Bismillaah.
Parade
Live Zona 7 Institut Ibu Profesional mengenai Pendidikan Seksualitas
hari ketiga telah dilaksanakan. Topik yang diangkat adalah ‘Peran Orang Tua
dalam Membangkitkan Fitrah Seksualitas’ dengan penyaji materi dari Kelompok 12
(IP Depok). Empat orang presentator yang bertugas kali ini adalah Mbak Alvinda, Mbak Dwi Risnawati, Mbak
Nurullah, dan Mbak Azhari menyampaikan materi secara bergiliran selama kurang lebih
35 menit.
Dalam topik 3 ini saya
dapat merangkum beberapa hal:
1.
Fitrah
adalah apa yang menjadi kejadian atau bawaan manusia sejak lahir.
2. Harry
Santosa di dalam bukunya, Fitrah Based Education,
mengemukakan bahwa fitrah manusia terdiri dari delapan aspek, yaitu Fitrah Keimanan, Fitrah Perkembangan, Fitrah
Bahasa dan Estetika, Fitrah Jasmani,
Fitrah Seksualitas, Fitrah Individualitas dan Sosialitas, Fitrah Belajar, Fitrah Bakat.
3. Fitrah Seksualitas adalah
bagaimana seseorang berpikir, merasa dan bersikap sesuai dengan fitrahnya
sebagai laki-laki atau perempuan.
4. Pendidikan
Fitrah Seksualitas dimulai sejak
lahir.
5. Tujuan
pendidikan Fitrah Seksualitas:
a. Anak
mengetahui identitas seksualnya
b. Anak
mampu berperan sesuai dengan identitas seksualnya
c. Anak
mampu melindungi diri sendiri dari segala bentuk kejahatan seksual
6. Dampak
dari kurangnya peran orang tua sejak usia dini:
a. Perasaan
terasing
b. Perasaan
kehilangan attachment
c. Depresi
d. Penyimpangan
sosial dan seksual saat beranjak dewasa
7. Ayah
dan ibu dapat saling mengisi peran yang didasarkan pada fitrah masing-masing
untuk kemudian menjadi role model utama
dan pertama anak dalam memahami fitrah seksualitasnya.
8. Pada
usia 0-2 tahun, pendidikan fitrah seksualitas sudah mulai dapat dilakukan,
dengan memberikan ASI eksklusif jika memungkinkan, sebagai bentuk pemenuhan
fitrah seksualitas ibu terhadap anaknya.
9. Pada
rentang usia 0-2 tahun, baiknya mulai dibiasakan untuk tidak mengumbar aurat di
muka umum, seperti menyusui di tempat umum tanpa penutup, mengganti pakaian
anak di tempat public dll.
10. Secara
sederhana mulai di-sounding tentang
jenis kelamin anak di rentang usia 0-2 tahun ini.
11. Fase
usia 3-6 tahun, anak sudah mampu menyebutkan identitasnya secara seksual, ‘saya
laki-laki’ atau ‘saya perempuan’.
12. Di
usia 3-6 tahun ini, kedekatan anak kepada ayah dan ibunya dibentuk secara
imbang. Diharapkan anak dekat dengan kedua orang tuanya untuk pengenalan peran
gender secara general.
13. Wajib
hukumnya menjawab pertanyaan anak berkenaan dengan seksualitas (atau tentang
hal lain pun) dengan baik, benar, apa adanya. Yang disesuaikan adalah cara
penyampaiannya.
14. Pada
rentang usia 7-10 tahun anak telah memasuki fase mempersiapkan aqil baligh,
sehingga tahap ini diharapkan setiap anak telah matang mengetahui identitas
seksualnya dan mampu menumbuhkannya menjadi potensi.
15. Di
usia 7-10 tahun ini, anak disarankan untuk lebih dekat dengan orang tua dengan
jenis kelamin sama, misalnya anak laki-laki didekatkan dengan ayahnya, anak
perempuan dengan ibunya. Hal ini dilakukan untuk memenuhi tangki gender utama pada
setiap anak (anak laki-laki dengan maskulinitas 75% femininitas 25%, anak
perempuan dengan femininitas 25% maskulinitas 25%).
16. Pada
usia 7-10 tahun, anak mulai diberikan tanggung jawab sederhana dan biarkan mereka
mengembannya dengan mandiri, salah satunya dalam hal merawat kebersihan diri
dan organ intim.
17. Fase
7-10 tahun ini, masing-masing anak sudah mulai diwajibkan untuk menutup
auratnya secara utuh.
18. Fase
anak 10-14 tahun disebut dengan fase
mukalaf. Di fase ini biasanya anak mulai matang sistem reproduksinya
sebagai penanda mulainya tahap aqil baligh.
19. Kebalikan
dari fase 7-10 tahun, pada fase mukalaf ini pendekatan orang tua agak berbeda.
Anak diharapkan mampu mengisi tangki 25%-nya, yaitu tangki femininitas pada
anak laki-laki dan tangki maskulinitas pada anak perempuan. Sehingga, pada usai
ini, anak laki-laki mulai lebih didekatkan dengan ibunya, dan anak perempuan
dengan ayahnya.
20. Rentang
usia di atas 14 tahun seorang anak sudah bisa dikatakan seutuhnya aqil baligh,
sehingga pada fase ini anak sudah dapat dijadikan mitra oleh orang tuanya,
bukan sebatas anak-anak.
21. Bentuk
penyimpangan seksualitas, isu-isu kekerasan dalam seksual maupun rumah tangga,
sangat dapat terjadi karena adanya fitrah yang tercederai di masa kecilnya.
Allahu’alam bi shawab.
No comments:
Post a Comment