Thursday, October 22, 2020

Surat Untuk Anakku, Muhammad Anis

Source : Pinterest

Dear my only one bear, Muhammad Anis,

Apa kabarmu, Nak? Saat kamu membaca surat ini, mungkin Ibu sudah semakin menua. Namun, mudah-mudahan masih diberikan kesempatan untuk membersamaimu, ya? Aammiin.

Nak, dulu sekali, Ibu menanti kehadiranmu dengan penuh harap, selama kurang lebih lima tahun. Meskipun Ibu tak pernah mengikuti progam menunda kehamilan apapun, tetapi ternyata Allah memang memberikan sesuatu sesuai takarannya. Mungkin kala itu, Ibu dirasa belum cukup mampu untuk mendampingi anak luar biasa sepertimu, sehingga penantian pun dirasa layak dan setimpal.

Tertanggal 26 Januari 2017, si garis dua merah yang selalu dirindukan pun akhirnya menampakkan hilalnya. Betul, Nak. Itu hari di mana Ibu diberitahu akan keberadaanmu di dalam rahim ini oleh Allah. Rasanya? Tak cukup kata menggambarkan. Terlalu bahagia, terlalu antusias, terlalu haru. Terlebih saat Ibu tahu bahwa kandungan ini telah memasuki usia delapan minggu. Allahu Akbar, MasyaAllah. Bagaimana bisa selama itu Ibu tidak menyadari keberadaanmu?

Waktu bergulir. Minggu per minggu dilewati tanpa ada keluhan yang berarti. Kamu menemani Ibu yang kala itu masih bertugas di ranah public. Namun, kamu masyaAllah kuat, hebat. Kita melewati itu semua hingga akhirnya Ibu memilih untuk fokus hanya padamu, di waktu usiamu dalam rahim Ibu sekitar enam bulan.

Dan tanggal 9 September 2017, tangisan pertamamu membuahkan titik air mata haru Ibu di ruang operasi itu. Kita berhasil, Nak. Kamu bisa melihat dunia, Alhamdulillaah ‘ala kulli haal.

Seiring waktu kamu pun bertumbuh, menjadi anak yang, aktif, ceria dan ramah. Melalui fase-fase perkembangan dengan luar biasa cepat. Ibu masih ingat tanggal di mana kamu pertama mencoba untuk berguling, duduk, merangkak, makan, berjalan, tumbuh gigi, semua masih terekam dengan jelas di memori, Nak. Hingga kini, saat Ibu menulis surat ini, kau pun telah berusia tiga tahun satu bulan, masyaAllah.

Harapan Ibu tentu banyak padamu. Namun, utamanya, Ibu ingin kau menjadi anak yang mampu memegang akhirat di atas dunia, juga menjadi sosok yang mampu berdaya, dengan atau tanpa Ibu, dan siapapun.

Karena saat manusia dilahirkan itu sendiri, Nak, dan kelak akan kembali ke pangkuan Maha Pemilik Hidup dalam kesendirian pula.

Maka, jika Ibu membiarkanmu untuk memenuhi kebutuhanmu sendiri sejak dini; makan, berpakaian, mengambil sesuatu, dan lainnya, itu bukan karena Ibu tega dan tidak ingin memanjakanmu. Namun, justru bentuk sayang Ibu. Karena tak selamanya Ibu akan selalu bersamamu, dan jika saat itu datang, Ibu ingin kau tetap kuat dan merasa siap.

Untukku, sukses membersamaimu bukan ketika membuatmu sangat bergantung padaku. Jutsru, saat Ibu bisa melepasmu dengan kesiapan untuk menghadapi dunia dan akhirat di atas kakimu sendiri, itu tolak ukur sukses bagi Ibu.

Percayalah. Masa di mana kau akan mengamini apa yang Ibu maksud saat ini akan tiba, insyaAllah.

Namun, satu hal yang perlu kau ingat selalu, Nak. Ibu sangat sayang padamu. Sayang yang tak berukur dan tak pernah bisa terukur.

Semoga niat Ibu untuk memandirikanmu dapat membawa dampak kebaikan besar untuk kehidupanmu kelak.

Pahit saat ini, manis di waktu nanti, insyaAllah.

Peluk cium untuk jagoan Ibu. Allah selalu bersamamu.   

Bandung, 22 Oktober 2020

With love, Ibu


No comments:

Post a Comment