Wednesday, July 29, 2020

CERPEN : Hidangan Penutup Istimewa

Matahari pagi ini terlalu terik. Hal pertama yang kulakukan saat membuka tirai jendela adalah memastikan para hehijauan tetap rimbun dan segar, tak terganggu panasnya. Seharusnya aku bergegas menyiraminya sebelum ultraviolet semakin menyedot sisa-sisa dihidrogen monoksida yang terkandung bersama unsur hara di dalam tanah. Tetapi, aku terlalu malas.

Pukul 7.23 AM, saat kubuka ponsel hanya untuk mengecek jam juga cuaca hari ini. Ahh, pantas saja terik. Rupanya, aku bangun terlalu siang. Kebiasaan kurang baik saat jadwal bulanan datang secara rutin, tidak perlu bangun pagi untuk melaksanakan ibadah fajar, shalat subuh. 

Alih-alih menyirami tanaman yang semakin merunduk sebab angin pun berdesir sangat kencang, aku menuju dapur untuk bersiap memberi jatah cacing-cacing perutku terlebih dahulu. Bagiku, sarapan adalah keharusan yang tidak bisa dinegosiasi. Sarapan seperti penentu sukses tidaknya hari. Karena biasanya, tanpa sarapan, kestabilan emosiku tak baik, ada yang senasib?

Dua lembar roti gandum yang dibakar sedikit gosong, orak-arik telur setengah matang, dengan salad yogurt timun dan tomat, sangat cukup untuk dijadikan menu pembuka. Tak lupa secangkir kopi tentunya. Kunikmati dengan ditemani aplikasi YouTube melalui ponsel, yang memutar seorang selebTube sedang membahas mengenai cara menggunakan celak mata dengan baik dan benar, sambil diterangkan perkakas lenongnya yang harga-harganya cukup membuatku berpikir sesaat untuk menjual salah sati ginjalku saja, sangat mewah dan mahal.

Piring kosong, kopi menunggu untuk diseruput hingga tetes terakhir, tayangan YouTube pun kuusaikan. Aku sedikit menyesal, mengapa tidak diputar saja siaran berita terbaru, yang kurasa,  akan lebih berfaedah. Sayangnya, otakku seelit itu.

Perut telah dikondisikan, artinya hari sudah semakin siap untuk dijalani. Baiklah. Mari buka buku agenda, melihat daftar rencana yang biasanya tetap hanya akan jadi rencana meski telah dituliskan. Hmm, menemui Gustinus salah satu agendanya. Yup, dia adalah kekasihku. Lelaki super sibuk yang bahkan perlu membuat jadwal khusus hanya untuk makan siang bersama sebagai kedok pelepas rindu. 

Segera kubereskan pekerjaan domestik juga beberapa surat permohonan yang masuk lewat surelku. Mungkin beberapa yang telah kurespon akan segera ku follow-up sore ini, setelah waktuku dengan Gus, panggilan manis untuk Gustinus. Lebih baik daripada harus kembali ke apartemen dan merutukki singkatnya waktu kebersamaan dengan Gus, memang selalu seperti itu runutannya. Walaupun, segala rutukan itu adalah bentuk rasa sayang yang besar, yang membuatku ingin sekali terus bersamanya. Sayang sekali, kami hidup di dunia nyata, bukan dunia dongeng. Kami butuh kerja.

Sengaja kupilih rok putih tulang sebetis yang dipadukan dengan atasan kemeja lengan panjang bermotif bunga-bunga kecil berwarna kuning cerah, menggambarkan cerahnya mentari di hari ini dan harapan bahwa hariku pun akan secerah itu. Kubiarkan rambut bergelombangku terurai menutupi bahu, hanya kutambahkan jepit mutiara sebagai pemanis. Polesan tabir surya, pelembab, bedak tipis, serta sedikit pewarna bibir kejinggaan menjadi topeng yang siap kugunakan kali ini. Tiga semprot Jasmin Noir Bvlgari untuk masing-masing pada nadi kedua tanganku dan juga disalah satu kerah kemeja, sangat cukup. Tas pundak coklat muda kesayanganku sebagai pelengkap, dan sang pecinta ini siap untuk menemui pujaan hatinya.

Kafe Halaman, tempat kali ini kami bertemu. Konsep natural dan alam sangat kental, mengingatkanku pada ruang makan luar di rumah nenek. Dua kursi berukiran sangat cantik dengan meja bulat tak terlalu besar, diletakkan tepat di tengah hamparan rumput hijau. Menyegarkan. Namun, ada yang aneh. Mengapa terlalu sepi di waktu makan siang seperti ini. Tak ada pengunjung lain, hanya kami.

Buku menu datang, aku hanya memesan fish and chips seperti biasa, dengan minuman teh panas tanpa gula. Gus, yang hari ini terlihat sangat rapi dan tampan, memesan sirloin steak dengan cola, sungguh bukan menu sehat pikirku. Sembari menunggu pesanan datang, kami berbincang. Tak butuh waktu terlalu lama, makanan kami datang. Sambil melanjutkan percakapan ringan, kami menikmati panganan hingga habis dan pelayan membersihkannya. 

Tiba-tiba, satu piring cantik disajikan kembali di meja kami, dengan 2 scoop es krim vanilla dan stroberi dihiasi potongan buah stroberi segar dan daun mint. Aku rasa, aku tak memesannya. Kukirimkan kode pada Gus, jika memang dia memesannya, tetapi, dia hanya tersenyum dan memberi umpan balik kode untukku menikmatinya saja. Baiklah, es krim selalu kusuka.

Sendok kecil berwarna perak dengan sedikit aksen keramik motif bunga berwarna merah muda, kuayunkan ke dalam es krim vanila. Ada sesuatu yang keras. Aku sedikit aduk untuk memastikan apakah benda keras itu. Rupanya.... Cincin cantik dengan kilau permata kecil di tengahnya, tertanam di dalam sajian penutup tersebut. Aku tak mampu berkata. Hanya kutangkap senyum sangat menawan Gus sambil berucap, "Let's build our home together, honey!". Dan kupastikan tak akan ada rutukan pasca makan siang di hari ini. Aku terlalu bahagia.

2 comments: