Kelahiran dan Kepribadian Seseorang

Sibling Photoshoot inspiration on Pinterest | Sibling ... | Sibling  pictures, Sibling photography, Family photo pose
Di salah satu grup literasi yang saya tergabung di dalamnya, pagi ini mengusung suatu topik yang menarik. Meskipun, topik tersebut tercuat bukan karena unsur kesengajaan, tetapi cukup membuat saya berselancar lebih dalam di laman Google mengenai hal tersebut, yaitu Karakter Seseorang Berdasarkan Urutan Kelahiran.

Awalnya saya bepikir bahwa urutan kelahiran memiliki dampak pada karakter atau sifat seseorang tak lebih dari sekedar kecenderungan saja. Ternyata, secara keilmuan, bahkan hal tersebut diungkap dan dipelajari lebih khusus.

Katakanlah Teori Urutan Kelahiran Adler, yang dicanangkan oleh Alfred Adler, seorang dokter, psikolog, terapis dan pendiri awal aliran psikologi individual kelahiran Austria pada tahun 1870 (wikipedia). Beliau berpendapat bahwa urutan kelahiran berpengaruh terhadap kepribadian seseorang, sehingga beliau mengklasifikasikan sebagai berikut (halodoc) :

1. Anak Sulung

Menurut Adler, anak tertua cenderung konservatif, mereka berorientasi pada kekuasaan, dan mampu memimpin. Alasannya karena mereka kerap diberi tanggung jawab untuk menangani adik-adik mereka, anak sulung tumbuh menjadi orang yang peduli, lebih bersedia menjadi orangtua, dan cenderung mengambil inisiatif.

2. Anak Tengah

Kakak laki-laki atau perempuan adalah "penentu kecepatan" untuk anak kedua, mereka sering berjuang untuk melampaui kakak mereka. Laju perkembangan mereka lebih tinggi, oleh karena itu mereka cenderung ambisius namun mereka jarang egois. Anak kedua cenderung menetapkan tujuan yang terlalu tinggi untuk diri mereka sendiri, oleh karenanya mereka rentan gagal.  Tak perlu khawatir, kemampuan mereka mengetahui bagaimana mengatasi kesulitan dalam hidup adalah hal yang membuat mereka lebih kuat.

3. Anak Bungsu

Wajar jika anak terakhir lebih mendapat banyak perhatian dan perhatian dari orangtua dan saudara yang lebih tua. Itulah sebabnya mereka mungkin merasa kurang berpengalaman dan mandiri. Namun, kelahiran terakhir biasanya termotivasi untuk melampaui kakak mereka. Sangat sering mereka mencapai sukses besar dan mendapatkan pengakuan di bidang yang mereka pilih. Anak-anak bungsu dalam sebuah keluarga cenderung ramah, meskipun mereka cenderung lebih tidak bertanggung jawab dan sembrono daripada anak-anak yang lebih tua.

4. Anak Tunggal

Terlahir tanpa saudara kandung untuk bersaing, anak tunggal biasanya kerap bersaing dengan ayahnya. Karena terlalu dimanja oleh orang tua mereka, anak tunggal juga mengharapkan dimanjakan dan dilindungi oleh orang lain. Egois dan dependent adalah sifat utama mereka, sehingga mereka kerap mengalami kesulitan berinteraksi dengan teman sebaya. Banyak anak yang tidak memiliki saudara kandung tumbuh menjadi perfeksionis, dan mereka cenderung mencapai tujuan mereka apa pun yang terjadi.

Saya pribadi belum membaca secara langsung dan lebih spesifik mengenai teori tersebut di literatur aslinya. Sehingga saya pun belum mengetahui metode apa yang digunakan oleh Adler untuk merumuskan teorinya.

Jika saya boleh berpendapat, unsur "kecenderungan" sepertinya masih perperan dalam hal ini. Faktanya, karakter yang "terlihat" pada seseorang tidak bisa menjadi ukuran mutlak untuk mengetahui anak ke berapakah mereka di dalam keluarganya. Seperti di pagi ini dan juga hari-hari sebelumnya, ada beberapa yang mengira saya adalah anak tengah bahkan anak bungsu. Padahal, saya sendiri adalah anak sulung dari lima bersaudara, keluarga yang cukup besar bahkan bisa dibilang. Menarik memang membahas cabang keilmuan psikologi ini. Allahu'alam bi shawab.

