Tuesday, August 4, 2020

Kehidupannya Sama, Sudut Pandang yang Membedakannya

Ada yang kebingungan karena terlalu banyak makanan di rumahnya, ada juga yang bingung karena tidak ada sama sekali yang bisa dimakan hari itu.

Ada yang mengeluhkan banyaknya tugas di kantornya, ada juga yang sedang prihatin karena kehilangan pekerjaannya.

Hidup seperti dua sisi mata uang, akan menyajikan gambaran berbeda yang saling membelakangi. Terkadang, saat kita sedang berada di satu sisi, kita lupa akan keberadaan sisi lainnya. Akhirnya, waktu hanya dihabiskan untuk berkeluh kesah.

Semua akan menjadi kumpulan kesukaran dan kesusahan jika kita hanya memandangnya dari kacamata dunia. Dan dipastikan akan terus seperti itu. Bukankah dunia memang tempatnya susah dan lelah?

Lalu, bagaimana cara untuk keluar dari bayangan kesukaran tersebut, sedangkan kita sekarang memang masih diberi kesempatan di dunia? Memutus kehidupankah? Seperti, bunuh diri misalnya?

Sebentar, mengapa tidak kita ubah saja sudut pandangnya? Kita gunakan kacamata yang berbeda untuk menelisiknya. Kacamata apakah itu? Kacamata akhirat.

Jika sudut pandang keduniaan yang hanya kita gunakan, maka segala sesuatunya hanya akan tentang dunia. Akibatnya, kita hanya akan terus merasa lelah dengan apapun pencapaian kita. Seolah tidak ada ujungnya.

Namun, jika kita padankan dengan sudut pandang jangka panjang, yaitu akhirat, hidup akan terasa lebih ringan, karena yakin bahwa semuanya ini hanya bersifat sementara.

Sepelik apapun masalah yang sedang kita hadapi, itu semua akan menemukan titik akhirnya sendiri. Di terminal yang kita sebut dengan dunia, semua hanya berupa persinggahan. Maka, akan ada tempat di mana kekekalan akan menjadi milik kita. Lalu, apa yang mengusik pikiran kita?

Jika, diri ini mulai merasa selalu kurang? Secara materi misalnya. Hingga akhirnya membuat kita "terlalu" bekerja keras hingga diperbudak oleh pekerjaan, atasan, waktu. Rehatkan sejenak, itukah yang benar-benar akan kita bawa sebagai bekal kelak? Dapatkah nominal yang tertumpuk dan terus kita timbun di rekening itu nantinya akan mempermudah jalan kita menuju surga-Nya? Belum tentu. Bisa jadi bahkan timbunan itu yang akan memperberat langkah kita di padang mahsyar. Lalu, mengapa masih sebegitu terobsesinya?

Kita diwajibkan untuk berikhtiar untuk apapun, tetapi, bukan untuk tunduk atasnya. Makanan yang melimpah, tak perlu bingung akan dibagaimanakan, karena orang lain yang kekurangan makanan dapat menerima kelebihan yang kita punya. Pekerjaan dengan segudang tekanannya, jalani saja, sebagai bentuk ikhtiar mencukupi kebutuhan dunia, sebab mungkin nanti ada kalanya kita kehilangan pekerjaan tersebut, PHK, pensiun, dan justru pada saatnya kita akan merindukan suasana tertekan itu.

Segalanya baik, segalanya akan menjadi baik, bila kita dapat melihatnya dari penglihatan yang lebih luas, bukan sekedar duniawi saja.

2 comments: