Friday, November 27, 2020

Selftalk is The New Monologue

Picture by Pinterest


Halo diri, Assalamu'alaykum.
Terima kasih untuk selalu berusaha menjadi diri seutuhnya meskipun dalam suasana tak memungkinkan. 
Setidaknya, kau terus mencoba.
Hari-hari ini tak begitu baik bagimu, kutahu.
Ada fase tak biasa sedang kau hadapi.
Tentang penerimaan diri dan juga keraguan atasnya.
Kau pun sendiri bingung mengapa itu bisa terjadi.
Pun bagaimana cara dealing dengannya.
Tak ada yang menginginkan situasi ini, tetapi saat ini kau ditakdirakan untuk menghadapinya.
Maka hadapilah.
Tanpa perlu terus merasa kuat, merasa tahu, merasa baik-baik saja.

Kadang kala, mengakui kelemahan diri itu perlu.
Memanusiakan dirimu sendiri, agar ia tak lupa.
Hidup bukan jalan tol yang akan terus lancar.
Eh, bahkan jalan tol pun tidak bisa dikatakan bebas hambatan, bukan?
Gagal, tak sesuai harapan, lelah, kesal, bagian dari fitrah manusia.
Kau pun manusia, hei wahai diri!
Tak apa-apa, wajar adanya.

Mengenai pilihan dan kondisi yang membuat ragu kemudian.
Ada alasannya.
Karena kau bertumbuh, semua berkembang.
Pasti akan terjadi perubahan cara validasi, atau sekedar opini tentangnya.
Makhluk dinamis adalah dirimu, diri setiap insan.
Jika dulu kau begitu menginginkannya, dan lalu kini kau mempertanyakannya, itu bukan salahmu.
Memang seperti itu akan terjadi, apalagi di dunia yang sarat informasi saat ini.

Diri, jika kau bingung, menepilah sejenak.
Pejamkan mata, tarik napasmu 4 detik pertama.
Tahan 7 detik selanjutnya.
Lepaskan perlahan dalam 8 detik kemudian.
Lakukan lagi, lagi, hingga kau temukan sosok kecil dirimu di sana.
Yang kan kau sapa ia, rangkul ia.
Hai, my inner child, there you are.

Kebuntuanmu akan terjawab.
Dengan waktu dan sedikit komunikasi bersama inner child-mu.
Tak lain tak bukan hanya meluruskan apa yang terlihat tak sesuai.
Mengisi apa yang kosong.
Menambal apa yang bopong. 
Membayar yang masih terhutang.

Buah pikirku, inner child bukanlah suatu excuse akan realita.
Objek empuk untuk disalahkan jika hidup sedang di luar jalurnya.
Bukan, tak seperti itu ia berfungsi sesungguhnya.
Justru ia terpanggil untuk berangkulan.
Mendiskusikan antar raga yang sama dalam dua generasi dan menyelaraskannya.
Jika kau kenal istilah support system, maka inner child-mu adalah bagian dari padanya.
Percayalah.
Ia akan memberi cahaya untuk kekalutanmu saat ini, bila kau bisa mendiskusikannya.
Bukan sekadar terpuruk dan kemudian memusuhinya.
Tak benar rasanya jika kita memusuhi diri kita sendiri, bukan begitu?

Larut.
Kini malam semakin mengelam.
Hujan masih mengguyur.
Menemani deretan kata, kegundahan, juga percakapan tanpa bahasa kita.
Cukupkah?
Saatnya ragamu meminta jatah.
Ia pun lelah, butuh sedikit rebah.
Jemputlah chapter lain dari cerita kita esok hari, wahai diri.
Namun, saat ini, biarkan kita merengkuh mimpi.
Selamat malam dunia, selamat malam diri.

P.S: You know I love you that much, hah? Because I have to love myself ...




No comments:

Post a Comment