Tuesday, August 4, 2020

Kehidupannya Sama, Sudut Pandang yang Membedakannya

Ada yang kebingungan karena terlalu banyak makanan di rumahnya, ada juga yang bingung karena tidak ada sama sekali yang bisa dimakan hari itu.

Ada yang mengeluhkan banyaknya tugas di kantornya, ada juga yang sedang prihatin karena kehilangan pekerjaannya.

Hidup seperti dua sisi mata uang, akan menyajikan gambaran berbeda yang saling membelakangi. Terkadang, saat kita sedang berada di satu sisi, kita lupa akan keberadaan sisi lainnya. Akhirnya, waktu hanya dihabiskan untuk berkeluh kesah.

Semua akan menjadi kumpulan kesukaran dan kesusahan jika kita hanya memandangnya dari kacamata dunia. Dan dipastikan akan terus seperti itu. Bukankah dunia memang tempatnya susah dan lelah?

Lalu, bagaimana cara untuk keluar dari bayangan kesukaran tersebut, sedangkan kita sekarang memang masih diberi kesempatan di dunia? Memutus kehidupankah? Seperti, bunuh diri misalnya?

Sebentar, mengapa tidak kita ubah saja sudut pandangnya? Kita gunakan kacamata yang berbeda untuk menelisiknya. Kacamata apakah itu? Kacamata akhirat.

Jika sudut pandang keduniaan yang hanya kita gunakan, maka segala sesuatunya hanya akan tentang dunia. Akibatnya, kita hanya akan terus merasa lelah dengan apapun pencapaian kita. Seolah tidak ada ujungnya.

Namun, jika kita padankan dengan sudut pandang jangka panjang, yaitu akhirat, hidup akan terasa lebih ringan, karena yakin bahwa semuanya ini hanya bersifat sementara.

Sepelik apapun masalah yang sedang kita hadapi, itu semua akan menemukan titik akhirnya sendiri. Di terminal yang kita sebut dengan dunia, semua hanya berupa persinggahan. Maka, akan ada tempat di mana kekekalan akan menjadi milik kita. Lalu, apa yang mengusik pikiran kita?

Jika, diri ini mulai merasa selalu kurang? Secara materi misalnya. Hingga akhirnya membuat kita "terlalu" bekerja keras hingga diperbudak oleh pekerjaan, atasan, waktu. Rehatkan sejenak, itukah yang benar-benar akan kita bawa sebagai bekal kelak? Dapatkah nominal yang tertumpuk dan terus kita timbun di rekening itu nantinya akan mempermudah jalan kita menuju surga-Nya? Belum tentu. Bisa jadi bahkan timbunan itu yang akan memperberat langkah kita di padang mahsyar. Lalu, mengapa masih sebegitu terobsesinya?

Kita diwajibkan untuk berikhtiar untuk apapun, tetapi, bukan untuk tunduk atasnya. Makanan yang melimpah, tak perlu bingung akan dibagaimanakan, karena orang lain yang kekurangan makanan dapat menerima kelebihan yang kita punya. Pekerjaan dengan segudang tekanannya, jalani saja, sebagai bentuk ikhtiar mencukupi kebutuhan dunia, sebab mungkin nanti ada kalanya kita kehilangan pekerjaan tersebut, PHK, pensiun, dan justru pada saatnya kita akan merindukan suasana tertekan itu.

Segalanya baik, segalanya akan menjadi baik, bila kita dapat melihatnya dari penglihatan yang lebih luas, bukan sekedar duniawi saja.

Monday, August 3, 2020

PUISI : Sajak Suka-Suka

Pernah ku bercerita pada malam
Tentang lantun kerinduan akan fatamorgana
Sang malam menjawab,
Sungguh ia kan hadir bersama datangnya mentari pagi

Ada rasa tak terima
Bagiku malam lebih dari sekedar tempat melepas lelah
Dikala itu lah ketenangan batin ku gapai
Selimut kenyamanan ku dapat

Mengapa harus matahari
Jikalau hanya terik dan panas
Dan aku bahkan harus mengernyitkan mata
Melindungi kornea dari sinar terangnya

Malam pun memiliki bulan
Dengan definisi berbeda tentang penerangan
Ia berpendar
Tanpa menyilaukan

Heii, manusia budak dunia
Janganlah berpura-pura lupa
Kilauan bulan tak lebih atas pantulan matahari, bukan?
Mengapa harus menenggelamkan kenyataan

Bahwa fatamorgana tak kan bisa hadir pada malam
Lalu takdir apa yang coba kau pertaruhkan
Mencoba membuat tapak baru atas realita?
Mengubah teori berlandas nafsu semata?

Ow ow tidak begitu nyatanya, tuan
Pun bila cukup kuasa kau akan dunia
Ingatlah pada Maha Pemilik Semesta
Yang padanya teori segala bermula

Lalu apa yang kau harapkan pada fatamorgana
Keindahan sesaat yang menggiurkan?
Tidak kah kau terlalu terburu-buru
Tajamkan bahasa kalbu mungkin kan sedikit membantu

Haruskah kumusnahkan saja ingin ini?
Seonggok mimpi menikmati fatamorgana?
Ooh, mengalah kah untuk takdir kuasa
Akankah ku menjadi pecundang yang seyogyanya kalah?

Bersedia tuk sesaat berdiam
Kelak tak lama lagi fajar kan menyingsing
Intip pulasan alam menyambut sang mentari
Seperti itu kiranya kedudukan kita atas Ilahi

Dan di sini ku berbaring
Katanya, ketidakpastian  sebagai bentuk kelemahan diri 
Padanya tersadarkan bahwa genggaman ini bukanlah apa-apa
Jika masanya tiba, tanpa bicara sangat mudah mereka bahagia pun luka menganga menyapa

Tak apa
Semua dalam takarannya
Seperti pendakian, ada kala terjal, ada kala curam
Memang alur begitu adanya, lalu kau bisa apa?

Bila mulai datang segala tanya penuh logika
Rupanya jelas tak semua dapat dilogikakan
Hei, jangan kau paksakan
Otak mu tak lebih dari segenggam kepal tanganmu, bukan?

***
Terlalu lelah berpikir atas apa yang tak mampu terpikirkan. Kadangkala sangat perlu jeda untuk sejenak menarik diri untuk menelusup kebebasan pribadi. Jangan terlalu memforsir, sadarlah bahwa kita semua hanya bentukan sempurna dari Tuhan yang bukan dinisbatkan kesempurnaan sebagai miliknya. Kita dibuat sempurna di antara penciptaan makhluk lainnya oleh Tuhan, tetapi bukan untuk menjadi sempurna. Kita hanya manusia biasa. Camkan pada diri sebagai tuas pengontrol dalam bertindak dan berpikir.

Sunday, August 2, 2020

Di Balik Amarahmu

وَ إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْكُتْ

Jika salah seorang di antara kalian marah, diamlah.” (HR. Ahmad, 1: 239. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan lighairihi).

Hadits nabi tersebut sangat cocok dengan pengalaman saya hari ini.

Singkat cerita, saya memiliki keperluan mendesak sehingga harus bermalam di hotel, meskipun masih di kawasan Bandung. Serba mendadak. Jam check-in hotel pukul 14.00, sedangkan pukul 11.30 saya baru saja tiba di rumah. Kebetulan sejak hari Jumat saya, suami dan Anis melewati hari raya Idul Adha di mertua. 

Paginya, sekitar pukul 9.00-an, saya diberi kabar tentang bermalam di hotel tersebut. Jadi, sesaat sampai rumah, saya langsung re-packing tas, kemudian berangkat ke sebuah hotel bintang empat di daerah Dago. Karena masih agak lama ke waktu check-in dan juga kami sudah lumayan lapar, akhirnya kami pun makan siang dulu sebelum menuju hotel. 

Sekitar pukul 14.29 kami tiba di hotel dan langsung saja check-in. Antrian cukup panjang di meja receptionist saat itu, entah untuk tamu yang baru saja datang atau yang hendak check-out. Tiba giliran suami saya mengurus proses pemesanan dua kamar yang telah di-book sebelumnya lewat aplikasi dan juga sudah konfirmasi lewat telepon.  Saya pikir kamar sudah siap karena kedatangan kami pun lumayan telat. Ternyata, petugas mengatakan bahwa kamar belum siap, banyak tamu dan banyak yang telat check-out katanya. Kami pun akhirnya menunggu di sofa yang tersedia.

