Tak ada orang tua yang sempurna. Menurutku, keindahan parenting tanpa drama hanya ada pada sebatas teori. Kenyataannya, tak sedikit dari kita khilaf. Amarah, bentakan, bahkan tak jarang juga kekerasan fisik seperti cubitan, pukulan, pernah menghiasi perjalanan kepengasuhan kita. Lalu apa gunanya kelas parenting juga segala ilmu mengenainya? Tak lebih adalah sebagai check point. Saat kita mulai "kurang waras", ilmu kepengasuhan ini bisa diibaratkan sebagai pengingat kembali. Mengembalikan sedikit demi sedikit kewarasan kita untuk lebih siap lagi menghadapi hari dengan bocah, dengan lebih baik. Karena kita tempat salah dan khilaf, hal yang tak bisa kita tepis. Namun, kita diberi paket akal. Disitulah fungsi akal yang mendorong kita tak berhenti untuk terus meng-update diri, diingatkan kembali, terus terus dan terus, untuk menyeimbangkan ketidaksempurnaan kita sebagai manusia tadi.
Lalu bagaimana jika aku terlanjur marah? Menyakiti hati anak? Menyesal. Pasti. Lumrahnya seperti itu. Bersyukurlah, karena dengan adanya penyesalan itu menjadi tanda kuatnya cinta dan sayang kita terhadap anak tetap ada. Justru kita perlu waspada, ketika penyesalan itu bahkan sirna. Ada yang salah berarti dengan hubungan parental ini. Ada sesuatu yang harus diobati.
Lalu, cukupkah dengan penyesalan? Tentu tidak. Itikad baik dan ikhtiar untuk memperbaiki keadaan itu penting. Aku pernah mengikuti suatu kelas parenting online. Kebetulan, tema kelas yang diikuti saat itu mengenai anger management. Pengisi materi saat itu memberikan solusi bilamana kita sudah terlanjur marah pada anak kita. Kita tahu dengan pasti, kadang amarah itu melejit dengan cepatnya tanpa kadang belum sempat kita cegah. Beliau berkata : bayarlah 1 keburukanmu dengan 5 kebaikan. Artinya, ketika sekali kita terlanjur marah, segera tutup luka amarah itu dengan 5 kebaikan lain. Bukan bentuk penyogokan menurutku. Tapi lebih ke membentuk "kecenderungan". Tentunya, luka yang sudah kita torehkan di hati anak kita tak semudah itu hilang. Namun, dengan memberi lebih kebaikan, maka hati anak pun tidak akan goyah, perasaan "tidak disayangi" tidak sampai mereka asumsikan. Padahal kita tahu, ketika seorang anak sudah merasa "tidak disayangi" oleh orang tuanya, maka psikis mereka akan terganggu hingga masa dewasanya. Dengan upaya 1 keburukan 5 kebaikan ini, diharapkan rasa yang ditangkap anak akan lebih "kecenderungan" ke hal baik, artinya kita tetap menunjukkan lebih banyak sayang kita daripada amarah kita.
Teruntuk para ibu, dan mungkin juga ayah, yang secara langsung terjun pada kepengasuhan anak, kalian sejauh ini sudah luar biasa. Mengasuh anak artinya mengasuh seorang miniatur manusia. Bisa diperkirakan, seorang atasan mengatur anak buah yang notabene sudah dewasa pun terkadang sulit. Apalagi orang tua yang mengasuh, bukan sekedar mengatur, miniatur manusia dengan segala kebelum matangan, baik fisik, psikis, akal. Semua tidak akan mudah. Mungkin jujur saja, ini sulit. Maka dari itu, kita harus bisa me-manage kondisi dan keadaan kita, jangan sampai membebani terus dan terus, kontinu hingga akhirnya mengarahkan kita pada depresi atau bentuk stres lain.
Ketika kita mampu menerapkan teori parenting dengan baik, maka bersyukurlah, apresiasi diri, kamu hebat wahai diri. Dan ketika kita "melanggar" teori parenting lainnya, maka menyesal lah, tapi jangan berlarut. Cari cara untuk membayar penyesalan itu pada anak kita. Bangkit, minta maaf pada anak kita dengan sungguh-sungguh, kemudian maafkan diri, cari ilmu lagi untuk bisa menjadi lebih baik. Tak perlu berhenti. Karena kita pendosa ini akan selalu butuh charge ilmu, seperti dikatakan sebelumnya, sebagai pengingat kembali. Tak lupa, hal yang penting tetapi sering terlewati oleh kita, mohon bantuan pada Allah, Tuhan kita, yang menciptakan diri kita dan juga anak-anak kita. Minta bantuan pada-Nya, sebagai Yang Menitipkan anak-anak ini, Yang Sesungguhnya Memiliki anak-anak ini. InsyaAllah semua akan menjadi baik kembali, walau ketidakbaikan kadang menyelingi. 💙
No comments:
Post a Comment