"Teach by teaching, not by correcting".
Mungkin statement tersebut sangat familiar, terutama bagi pendalam dan penganut sistem pengasuhan Montessori. Pada dasarnya, aku pribadi bukan pengikut garis keras sistem parenting tersebut. Kebetulan adik ipar memang mengambil special course untuk Montessori ini dan sedikit banyak kami diskusi dan berbagi.
Di dalam Montessori, usaha dan hasil karya anak sangat dihargai dan dijunjung tinggi, selama tidak membahayakan dirinya sendiri, orang lain, dan lingkungan. Bahkan, ketika anak melakukan "kesalahan" pun, kita para pendamping sangat dianjurkan untuk tidak mengoreksi, dalam artian mencap salah, di awal. Jangan sampai, koreksian dari kita malah menjatuhkan kepercayaan diri si anak yang akhirnya jadi membatasi gerak belajar mereka. Alih-alih mengoreksi, pendamping akan membuat mental note sebagai catatan, agar "kesalahan" saat ini menjadi point pembelajaran di lain waktu. Misal, ketika kita meminta tolong anak untuk mengambilkan mangkuk, ternyata yang diambil adalah piring, di Montessori tidak disarankan untuk membuat pernyataan, "Lho salah nak, ini piring, bukan mangkuk". Tetapi, bisa direspon dengan, "Ooh, adek mau pakai piring aja makan sayurnya? Okay, kuahnya kita masukkan sedikit aja yaa biar enggak tumpah", sambil kita membuat mental note, lain waktu berarti harus diperkenalkan kembali mangkuk dan perbedaannya dengan piring.
Untuk meminimalisir correcting tersebut, kita sebagai pendamping yang harus menyesuaikan diri dengan anak. Kita berusaha menjadi bagian dari si anak. Katakanlah saat belajar pre-writting, ketika kita akan menunjukkan cara membuat lingkaran, buatlah sealami mungkin, jangan membuat lingkaran yang sempurna, sehingga akhirnya ketika si anak mencoba, dia akan merasa bahwa hasil dia jelek, dan menimbulkan rasa keraguan, meski sedikit, untuk mencoba kembali. Sebagai sistem yang sangat mengedepankan proses eksplorasi si anak dalam mempelajari sesuatu, timbulnya sifat keraguan tersebut tentu akan menghambat fokus eksplorasi mereka, yang secara tidak langsung menghambat belajarnya.
Selain berusaha menapaki dunia si anak, dengan menjadi bagian dari mereka, pendamping pun diharapkan mampu mengobservasi, tahap pembelajaran apa yang sesuai pada anak di saat ini. Ketika kita lihat si anak belum sampai tahap untuk mengenal huruf, tidak perlu dipaksakan untuk itu. Lihat dan gali lagi, potensi apa yang sedang berkembang padanya saat ini, dan beri atensi lebih untuk potensi tersebut. Dalam interval waktu tertentu, kita coba kembali untuk mengenalkan secara perlahan tentang huruf, jika akhirnya dia merespon dengan baik, maka proses pengenalan huruf bisa dimulai.
Sebenarnya, masih sangat banyak dasar-dasar sistem parenting Montessori dan dikarenakan aku bisa dibilang sangat newbie dalam hal ini, dan juga pembelajar otodidak, maka dirasa masih perlu belajar banyak lagi untuk bisa membagikan tulisan mengenai kepengasuhan Montessori tersebut. Mungkin lain kali, aku bisa menarasikan lebih banyak, insyaAllah.
Tapi, menjadi catatan pada diri sendiri juga, bahwa sistem parenting apapun yang kita coba terapkan untuk anak-anak kita, semua kembali kepada orang tua masing-masing. Tidak ada kemutlakan dalam penerapannya. Segala sesuatunya dibuat berimbang, dan disesuaikan dengan keadaan. Juga, dengan tetap menjaga level bahagia ibu sebagai pendamping utamanya. Jangan sampai keidealisan kita untuk menerapkan sistem tersebut malah menjajah ruang kebahagiaan kita dengan anak. Yang ada, baik pendamping/ibu maupun anak akan stress dan tujuan kepengasuhan pun tidak dapat tercapai.
No comments:
Post a Comment