Lima belas menit. Setengah jam. Kamar yang kami pesan belum tersedia juga. Ketika kami tanyakan, pihak hotel lagi-lagi bilang sedang dibereskan. Okay, kami masih menunggu. Tetapi, saya yang saat itu hendak bermalam dengan orang tua, mereka mulai mengeluh tentang lamanya proses check-in, padahal mereka sudah sangat lelah setelah perjalanan antar kota. 

Akhirnya, saya pun bertanya kepada pihak hotel kembali. Kali ini mereka menjawab, sedang dilakukan prosedural pencegahan Covid-19 di kamar tersebut. Hmm, setelah hampir satu jam menunggu? Dan satu setengah jam meleset dari waktu check-in yang dijanjikan? Baik, saya tetap beri waktu. 

Tepat satu jam kami menunggu di lobi. Bahkan, kami melihat ada beberapa orang yang memesan kamar dan langsung dapat. Ditambah kondisi orang tua dan anak saya yang mulai tidak nyaman. Saya pun kembali mendatangi pihak penerima tamu dan menanyakan tentang apa kendala sebenarnya. Mereka tetap bilang sedang dilakukan prosedural pencegahan Covid-19 karena sekarang kondisinya agak berbeda. Saya pun menanyakan, apa karena kami memesan kamar yang terfasilitasi connecting door? Mereka menjawab, iya. Kamar dengan connecting door agak telat dikosongkan, dan ditambah ritual pencegahan Covid-19 saat penyiapan, maka waktu yang dibutuhkan pun lebih banyak. Saya lalu tanya lagi mengenai kamar tanpa connecting door, apa bisa tersedia sekarang. Petugas tetap membelit-belit yang intinya kami harus tetap menunggu.

Akhirnya, dengan nada agak sedikit tegas, saya pun bilang pada petugas tersebut, "Okey, mas. Anggaplah waktu check-out tamu jam 12.00, kemudian telat hingga jam 13.00, dari jam tersebut sampe sekarang sudah 1.5 jam lebih, lho, mas! Saya bukan di sini saja menginap saat pandemi, tapi hotel-hotel sebelumnya tetap bisa profesional, kok. Kalau saya cuman sendiri, ga masalah mas. Saya ini bawa orang tua dan anak kecil, kasian mereka. Jadi, kira-kira berapa lama lagi saya bisa nunggu?" 

Mereka meminta maaf dan menjawab sekitar 10 menitan lagi. Saya kembali menegaskan, bahwa saya akan menunggu maksimal 10 menit dan tidak lebih. Setelah sekitar lima menitan menunggu dari saat itu, akhirnya kami pun mendapat kamar. Saya tetap berterimakasih kepada petugas yang memberi saya kunci, petugas wanita, bukan petugas lelaki sebelumnya yang kebetulan sedang melayani tamu lain. Kemudian, saya dan keluarga menuju kamar kami masing-masing.

Sesampainya di kamar saya merasa tidak tenang. Saya merasa bersalah telah berkata tegas kepada petugas pria di lobi tadi. Walaupun saya sudah berterimakasih pada petugas wanita dan juga meminta maaf padanya, tetap saja saya masih ada sangkutan rasa bersalah pada petugas pria, karena padanya saya agak beradu-argumen. Memang, telat check-in yang terlalu lama pun tidak bisa dibenarkan. Namun, luapan kekesalan tetap saja meninggalkan penyesalan di bagian kecil hati kita, bukan? 

Akhirnya, saya turun kembali ke lobi untuk menemui petugas tersebut. 

"Mas, permisi. Personally saya mau minta maaf ya tadi kalau sampai menyinggung. Maaf ya mas, terima kasih." 

Saat petugas itu tersenyum dan berkata "Iya, tidak apa-apa, mbak. Saya pun minta maaf ya." Ada kelegaan yang dirasakan, menghapus ketidaktenangan yang hadir sebagai buah dari emosi kekesalan. Benar sekali apa kata hadits di awal, diam lebih baik saat sedang diliputi amarah. Karena, amarah akan meninggalkan penyesalan dan kegelisahan di jiwa. Sungguh pelajaran bagi saya.