Tentang seorang ibu rumah tangga beranak satu yang senang menikmati kopi dan kata. Hanya bercerita dan tak lupa seruput manis pahitnya. Menyajikan dan membagikan kenikmatannya untuk dirasakan bersama. Bentuk portofolio hidup untuk kemudian dibuka dan dikenang pada masa selanjutnya💙
Sunday, November 29, 2020
Family Potrait
Saturday, November 28, 2020
Keseruan Kelas Zoom Kaulinan Isteri Rumbel Boga Regional Bandung
Emak-Emak Kece Tukang Bikin Kue |
Bismillaah.
Malam Minggu, nih! Pada ke mana kawan-kawan? Kalau saya sih stay at home aja. Karena kebetulan Pak Suami harus kerja, hujan seharian, dan angka Covid-19 lagi Siaga I di daerah saya. Serem juga, kan? Mugah-mudahan kita semua selalu diberi kesehatan yaaa :)
Eh, walaupun stay di rumah, tapi hari ini seru juga, lho. Sesiangan saya mengikuti acara Kaulinan Isteri Rumbel Boga Ibu Profesional. Apaan sih tuh?
Jadi, Kaulinan Isteri ini merupakan salah satu program upgrading skill berjenjang di Rumbel Boga IP Regional Bandung. Programnya berjalan beberapa minggu dengan penyampaian dan pengupasan satu materi per minggunya. Kebetulan, minggu lalu Teh Tika sebagai pemateri kelas kali ini, berhalangan untuk menyampaikan materinya. Sehingga dirapel-lah materi minggu lalu ke minggu ini. Alhamdulillah-nya materi kemarin dan sekarang sangat relate sekali. Jadi, disampaikan berbarengan malah justru lebih nyambung dan mudah dipahami hihi.
Nah, tadi tuh kita bahas tentang bermacam metode baking dan kesalahan yang sering terjadi dalam baking. Wahahaha, saya yang awam per-baking-an langsung antusias dong pastinya. Maklum, selama ini bebikinan cake hanya bersandar pada arahan Om Google dan Mbah Youtube. Sering sukses sih Alhamdulillah, tapi lebih sering lagi gagalnya haha. Sedihnya adalah, saat harus gagal, karena keawaman diri jadilah bingung mau evaluasi dan memperbaikinya. Banter-banter akhirnya ganti resep untuk ke depannya >_< Ada yang senasib?
Untuk itu, dengan mempelajari ilmunya, insyaAllah akan lebih mudah dalam praktik dan juga evaluasinya, betul?
Kelas kali ini diadakan via Zoom. Uwow, pengalaman pertama juga sih buat saya tatap muka (walau tak langsung) dengan rekan-rekan serumbel yang selama ini hanya bersua via tulisan aja. Silaturahim terbentuk, bonding terbangun, bonusnya ilmu pula. Bahagia ga tuh?
Teh Nisa sebagai moderator sukses membawa kelas kali ini menjadi sangat interaktif. Pertanyaan dan diskusi pun lancar, seolah-olah menyuarakan isi hati teteh-teteh selama ini yang ternyata banyak yang senasib sepenaggungan dengan saya, sering gagal baking, haha. Alhasil, dua jam pun berjalan dengan tidak terasa sama sekali. Malah sebenarnya kurang sih. Karena sesi terakhir bahkan belum selesai, yaitu demo (bukan unjuk rasa-ahem) membuat cake dengan metode Sponge yang sedang hits, tetapi riskan gagal. Akhirnya, dilanjutkanlah diskusi yang seru itu ke whatsapp group Kaulinan Isteri. Hingga sekarang pun masih trang-tring berlanjut curcol emak-emak tentang kuenya, tuh hihi.
Dari materi kali ini, saya mendapatkan banyak sekali pembelajaran. Saya jadi kenal dengan istilah-istilah baking yang biasa digunakan oleh profesionalnya, seperti metode Sugar-Butter, metode Hot-Milk, folding, rub-in, shieve, dan masih banyak lagi. Hayoloh, ikut bingung ga yang baca? Itu baru dari metode ya. Belum lagi istilah dalam bahan kue, alat kue, bahkan nama-nama kuenya itu sendiri yang ihwow kadang mengucapkannya pun belibet nih lidah, wahaha. Makin yakin kalau sesuatu itu pasti ada ilmunya dan semua profesi itu ya hebat :)
Saya sendiri juga ikut memberondong Teh Tika dengan pertanyaan-pertanyaan yang sudah lama saya pendam, halahhh. Pertanyaan saya adalah tentang konversi ukuran jika menggunakan tepung lain, utamanya adalah oats halus, sebagai pengganti tepung terigu. Bagaimana cara membuat tekstur cake dengan bahan pengganti tersebut menjadi lebih acceptable dan mendekati hasil resep aslinya. Karena kan ceritanya saya ini sedang program mengurangi asupan Gluten untuk panganan rumah, tapi kendalanya adalah rasa dan tekstur dari bahan penggantinya itu belum bisa memberikan rasa seenak penggunaan tepung Gluten. Doh, ya, emang kan, yang namanya makanan kurang sehat itu pasti lebih menggoda huhu.
Selain itu, saya juga menanyakan cara membedakan mentega dan margarin yang masih bagus dengan yang sudah tidak layak guna, cara menentukan apakah suatu baking powder masih aktif dan juga penyebab turunnya kualitas dari bahan tersebut meski waktu simpan masih panjang. Bahkan, terjawab juga tuh isu mengenai bahan kue curah kurang bagus digunakan untuk produksi dibandingkan dengan bahan dengan pengemasan satuan. Weleh-weleh, ternyata bikin kue bukan hanya sebatas campur-campur bahan, masukkan oven, dan tadaaa jadi deh. Sungguh tak sesederhana itu Rosidah! Jika menginginkan hasil cake yang baik itu kuncinya adalah ILMU dan SABAR, kata Teh Tika juga. And I totally agree! wahahaha.
Untuk isi materi, hasil diskusi, juga tips-tips baking hasil dari kelas Kaulinan Isteri hari ini insyaAllah akan saya bahas di tulisan lain. Tulisan ini sih lebih ke curhatan dan repostase haha.
Well, have a productive weekend, fellas!
Friday, November 27, 2020
Selftalk is The New Monologue
Wednesday, November 25, 2020
CERPEN : Bullying!
Picture by Pinterest |
Tuesday, November 24, 2020
STAYCATION during Pandemic, Yay or Nay?
Picture by Pinterest |
Friday, November 13, 2020
CERPEN: Aku Tak Semenarik Dulu Lagi
Kulitku
semakin memerah. Lebih tepatnya cokelat keunguan, mengingat warna dasar kulitku
yang tidak begitu putih atau pun kuning. Paparan sinar matahari yang kian hari
terasa kian terik, atau mungkin hanya perasaanku saja? Entahlah. Yang kutahu,
kulit ini harus mampu bersahabat baik dengan sinar ultraviolet yang kadang
jahat ini. Kau tidak akan setuju dengan pernyataanku hingga kau berada di
posisiku.
Aku terduduk di trotoar yang
berbatu. Tidak yakin dengan penyebab keroposnya jalur pejalan kaki ini. Mungkin
konstruksi yang kurang baik hingga tak begitu kuat terkena hantaman cuaca juga
beban para penggunanya, atau bisa juga karena kendaraan yang
menyalahgunakannya. Jika kalian hidup di kota besar, kalian pasti paham yang
kumaksud. Sepeda motor yang dengan manisnya menanjak dan mengambil alih trotoar
sebagai upaya menghindari kemacetan, sudah barang tentu itu alasannya.
Aku tak peduli. Setidaknya tetap
dapat kuistirahatkan tubuh ini sesaat, di antara usahaku mengais rezeki. Ya,
aku lah pejuang rupiah di jalanan. Namun, kurasa itu tak begitu hina. Mengapa
harus merasa seperti itu, jika aku bahkan tidak melakukan kemaksiatan apapun.
Aku tidak mencuri, aku tidak menipu. Aku menjalankan pekerjaan yang amat
disarankan oleh Rasulku.
Lampu tiga warna dalam kotak hitam
telah berganti. Warna hijau kini beralih merah. Kendaraan dengan berbagai tipe
dan kasta, kukatakan begitu, satu per satu berhenti dan membentuk barisan
dengan deru mesin yang saling sahut-menyahut. Alarm tubuhku seperti
mengisyaratkan dengan otomatis untuk segera bangkit dari duduk dan bergegas.
Mendekati mobil per mobil, juga motor, dengan menyodorkan tumpukan kertas. Aku
tahu, sebagian dari mereka mungkin tak tertarik lagi dengan daganganku.
Teknologi sedikit banyak telah menggeser eksistensiku, oh bukan, tepatnya
eksistensi benda asonganku.
Dengan gadget yang hampir semua orang memilikinya, segala informasi sangat
mudah mereka dapatkan. Apalagi aplikasi mumpuni dengan kecanggihan mode notifikasinya,
juga sisi tambahan real time-nya,
sangat jauh jika dibandingkan harus membolak-balikkan kertas yang bahkan
kontennya pun tak begitu update karena
keterbatasan waktu proses pengumpulan berita hingga cetak. Peristiwa yang
terjadi satu jam yang lalu, bahkan kini telah mampu diakses, beriringan dengan
nada pemberitahuan yang mengabarkan tentang rilisnya konten baru. Sungguh,
semudah itu.
Namun, aku tetap menggeluti usahaku.
Dengan alasan tentunya.
Alasan klise pertama, tentu perihal
tidak mudahnya mencari pekerjaan lain saat ini. Aku yang hanya keluaran sekolah
menengah pertama, yang bahkan tidak tamat karena kendala biaya, akan menjadi
bagian dari daftar yang tidak akan dilirik oleh perusahaan dengan pekerjaan
yang lebih mumpuni. Jikapun dilirik, itu akan menjadi suatu prosentasi kecil
yang mengarah pada keberuntungan. Sayangnya, aku bukan tipikal orang yang
senang bergantung hanya pada keberuntungan.
Alasan kedua, kepuasan batin. Pekerjaan
ini memang tak lagi banyak memberikanku pundi rupiah. Meskipun dulu, di
zamannya, aku sempat berada di atas angin menikmati hasil kerja dari mata
pencahariaan yang sama. Namun, kini aku hanya menjadi sosok langka yang siap
punah. Secara finansial, aku terpuruk. Namun, dengan pekerjaan ini aku dapat
mengisi tangki informasi dengan gratis dan up
to date, versiku.
Gawaiku terbatas hanya untuk fungsi
telepon dan juga berkirim pesan. Itu pun kadang tak maksimal karena tak selalu
terisi pulsa. Aku tak seberuntung mereka yang memiliki segala dalam genggaman
melalui satu benda bernama gawai. Dan dengan pekerjaanku ini, sedikit banyak
aku tetap dapat melahap informasi terkini yang terjadi di segala penjuru dunia,
dengan gratis. Tak terlalu masalah dengan waktu yang tak begitu riil seperti
mereka dengan aplikasinya. Namun, setidaknya aku tetap dapat melihat dunia
melalui jendelaku, dan aku sangat menikmatinya.
Rasa dahaga akan ilmu dan berita,
dapat kuperoleh dengan memanfaatkan jeda lampu lalu lintas ketika berwarna
hijau. Saat mereka berlalu-lalang dengan kendaraannya, aku menepi dan kubalik
halaman per halaman dagangan di genggamanku, kubaca, bejanaku terpenuhi. Kini,
isi otakku dengan para pemilik gadget mahal
itu dapat disetarakan. Atau bahkan aku lebih unggul jika mereka hanya
memanfaatkan teknologi dalam genggamannya hanya sebatas posting hasil selfie di
media sosial. Bukan, aku tak merasa bangga. Namun, aku bahagia karena ternyata
kondisi berbeda tak menutup suatu kesempatan yang sama.
Lampu kembali berganti, ya, kini
hijau kembali. Aku kembali menyisi, duduk di trotoar berbatu ini. Membuka
lembaran baru, lanjutan berita yang telah kubaca di jeda lampu hijau sebelumnya.
Menyelami diriku dalam lautan informasi dan ilmu melalui barang asonganku,
surat kabar harian dan juga beberapa tabloid cetak yang kini kian pudar
keberadaannya.