Wednesday, March 10, 2021

RESUME DAY-3 ZONA 7 : Peran Orang Tua dalam Membangkitkan Fitrah Seksualitas

Picture by pinterest

Bismillaah.

Parade Live Zona 7 Institut Ibu Profesional mengenai Pendidikan Seksualitas hari ketiga telah dilaksanakan. Topik yang diangkat adalah ‘Peran Orang Tua dalam Membangkitkan Fitrah Seksualitas’ dengan penyaji materi dari Kelompok 12 (IP Depok). Empat orang presentator yang bertugas kali ini adalah  Mbak Alvinda, Mbak Dwi Risnawati, Mbak Nurullah, dan Mbak Azhari menyampaikan materi secara bergiliran selama kurang lebih 35 menit.

Dalam topik 3 ini saya dapat merangkum beberapa hal:

1.        Fitrah adalah apa yang menjadi kejadian atau bawaan manusia sejak lahir.

2.      Harry Santosa di dalam bukunya, Fitrah Based Education, mengemukakan bahwa fitrah manusia terdiri dari delapan aspek, yaitu Fitrah Keimanan, Fitrah Perkembangan, Fitrah Bahasa dan Estetika, Fitrah Jasmani, Fitrah Seksualitas, Fitrah Individualitas dan Sosialitas, Fitrah Belajar, Fitrah Bakat.

3.      Fitrah Seksualitas adalah bagaimana seseorang berpikir, merasa dan bersikap sesuai dengan fitrahnya sebagai laki-laki atau perempuan.

4.      Pendidikan Fitrah Seksualitas dimulai sejak lahir.

5.      Tujuan pendidikan Fitrah Seksualitas:

a.      Anak mengetahui identitas seksualnya

b.      Anak mampu berperan sesuai dengan identitas seksualnya

c.      Anak mampu melindungi diri sendiri dari segala bentuk kejahatan seksual

6.      Dampak dari kurangnya peran orang tua sejak usia dini:

a.      Perasaan terasing

b.      Perasaan kehilangan attachment

c.      Depresi

d.      Penyimpangan sosial dan seksual saat beranjak dewasa

7.      Ayah dan ibu dapat saling mengisi peran yang didasarkan pada fitrah masing-masing untuk kemudian menjadi role model utama dan pertama anak dalam memahami fitrah seksualitasnya.

8.      Pada usia 0-2 tahun, pendidikan fitrah seksualitas sudah mulai dapat dilakukan, dengan memberikan ASI eksklusif jika memungkinkan, sebagai bentuk pemenuhan fitrah seksualitas ibu terhadap anaknya.

9.      Pada rentang usia 0-2 tahun, baiknya mulai dibiasakan untuk tidak mengumbar aurat di muka umum, seperti menyusui di tempat umum tanpa penutup, mengganti pakaian anak di tempat public dll.

10.   Secara sederhana mulai di-sounding tentang jenis kelamin anak di rentang usia 0-2 tahun ini.

11.     Fase usia 3-6 tahun, anak sudah mampu menyebutkan identitasnya secara seksual, ‘saya laki-laki’ atau ‘saya perempuan’.

12.    Di usia 3-6 tahun ini, kedekatan anak kepada ayah dan ibunya dibentuk secara imbang. Diharapkan anak dekat dengan kedua orang tuanya untuk pengenalan peran gender secara general.

13.   Wajib hukumnya menjawab pertanyaan anak berkenaan dengan seksualitas (atau tentang hal lain pun) dengan baik, benar, apa adanya. Yang disesuaikan adalah cara penyampaiannya.

14.   Pada rentang usia 7-10 tahun anak telah memasuki fase mempersiapkan aqil baligh, sehingga tahap ini diharapkan setiap anak telah matang mengetahui identitas seksualnya dan mampu menumbuhkannya menjadi potensi.

15.   Di usia 7-10 tahun ini, anak disarankan untuk lebih dekat dengan orang tua dengan jenis kelamin sama, misalnya anak laki-laki didekatkan dengan ayahnya, anak perempuan dengan ibunya. Hal ini dilakukan untuk memenuhi tangki gender utama pada setiap anak (anak laki-laki dengan maskulinitas 75% femininitas 25%, anak perempuan dengan femininitas 25% maskulinitas 25%).

16.    Pada usia 7-10 tahun, anak mulai diberikan tanggung jawab sederhana dan biarkan mereka mengembannya dengan mandiri, salah satunya dalam hal merawat kebersihan diri dan organ intim.

17.    Fase 7-10 tahun ini, masing-masing anak sudah mulai diwajibkan untuk menutup auratnya secara utuh.

18.   Fase anak 10-14 tahun disebut dengan fase mukalaf. Di fase ini biasanya anak mulai matang sistem reproduksinya sebagai penanda mulainya tahap aqil baligh.

19.    Kebalikan dari fase 7-10 tahun, pada fase mukalaf ini pendekatan orang tua agak berbeda. Anak diharapkan mampu mengisi tangki 25%-nya, yaitu tangki femininitas pada anak laki-laki dan tangki maskulinitas pada anak perempuan. Sehingga, pada usai ini, anak laki-laki mulai lebih didekatkan dengan ibunya, dan anak perempuan dengan ayahnya.

20.  Rentang usia di atas 14 tahun seorang anak sudah bisa dikatakan seutuhnya aqil baligh, sehingga pada fase ini anak sudah dapat dijadikan mitra oleh orang tuanya, bukan sebatas anak-anak.

21.    Bentuk penyimpangan seksualitas, isu-isu kekerasan dalam seksual maupun rumah tangga, sangat dapat terjadi karena adanya fitrah yang tercederai di masa kecilnya.

Allahu’alam bi shawab. 

No comments:

Post a Comment