Friday, July 3, 2020

Andai Aku Amoeba

Picture by Pinterest

Ini bukan kali pertamaku bercita-cita menjadi amoeba. Mampu membelah diri seketika, membagi raga dibeberapa tempat kemudian. Sayangnya aku hanya satu dan juga manusia. Tubuh mungkin di sini, tetapi, pikiran melayang-layang terbagi ke segala penjuru.

Kondisi ini biasa terjadi jika kita dalam keadaan terdesak, beberapa kejadian membutuhkan keberadaan kita dalam satu waktu, berbeda tempat. Sangat lebih tinggi probabilitasnya terjadi pada keluarga yang terpencar secara domisili, berbeda kota, apalagi berbeda negara.

Seperti itu kira-kira keadaanku sekarang. Singkat cerita, adik bungsuku sakit. Terdapat penumpukan cairan abnormal di selaput parunya, atau dikenal dengan istilah medis efusi pleura. Keadaan ini membuat dia terlihat sangat memprihatinkan. Kondisinya tidak stabil, sangat jauh dari terakhir kali aku tatap muka dengannya. Sempat kurang lebih seminggu dirawat inap, kemudian, karena gagal penyedotan cairan, akibat letak efusi terlalu jauh dari lapisan-lapisan kulit, akhirnya dilakukan pengobatan secara oral. Sedikit mirip dengan pengobatan Tuberculosis, dilakukan selama enam bulan berjalan, di bawah pengawasan dokter. Setelah diputuskan untuk melakukan pengobatan secara oral, akhirnya adikku dipulangkan dari rumah sakit.

Sempat terjadi perkembangan yang cukup baik selama berada di rumah sakit. Namun, ketika mulai kembali ke rumah, kondisinya justru cenderung memburuk. Sesak yang datang kembali, nyeri pleuritis yang semakin terasa, makin dibuat panik dengan adanya demam. Padahal, selama masuk dan di rumah sakit, tidak terjadi riwayat demam. Aku mencurigai adanya infeksi dari datangnya demam dan juga kenaikan angka leukosit. Aku yang jauh ini, berbeda kota, sangat khawatir. Belum lagi memikirkan mama yang terus merawatnya, dengan kondisi baru saja mengalami stroke ringan. Pikiranku terbagi untuk mereka.

Di lain pihak, umi mertuaku pun sedang tak bagus kondisi kesehatannya. Memberikan beberapa gejala yang mengarah pada stroke ringan. Ditambah angka asam urat yang terus naik, padahal, sudah sangat menjaga pola makan. Aku selalu ingatkan untuk mengelola stres dengan baik. Tetapi, beliau selalu berkata bahwa pikirannya sangat penuh dan banyak. Inginnya sering ditemani anaknya, yaitu suami, sebagai anak yang saat ini sekota dengannya. Namun, akhir-akhir ini pun suami sangat sibuk. Imbas Covid-19 bagi suatu industri sangatlah berdampak. Pasca PSBB ini, pabrik seakan kejar tayang. Memulai kembali dengan orderan-orderan yang bertambah untuk diselesaikan setiap waktunya. Suamiku sebagai penanggungjawab dan pengelola, tidak bisa tidak untuk menjadi sibuk. Akhirnya, keinginan umi mertua dengan realita suami agak sulit sinkron, kemudian menjadi cabang pikiran beliau kembali, juga cabang pikiranku.

Ahh, sulit memang untuk bisa menjadi "sesuatu" untuk semua orang. Mengikuti keinginan dan membahagiakan semua adalah jelas hal yang sulit di realisasikan. Itu mengapa, kita perlu bersikap realistis. Terhadap apa yang kita lakukan, akan selalu ada yang harus direlakan.

Sayang, aku bukan amoeba. Hanya bisa menikmati jentik-jentik kepanikan dan kekhawatiran sendiri. Mencoba mengelolanya sebisa mungkin, sebaik mungkin. Yang pada akhirnya hanya bisa berserah, mengadukan semua dalam doa, semoga kondisi pelik kian melandai tanpa harus ada aku tepat di hadapan mereka selalu, dalam satu waktu.

Rumah yang sangat dingin akhir-akhir ini,
3 Juli 2020

No comments:

Post a Comment